Dinilai Sudah Tak Relevan, Pemerintah Perlu Pikir Ulang Konsep KEK dan FTZ
Kamis, 24 Desember 2020 - 13:02 WIB
"Sebagai contoh industri galangan seharusnya berdekatan dengan pelabuhan dan industri baja sebagai bahan baku. Itu idealnya, dalam kondisi saat ini semestinya diberikan insentif terhadap industri-industri yang saling berkaitan," paparnya.
Sementara jika pemerintah bersikeras mempertahankan konsep KEK maupun FTZ, maka Pemerintah semestinya tegas, apalagi hasil penyelidikan mendalam yang dilakukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dinyatakan bahwa pelaku usaha dari luar negeri telah terbukti mengakibatkan kerugian pada industri dalam negeri.
Di samping itu, lanjutnya, pengenaan Bea Masuk Atas Dumping (BMAD) perlu dilakukan agar tidak merugikan pelaku usaha asing yang telah berinvestasi dan industri dalam negeri serta negara secara terus menerus.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018, disebutkan bahwa dengan belum dikenakannya bea masuk anti dumping oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) terhadap pengeluaran bahan baku dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP), negara berpotensi dirugikan sebesar Rp34 miliar.
Senada dengan Siswono, dalam kesempatan terpisah, Suyono Saputra pengajar Universitas Internasional Batam yang melakukan riset mendalam terhadap strategi manajemen di kawasan perdagangan bebas di Batam, Bintan, dan Karimun menilai, penerapan KEK dan FTZ keliru karena ketidaktegasan pemerintah.
"Penerapan KEK dan FTZ jadi salah arah karena insentif yang seharusnya ditujukan untuk memacu produksi bertujuan ekspor justru bertarung dengan produk lokal sejenis. Itu makanya produsen lokal menjerit," paparnya.
Dalam kasus industri kapal dan galangan, mantan jurnalis media ekonomi terbesar di Indonesia tersebut mendapati ketidaktegasan pemerintah ketika membiarkan bahan baku dan hasil produksi yang ditujukan bagi pasar lokal justru tidak dikenai pajak yang seharusnya.
"Ya wajar jika produsen bahan baku baja dalam negeri hingga industri kapal dan galangan di luar Batam menjerit ketika harus berhadapan dengan industri sejenis di Batam yang mendapat beragam insentif. Kalau mau adil ya pemerintah menerapkan pajak yang benar," pungkasnya.
Sementara jika pemerintah bersikeras mempertahankan konsep KEK maupun FTZ, maka Pemerintah semestinya tegas, apalagi hasil penyelidikan mendalam yang dilakukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dinyatakan bahwa pelaku usaha dari luar negeri telah terbukti mengakibatkan kerugian pada industri dalam negeri.
Di samping itu, lanjutnya, pengenaan Bea Masuk Atas Dumping (BMAD) perlu dilakukan agar tidak merugikan pelaku usaha asing yang telah berinvestasi dan industri dalam negeri serta negara secara terus menerus.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018, disebutkan bahwa dengan belum dikenakannya bea masuk anti dumping oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) terhadap pengeluaran bahan baku dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP), negara berpotensi dirugikan sebesar Rp34 miliar.
Senada dengan Siswono, dalam kesempatan terpisah, Suyono Saputra pengajar Universitas Internasional Batam yang melakukan riset mendalam terhadap strategi manajemen di kawasan perdagangan bebas di Batam, Bintan, dan Karimun menilai, penerapan KEK dan FTZ keliru karena ketidaktegasan pemerintah.
"Penerapan KEK dan FTZ jadi salah arah karena insentif yang seharusnya ditujukan untuk memacu produksi bertujuan ekspor justru bertarung dengan produk lokal sejenis. Itu makanya produsen lokal menjerit," paparnya.
Dalam kasus industri kapal dan galangan, mantan jurnalis media ekonomi terbesar di Indonesia tersebut mendapati ketidaktegasan pemerintah ketika membiarkan bahan baku dan hasil produksi yang ditujukan bagi pasar lokal justru tidak dikenai pajak yang seharusnya.
"Ya wajar jika produsen bahan baku baja dalam negeri hingga industri kapal dan galangan di luar Batam menjerit ketika harus berhadapan dengan industri sejenis di Batam yang mendapat beragam insentif. Kalau mau adil ya pemerintah menerapkan pajak yang benar," pungkasnya.
(maf)
tulis komentar anda