Plastik Biodegradable Gagal Menjadi Solusi Masalah Lingkungan
Sabtu, 19 Desember 2020 - 06:40 WIB
BEIJING - Plastik biodegradable yang diklaim dapat terurai dalam waktu singkat tidak menunjukkan hasil sesuai ekspektasi. Plastik dari bahan mentah terbarukan itu gagal menyelesaikan krisis limbah plastik dan tetap mengancam kelestarian lingkungan .
Plastik biodegradable tidak dapat terurai di alam bebas setidaknya dalam tiga tahun. Akibatnya, limbah plastik biodegradable tetap menumpuk di darat dan mengapung di lautan dalam waktu lama. Ironisnya, kebutuhan konsumen akan plastik jauh lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan waktu penguraian sampah. Selain itu, plastik biodegradable tidak terurai secara sempurna, melainkan menjadi serpihan mikroplastik yang membahayakan biota dan manusia.
Peneliti plastik Asia Timur dari Greenpeace, Dr Molly Zhongnan Jia, mengatakan sistem daur ulang dan pengurangan penggunaan plastik masih menjadi solusi paling realistis. "Maraton produksi plastik bioderadable harus dihentikan," tegas Jia, dikutip BBC. "Kita semua perlu memperhatikan dampak dan risiko yang mungkin ditimbulkan dari material tersebut. Kita harus memastikan menanamkan investasi dalam program yang tepat dan benar-benar mengurangi limbah plastik," imbuhnya. ( )
Plastik biodegradable mulai diproduksi massal dan digunakan di berbagai negara di dunia, mulai dari kawasan Asia, Afrika, Eropa, hingga Amerika pada abad ke-20 sebagai alternatif dari plastik konvensional. Maklum, limbah plastik konvensional yang sulit terurai telah mencemari dan merusak lingkungan.
China merupakan negara yang semangat memproduksi plastik biodegradable secara masif setelah Presiden Xi Jinping menekankan pentingnya pengurangan limbah plastik. Sebab, China dianggap sebagai salah satu negara pembuang sampah plastik terbesar di dunia. Jumlahnya mencapai berjuta-juta ton per tahun.
Jinping meminta pihak industri dan masyarakat China untuk tidak menggunakan plastik sekali pakai yang sulit terurai. Berdasarkan data Greenpeace, sedikitnya 36 perusahaan di China telah atau berencana membangun fasilitas manufaktur plastik biodegradable dengan kapasitas produksi mencapai 4,4 juta ton per tahun.
Dengan tren itu, China akan membuang sekitar 5 juta ton sampah plastik biodegradable per tahun pada 2025 atau saat larangan penggunaan plastik konvensional berlaku secara penuh. Plastik biodegradable dapat terurai secara lebih cepat hanya dalam enam bulan jika diolah di fasilitas khusus dengan suhu tinggi. ( )
Jika dibuang di alam bebas, plastik biodegradable hanya dapat terurai paling cepat dalam tiga tahun tapi tetap mengeluarkan karbon. Dengan tidak adanya infrastruktur yang memadai untuk mengolah sampah plastik biodegradable , China juga akan menghadapi tantangan baru yang menimbulkan dampak negatif.
Sama seperti limbah plastik konvensional, limbah plastik biodegradable tidak memiliki sistem pengelolaan yang jelas dan efektif. Akibatnya, plastik biodegradable tetap menumpuk di tempat sampah tanpa diproses lebih lanjut. Hal ini mencemaskan karena produksi plastik biodegrdable sangat cepat dan besar.
Plastik biodegradable tidak dapat terurai di alam bebas setidaknya dalam tiga tahun. Akibatnya, limbah plastik biodegradable tetap menumpuk di darat dan mengapung di lautan dalam waktu lama. Ironisnya, kebutuhan konsumen akan plastik jauh lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan waktu penguraian sampah. Selain itu, plastik biodegradable tidak terurai secara sempurna, melainkan menjadi serpihan mikroplastik yang membahayakan biota dan manusia.
Peneliti plastik Asia Timur dari Greenpeace, Dr Molly Zhongnan Jia, mengatakan sistem daur ulang dan pengurangan penggunaan plastik masih menjadi solusi paling realistis. "Maraton produksi plastik bioderadable harus dihentikan," tegas Jia, dikutip BBC. "Kita semua perlu memperhatikan dampak dan risiko yang mungkin ditimbulkan dari material tersebut. Kita harus memastikan menanamkan investasi dalam program yang tepat dan benar-benar mengurangi limbah plastik," imbuhnya. ( )
Plastik biodegradable mulai diproduksi massal dan digunakan di berbagai negara di dunia, mulai dari kawasan Asia, Afrika, Eropa, hingga Amerika pada abad ke-20 sebagai alternatif dari plastik konvensional. Maklum, limbah plastik konvensional yang sulit terurai telah mencemari dan merusak lingkungan.
China merupakan negara yang semangat memproduksi plastik biodegradable secara masif setelah Presiden Xi Jinping menekankan pentingnya pengurangan limbah plastik. Sebab, China dianggap sebagai salah satu negara pembuang sampah plastik terbesar di dunia. Jumlahnya mencapai berjuta-juta ton per tahun.
Jinping meminta pihak industri dan masyarakat China untuk tidak menggunakan plastik sekali pakai yang sulit terurai. Berdasarkan data Greenpeace, sedikitnya 36 perusahaan di China telah atau berencana membangun fasilitas manufaktur plastik biodegradable dengan kapasitas produksi mencapai 4,4 juta ton per tahun.
Dengan tren itu, China akan membuang sekitar 5 juta ton sampah plastik biodegradable per tahun pada 2025 atau saat larangan penggunaan plastik konvensional berlaku secara penuh. Plastik biodegradable dapat terurai secara lebih cepat hanya dalam enam bulan jika diolah di fasilitas khusus dengan suhu tinggi. ( )
Jika dibuang di alam bebas, plastik biodegradable hanya dapat terurai paling cepat dalam tiga tahun tapi tetap mengeluarkan karbon. Dengan tidak adanya infrastruktur yang memadai untuk mengolah sampah plastik biodegradable , China juga akan menghadapi tantangan baru yang menimbulkan dampak negatif.
Sama seperti limbah plastik konvensional, limbah plastik biodegradable tidak memiliki sistem pengelolaan yang jelas dan efektif. Akibatnya, plastik biodegradable tetap menumpuk di tempat sampah tanpa diproses lebih lanjut. Hal ini mencemaskan karena produksi plastik biodegrdable sangat cepat dan besar.
tulis komentar anda