Kenali Jenis Mobilitas yang Mendatangkan Risiko Penularan Covid-19
Kamis, 17 Desember 2020 - 07:09 WIB
JAKARTA - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengingatkan tingginya mobilitas masyarakat di masa pandemi Covid-19 berisiko tinggi terhadap penularan. Hal tersebut perlu antisipasi jelang libur panjang akhir tahun yang sudah dekat. Karena, kerap dimanfaatkan masyarakat untuk bepergian, baik untuk silaturahmi maupun tujuan berwisata. "Saya mengimbau masyarakat, jika perjalanan tidak mendesak diharapkan tidak melakukannya," kata Wiku.
Masyarakat diharapkan perlu mengenali dengan baik risiko jenis mobilitas dan kegiatan yang dilakukan. Seperti kondisi dengan risiko terendah, yaitu beraktivitas di rumah dan hanya berinteraksi dengan keluarga inti dan melakukan perjalanan singkat dengan kendaraan pribadi dengan keluarga tanpa melakukan pemberhentian selama perjalanan. (Baca: Jelang Akhir Tahun, Kasus Positif Covid-19 di Jakarta Terus Meningkat)
Kondisi lebih berisiko, saat perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama keluarga tanpa melakukan pemberhentian selama perjalanan, jika melakukan interaksi dengan bukan anggota keluarga inti di ruang terbuka dengan mematuhi 3M (Memakai masker, Menjaga jarak, dan Mencuci tangan).
Kondisi lebih tinggi berisiko saat perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama bukan anggota keluarga, perjalanan kereta, atau bus jarak jauh. Lalu, berinteraksi dengan beberapa orang yang bukan keluarga inti di ruang tertutup dengan sebagian besar mematuhi 3M.
Kondisi risiko tertinggi, yaitu penerbangan dengan transit, perjalanan dengan kapal atau perahu dan berinteraksi dengan orang dari beragam sumber di ruangan tertutup dengan ventilasi buruk dengan sebagian kecil mematuhi 3M. (Baca juga: Hadis-hadis Tentang Doa Mustajab)
“Untuk itu, terkait mitigasi risiko mobilitas, pemerintah sedang memfinalisasi kebijakan bagi pelaku perjalanan antarkota yang meliputi persyaratan sampai mekanisme perjalanan dan kembali ke tempat asalnya. Pengambilan kebijakan terkait pelaku perjalanan dilakukan karena selalu ada tren kenaikan kasus setiap ada masa liburan panjang," ujarnya.
Wiku mengingatkan kembali, berdasarkan studi Mu et Al 2020, mengenai dampak mobilitas libur panjang Imlek di China tahun ini, ditemukan bahwa kota yang letaknya lebih dekat dengan pusat epidemik Covid-19 , sekaligus dekat dengan daerah perkotaan padat penduduk akan memiliki risiko kemunculan kasus baru yang lebih tinggi. Lalu, pembatasan mobilitas antarkota, dapat menekan peluang risiko penularan sebesar 70%. Pembatasan mobilitas dalam kota sebesar 40% harus diikuti monitoring dan evaluasi yang baik.
Sementara dari studi Chun Chang et al 2020, mengenai dampak wabah di Taiwan, ditemukan bahwa waktu, durasi, dan tingkat pembatasan perjalanan memiliki andil dalam menentukan besar jumlah kasus. (Baca juga: Tujuh Buku Biografi yang DIrekomendasikan Najwa Shihab)
"Selain itu, sudah jelas berdasarkan data, kita sudah sama-sama mempelajari bahwa setiap liburan yang meningkatkan mobilitas penduduk akan mengakibatkan lonjakan kasus pada dua hingga empat pekan setelahnya," ujar Wiku.
Masyarakat diharapkan perlu mengenali dengan baik risiko jenis mobilitas dan kegiatan yang dilakukan. Seperti kondisi dengan risiko terendah, yaitu beraktivitas di rumah dan hanya berinteraksi dengan keluarga inti dan melakukan perjalanan singkat dengan kendaraan pribadi dengan keluarga tanpa melakukan pemberhentian selama perjalanan. (Baca: Jelang Akhir Tahun, Kasus Positif Covid-19 di Jakarta Terus Meningkat)
Kondisi lebih berisiko, saat perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama keluarga tanpa melakukan pemberhentian selama perjalanan, jika melakukan interaksi dengan bukan anggota keluarga inti di ruang terbuka dengan mematuhi 3M (Memakai masker, Menjaga jarak, dan Mencuci tangan).
Kondisi lebih tinggi berisiko saat perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama bukan anggota keluarga, perjalanan kereta, atau bus jarak jauh. Lalu, berinteraksi dengan beberapa orang yang bukan keluarga inti di ruang tertutup dengan sebagian besar mematuhi 3M.
Kondisi risiko tertinggi, yaitu penerbangan dengan transit, perjalanan dengan kapal atau perahu dan berinteraksi dengan orang dari beragam sumber di ruangan tertutup dengan ventilasi buruk dengan sebagian kecil mematuhi 3M. (Baca juga: Hadis-hadis Tentang Doa Mustajab)
“Untuk itu, terkait mitigasi risiko mobilitas, pemerintah sedang memfinalisasi kebijakan bagi pelaku perjalanan antarkota yang meliputi persyaratan sampai mekanisme perjalanan dan kembali ke tempat asalnya. Pengambilan kebijakan terkait pelaku perjalanan dilakukan karena selalu ada tren kenaikan kasus setiap ada masa liburan panjang," ujarnya.
Wiku mengingatkan kembali, berdasarkan studi Mu et Al 2020, mengenai dampak mobilitas libur panjang Imlek di China tahun ini, ditemukan bahwa kota yang letaknya lebih dekat dengan pusat epidemik Covid-19 , sekaligus dekat dengan daerah perkotaan padat penduduk akan memiliki risiko kemunculan kasus baru yang lebih tinggi. Lalu, pembatasan mobilitas antarkota, dapat menekan peluang risiko penularan sebesar 70%. Pembatasan mobilitas dalam kota sebesar 40% harus diikuti monitoring dan evaluasi yang baik.
Sementara dari studi Chun Chang et al 2020, mengenai dampak wabah di Taiwan, ditemukan bahwa waktu, durasi, dan tingkat pembatasan perjalanan memiliki andil dalam menentukan besar jumlah kasus. (Baca juga: Tujuh Buku Biografi yang DIrekomendasikan Najwa Shihab)
"Selain itu, sudah jelas berdasarkan data, kita sudah sama-sama mempelajari bahwa setiap liburan yang meningkatkan mobilitas penduduk akan mengakibatkan lonjakan kasus pada dua hingga empat pekan setelahnya," ujar Wiku.
Lihat Juga :
tulis komentar anda