Masyarakat Terbelit Masalah Sosial, Parpol Akan Kesulitan 'Jualan Politik' di 2021
Sabtu, 26 Desember 2020 - 10:09 WIB
JAKARTA - Perhatian dan energi masyarakat dinilai akan terfokus pada pemulihan dan bertahan dari dampak pandemi COVID-19 pada 2021, tidak terfokus pada hasil Pilkada 2020 atau reshuffle kabinet beberapa waktu lalu. Hal tersebut dikatakan oleh Ketua bidang Rekrutmen Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Endy Kurniawan dalam keterangannya, Sabtu (26/12/2020).
"270 pilkada usai, reshuffle kabinet juga selesai. Tapi masyarakat masih terbelit masalah sosial dan ekonomi gara-gara pandemi maka 'political hard selling' (strategi pemasaran politik, red) tidak laku di 2021," ujar Endy Kurniawan. (Baca juga: Politikus PDIP Harap Penunjukkan Sandi Tak Sekadar Merangkul Lawan Tanding)
Dia menilai 'mesin baca profil publik' dalam setahun terakhir masyarakat Indonesia menampilkan wajah kesedihan, kemarahan dan antisipatif. "Setelah vaksin datang, muncul respons kewaspadaan. Artinya terjadi bandul ‘mood’ masyarakat, kondisinya labil," imbuhnya.
Sebagai akibat, program partai politik akan dianggap sepi dan tidak laku apabila dijual publik atau masyarakat meski sedemikian rupa agar terkesan menarik. Kecuali apabila partai tersebut berhasil membranding program tersebut saat pandemi COVID-19 masih berlangsung. "Jadi kecuali yang bisa melakukan emphatic marketing,” kata Endy.
Hal senada diungkap Direktur Eksekutif Open Parliament Institute (OPI), Putra Adi Surya. Gagalnya banyak langkah politik untuk menangani pandemi COVID-19 selama 2020 membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pada instrumen demokrasi, yaitu partai politik (parpol) secara besar-besaran yang saat ini berkuasa di eksekutif maupun legislatif.
Putra Adi Surya menilai masyarakat akan mencari alternatif partai politik baru seperti Partai Gelora yang dikenal memiliki ide-ide segar seperti Arah Baru Indonesia menjadikan kekuatan lima besar dunia sejajar dengan Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia dan China. "Akan dicari saluran alternatif partai politik baru yang segar dan punya ide besar. Jika tidak ketemu, jalan revolutif," ujar Putra.
Dia menilai alih-alih menggunakan kontrol ketat kepada eskekutif untuk mengatasi pandemi, representasi politik rakyat yaitu parlemen telah mengambil keputusan-keputusan yang tak berpihak pada rakyat.
Belakangan, kasus dua menteri ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus korupsi dari dua partai besar yang tengah berkuasa juga membuat publik makin hilang kepercayaan pada eksekutif. (Baca juga:Prabowo-Sandi Masuk Kabinet, Tak Ada Lawan Abadi dalam Politik)
"Hak budgeting DPR telah dirampas eksekutif. RAPBN 2021 yang disusun Presiden menggunakan asumsi keadaan negara pulih tahun depan, padahal menurut banyak kajian, masalah akibat virus ini akan berumur lebih lama dibanding yang kita duga," pungkasnya.
"270 pilkada usai, reshuffle kabinet juga selesai. Tapi masyarakat masih terbelit masalah sosial dan ekonomi gara-gara pandemi maka 'political hard selling' (strategi pemasaran politik, red) tidak laku di 2021," ujar Endy Kurniawan. (Baca juga: Politikus PDIP Harap Penunjukkan Sandi Tak Sekadar Merangkul Lawan Tanding)
Dia menilai 'mesin baca profil publik' dalam setahun terakhir masyarakat Indonesia menampilkan wajah kesedihan, kemarahan dan antisipatif. "Setelah vaksin datang, muncul respons kewaspadaan. Artinya terjadi bandul ‘mood’ masyarakat, kondisinya labil," imbuhnya.
Sebagai akibat, program partai politik akan dianggap sepi dan tidak laku apabila dijual publik atau masyarakat meski sedemikian rupa agar terkesan menarik. Kecuali apabila partai tersebut berhasil membranding program tersebut saat pandemi COVID-19 masih berlangsung. "Jadi kecuali yang bisa melakukan emphatic marketing,” kata Endy.
Hal senada diungkap Direktur Eksekutif Open Parliament Institute (OPI), Putra Adi Surya. Gagalnya banyak langkah politik untuk menangani pandemi COVID-19 selama 2020 membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pada instrumen demokrasi, yaitu partai politik (parpol) secara besar-besaran yang saat ini berkuasa di eksekutif maupun legislatif.
Putra Adi Surya menilai masyarakat akan mencari alternatif partai politik baru seperti Partai Gelora yang dikenal memiliki ide-ide segar seperti Arah Baru Indonesia menjadikan kekuatan lima besar dunia sejajar dengan Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia dan China. "Akan dicari saluran alternatif partai politik baru yang segar dan punya ide besar. Jika tidak ketemu, jalan revolutif," ujar Putra.
Dia menilai alih-alih menggunakan kontrol ketat kepada eskekutif untuk mengatasi pandemi, representasi politik rakyat yaitu parlemen telah mengambil keputusan-keputusan yang tak berpihak pada rakyat.
Belakangan, kasus dua menteri ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus korupsi dari dua partai besar yang tengah berkuasa juga membuat publik makin hilang kepercayaan pada eksekutif. (Baca juga:Prabowo-Sandi Masuk Kabinet, Tak Ada Lawan Abadi dalam Politik)
"Hak budgeting DPR telah dirampas eksekutif. RAPBN 2021 yang disusun Presiden menggunakan asumsi keadaan negara pulih tahun depan, padahal menurut banyak kajian, masalah akibat virus ini akan berumur lebih lama dibanding yang kita duga," pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda