Ambil Gambar, Audio, dan Visual di Pengadilan Harus Izin Dinilai Bentuk Penutupan Akses Publik
Senin, 21 Desember 2020 - 17:53 WIB
JAKARTA - Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) mengkritik Mahkamah Agung (MA) yang mengeluarkan aturan pengambilan gambar , audio, dan visual di ruang persidangan harus izin ketua majelis hakim.
Beleid itu tertuang dalam Peraturan MA Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan. Direktur Eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Dio Ashar mengatakan pada sidang yang terbuka untuk umum, maka mengambil foto, audio dan audio-visual adalah bagian dari akses terhadap keadilan dan keterbukaan informasi publik. (Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, MK Tunda Persidangan Empat Perkara)
“Izin dari hakim baru relevan jika para pengunjung sidang, termasuk media massa membawa peralatan atau dengan cara-cara yang pada dasarnya mengganggu tidak hanya persidangan. Akan tetapi, pengadilan secara keseluruhan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (21/12/2020).
Prinsip peradilan terbuka untuk umum itu sesuai dengan Pasal 153 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 13 Undang-undang (UU) Kekuasaan Kehakiman. Proses pengambilan gambar, audio, dan audio-visual baru tertutup dalam perkara kesusilaan atau anak.
Dio mengatakan jika aturan ini diberlakukan, MA harus menjamin setiap pengadilan wajib mengeluarkan materi mengenai persidangan, baik dalam bentuk foto, audio, dan rekaman visual. Semua itu harus bisa diakses oleh masyarakat secara bebas dan aktual.
“Sekadar melarang tanpa mewajibkan setiap pengadilan mengeluarkan materi terkait persidangan, pandangan kami, hal ini adalah bentukan penutupan akses informasi publik,” tegasnya.
KPP mengingatkan pelarangan ini akan berdampak pada kerja-kerja advokat yang membutuhkan dokumentasi materi persidangan untuk melakukan pembelaan secara maksimal. Secara lebih luas, larangan ini akan berdampak serius terhadap akses keadilan masyarakat. (Baca juga: Kuasa Hukum: Fakta Persidangan Tidak Bisa Ungkap Aliran Suap ke Nurhadi)
Dio menjelaskan pihaknya memahami majelis hakim memerlukan ketenangan dalam menyidangkan suatu perkara. Namun, KPP melihat masih ada cara lain yang dapat diberlakukan untuk dapat mengatur ketertiban di ruang sidang.
Beleid itu tertuang dalam Peraturan MA Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan. Direktur Eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Dio Ashar mengatakan pada sidang yang terbuka untuk umum, maka mengambil foto, audio dan audio-visual adalah bagian dari akses terhadap keadilan dan keterbukaan informasi publik. (Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, MK Tunda Persidangan Empat Perkara)
“Izin dari hakim baru relevan jika para pengunjung sidang, termasuk media massa membawa peralatan atau dengan cara-cara yang pada dasarnya mengganggu tidak hanya persidangan. Akan tetapi, pengadilan secara keseluruhan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (21/12/2020).
Prinsip peradilan terbuka untuk umum itu sesuai dengan Pasal 153 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 13 Undang-undang (UU) Kekuasaan Kehakiman. Proses pengambilan gambar, audio, dan audio-visual baru tertutup dalam perkara kesusilaan atau anak.
Dio mengatakan jika aturan ini diberlakukan, MA harus menjamin setiap pengadilan wajib mengeluarkan materi mengenai persidangan, baik dalam bentuk foto, audio, dan rekaman visual. Semua itu harus bisa diakses oleh masyarakat secara bebas dan aktual.
“Sekadar melarang tanpa mewajibkan setiap pengadilan mengeluarkan materi terkait persidangan, pandangan kami, hal ini adalah bentukan penutupan akses informasi publik,” tegasnya.
KPP mengingatkan pelarangan ini akan berdampak pada kerja-kerja advokat yang membutuhkan dokumentasi materi persidangan untuk melakukan pembelaan secara maksimal. Secara lebih luas, larangan ini akan berdampak serius terhadap akses keadilan masyarakat. (Baca juga: Kuasa Hukum: Fakta Persidangan Tidak Bisa Ungkap Aliran Suap ke Nurhadi)
Dio menjelaskan pihaknya memahami majelis hakim memerlukan ketenangan dalam menyidangkan suatu perkara. Namun, KPP melihat masih ada cara lain yang dapat diberlakukan untuk dapat mengatur ketertiban di ruang sidang.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda