Iuran BPJS Kembali Dinaikkan, Komisi IX Sebut Negara Digarap Asal-asalan
Rabu, 13 Mei 2020 - 17:46 WIB
JAKARTA - Pemerintah memutuskan untuk menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri atau pekerja bukan penerima umah (PBPU) dan bukan pekerja (BP). Keputusan itu diambil dengan keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan Kedua atsa Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Padahal, sebelumnya pada Maret 2020 lalu, Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Perpres Nomor 75.
Anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini mengatakan, kebijakan ini jelas sangat meresahkan bahkan membuat marah masyarakat. "Jangan begitu dulu lah, kondisi negara lagi begini. Saya yakin enggak hanya satu dua orang yang punya komentar yang sama. Jangan dibikin pusing lagi. Ini kemarin tentang kebijakan yang berubah-ubah yang tidak konsisten bikin pusing, ini ada informasi (kenaikan tarif BPJS) ini benar-benar menurunkan imunitas masyarakat. Jelas, pasti masyarakat akan panik, bingung," ungkap Anggia dihubungi SINDOnews, Rabu (13/5/2020). (Baca juga: Perpres 64/2020 Diteken, Ini Rincian Kenaikan Iuran BPJS Per 1 Juli 2020)
Politikus PKB ini meminta pemerintah mencari solusi terbaik dalam setiap kebijakan yang diambil. Menurut Anggia, ketika MA mengabulkan untuk tidak menaikkan iuran BPJS, semua pihak senang, termasuk anggota Komisi IX DPR yang memang menolak keras kenaikan iuran BPJS Kesehatan sejak awal. Meskipun fakta yang terjadi di lapangan beragam, ada yang sudah kembali diturunkan, ada pula yang belum. "Tapi ada beberapa informasi yang menyenangkan bahwa ketika untuk iuran Januari dan Februari itu bayarnya sudah yang naik, bulan berikutnya (Maret) tidak perlu bayar karena sudah terbayarkan dari selisih kenaikan yang dibayar sebelumnya," urainya.
Dikatakan Anggia, kebijakan ini jelas membuat rakyat semakin pusing. Apalagi saat ini kurva penderita COVID-19 belum menunjukkan ada tanda-tanda penurunan, namun pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan baru yang menambah beban masyarakat. "Mbok Pakde (Presiden Jokowi) ini nanti dulu tho (kenaikan iuran BPJS). Ya janganlah berpikiran itu, biarkan rakyat ini punya kekuatan untuk bisa melawan Corona ini dengan baik. Kita tahu persis dampaknya gak hanya kesehatan, ekonomi jelas kita sangat terdampak. Kalau dinaikkan, jelas semakin panik lagi masyarakat. Harusnya negara bisa ngecakne (menyesuaikan) lah seharusnya bagaimana," tutur Ketua Umum PP Fatayat NU ini. (Baca juga: Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Pemerintah Dinilai Abaikan Putusan MA)
Menurut Anggia, kebijakan yang diambil pemerintah ini menunjukkan negara tidak sedang dikelola dengan cara yang baik. "Ini gak proper, cara menggarap negara itu enggak proper, enggak dipikirkan bahwa kan setiap kalimat itu pasti berpengaruh dalam situasi kayak gini. Ini kayak bom, udah langsung 'deesss...' Sudah langsung turunlah 50% imun masyarakat ini. Berdamai dengan COVID-19 itu maksudnya apa? Apakah ini bagian dari berdamai itu? Wes embuh lah..," ungkapnya.
Dikatakan Anggia, belum lama ini Komisi IX DPR juga mendapatkan adanya wacana bahwa kenaikan iuran untuk kelas III Mandiri dari sebelumnya Rp25.500 menjadi Rp42.000 diambilkan dari dana penalangan COVID-19. "Ini yang kita pertanyakan, meskipun Kemenkes juga tak setuju untuk itu. Tetapi ini membuat kita, aduh negara ini mau dibikin seperti apa? Kan kita mintanya yang dibayarkan negara itu Rp16.500, tapi ini malah mau diambilkan dari anggaran Corona dan itu semua Rp42.000. Meskipun Kemenkes belum setuju, tapi kita gempur di Komisi IX tak setuju," katanya.
Anggia mengaku sudah tidak memiliki kata-kata lagi untuk merespons kebijakan pemerintah untuk kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19 ini. "Jadi emosi saya. Ya Allah... Mbok jangan bikin begitu. Saya gak punya kata-kata lagi, kok bisa cara berpikirnya seperti itu, gimana di saat-saat begini, saya juga kaget kok bisa. Haduuuh.. Saya dekat berbuka puasa jadi lemes. Kenapa sih begitu, gak bijak. Ini aduh..., mbok pelan-pelan. Apa, entalah yang terpikirkan," ungkapnya.
menurutnya, di bulan Ramadhan yang bertepatan dengan pandemi Corona, seyogyanya pemerintah bisa lebih bijaksana dalam mengambil setiap kebijakan. "Ini membuat imun masyarakat turun, sudah stres mendengarkan semua langsung drop. Wes embuh iku. Sebenarnya Ramadhan ini harusnya dipakai buat lebih maksimal beribadah memikirkan warga dengan baik, beribadah itu tak hanya ngaji, salat tarawih banyak, tapi bagaimana memikirkan masyarakat dengan baik. Ini negara digarap tidak proper, asal-asalan, sak karepe dewe (semaunya sendiri). Ini ngomong begini, tiba-tiba ini begini. I have no word, ini maksudnya apa?" ungkapnya. abdul rochim
Anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini mengatakan, kebijakan ini jelas sangat meresahkan bahkan membuat marah masyarakat. "Jangan begitu dulu lah, kondisi negara lagi begini. Saya yakin enggak hanya satu dua orang yang punya komentar yang sama. Jangan dibikin pusing lagi. Ini kemarin tentang kebijakan yang berubah-ubah yang tidak konsisten bikin pusing, ini ada informasi (kenaikan tarif BPJS) ini benar-benar menurunkan imunitas masyarakat. Jelas, pasti masyarakat akan panik, bingung," ungkap Anggia dihubungi SINDOnews, Rabu (13/5/2020). (Baca juga: Perpres 64/2020 Diteken, Ini Rincian Kenaikan Iuran BPJS Per 1 Juli 2020)
Politikus PKB ini meminta pemerintah mencari solusi terbaik dalam setiap kebijakan yang diambil. Menurut Anggia, ketika MA mengabulkan untuk tidak menaikkan iuran BPJS, semua pihak senang, termasuk anggota Komisi IX DPR yang memang menolak keras kenaikan iuran BPJS Kesehatan sejak awal. Meskipun fakta yang terjadi di lapangan beragam, ada yang sudah kembali diturunkan, ada pula yang belum. "Tapi ada beberapa informasi yang menyenangkan bahwa ketika untuk iuran Januari dan Februari itu bayarnya sudah yang naik, bulan berikutnya (Maret) tidak perlu bayar karena sudah terbayarkan dari selisih kenaikan yang dibayar sebelumnya," urainya.
Dikatakan Anggia, kebijakan ini jelas membuat rakyat semakin pusing. Apalagi saat ini kurva penderita COVID-19 belum menunjukkan ada tanda-tanda penurunan, namun pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan baru yang menambah beban masyarakat. "Mbok Pakde (Presiden Jokowi) ini nanti dulu tho (kenaikan iuran BPJS). Ya janganlah berpikiran itu, biarkan rakyat ini punya kekuatan untuk bisa melawan Corona ini dengan baik. Kita tahu persis dampaknya gak hanya kesehatan, ekonomi jelas kita sangat terdampak. Kalau dinaikkan, jelas semakin panik lagi masyarakat. Harusnya negara bisa ngecakne (menyesuaikan) lah seharusnya bagaimana," tutur Ketua Umum PP Fatayat NU ini. (Baca juga: Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Pemerintah Dinilai Abaikan Putusan MA)
Menurut Anggia, kebijakan yang diambil pemerintah ini menunjukkan negara tidak sedang dikelola dengan cara yang baik. "Ini gak proper, cara menggarap negara itu enggak proper, enggak dipikirkan bahwa kan setiap kalimat itu pasti berpengaruh dalam situasi kayak gini. Ini kayak bom, udah langsung 'deesss...' Sudah langsung turunlah 50% imun masyarakat ini. Berdamai dengan COVID-19 itu maksudnya apa? Apakah ini bagian dari berdamai itu? Wes embuh lah..," ungkapnya.
Dikatakan Anggia, belum lama ini Komisi IX DPR juga mendapatkan adanya wacana bahwa kenaikan iuran untuk kelas III Mandiri dari sebelumnya Rp25.500 menjadi Rp42.000 diambilkan dari dana penalangan COVID-19. "Ini yang kita pertanyakan, meskipun Kemenkes juga tak setuju untuk itu. Tetapi ini membuat kita, aduh negara ini mau dibikin seperti apa? Kan kita mintanya yang dibayarkan negara itu Rp16.500, tapi ini malah mau diambilkan dari anggaran Corona dan itu semua Rp42.000. Meskipun Kemenkes belum setuju, tapi kita gempur di Komisi IX tak setuju," katanya.
Anggia mengaku sudah tidak memiliki kata-kata lagi untuk merespons kebijakan pemerintah untuk kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19 ini. "Jadi emosi saya. Ya Allah... Mbok jangan bikin begitu. Saya gak punya kata-kata lagi, kok bisa cara berpikirnya seperti itu, gimana di saat-saat begini, saya juga kaget kok bisa. Haduuuh.. Saya dekat berbuka puasa jadi lemes. Kenapa sih begitu, gak bijak. Ini aduh..., mbok pelan-pelan. Apa, entalah yang terpikirkan," ungkapnya.
menurutnya, di bulan Ramadhan yang bertepatan dengan pandemi Corona, seyogyanya pemerintah bisa lebih bijaksana dalam mengambil setiap kebijakan. "Ini membuat imun masyarakat turun, sudah stres mendengarkan semua langsung drop. Wes embuh iku. Sebenarnya Ramadhan ini harusnya dipakai buat lebih maksimal beribadah memikirkan warga dengan baik, beribadah itu tak hanya ngaji, salat tarawih banyak, tapi bagaimana memikirkan masyarakat dengan baik. Ini negara digarap tidak proper, asal-asalan, sak karepe dewe (semaunya sendiri). Ini ngomong begini, tiba-tiba ini begini. I have no word, ini maksudnya apa?" ungkapnya. abdul rochim
(cip)
tulis komentar anda