Pro-Kontra Vaksinasi Covid-19, Begini Tanggapan MUI
Sabtu, 12 Desember 2020 - 14:20 WIB
JAKARTA - Vaksinasi Covid-19 saat ini masih menjadi pro kontra di tengah masyarakat. Banyak setuju tetapi tak sedikit pula yang menolaknya. Salah satu alasannya soal kehalalan yang mash diragukan. Lalu, bagaimana tanggapan Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) menanggapi hal ini?
“Menanggapi pro kontra vaksinasi ini ada dua level yang perlu dilakukan secara proporsional,” ungkap Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Niam Sholeh dalam dialog Polemik MNC Trijaya: Setelah Vaksin Datang, Sabtu (12/12/2020).
(Baca: Waketum MUI Minta Semua Pihak Pelanggar Prokes Juga Ditetapkan Tersangka)
Asrorun mengatakan ada beberapa hal aspek yang perlu dilihat. “Pertama adalah orang yang memang menolak imunisasi sebagai pengobatan. Memang itu tidak hanya di Indonesia tetapi juga ada di luar negeri.”
Nah dalam konteks ini, kata Asrorun, Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa secara khusus. “Vaksin yang digunakan secara preventif itu dibernarkan secara syar’i sepanjang memenuhi ketentuan syariah ya,” tegasnya.
“Yang pertama jenis vaksin, karena dia sebagai tools untuk vaksinasinya maka jenis vaksin harus halal dan aman. Nah ketika tidak aman maka juga tidak diperkenankan. Sebagaimana dengan kehalalannya. Ini dalam kondisi normal,” ungkap Asrorun.
(Baca: Uji Klinis III Vaksin Covid-19, Tak Ada Efek Samping Serius yang Dialami Relawan)
Karena, kata Asrorun, kalau ada vaksin yang haram atau misalnya vaksin yang belum jelas keamanannya yang didahului oleh adanya penelitian ahli, maka vaksin tidak bisa digunakan.
“Artinya dalam dua level ini kalau level memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagaimana pengobatan preventif, ini harus menjadi konsen dan komitmen kita bersama. Sehingga ada penyadaran bahwa hal ini sebagai proses alternatif untuk mencegah penularan wabah ya, dalam hal ini Covid-19,” jelas Asrorun.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Kedua yakni aspek kehalalan. “Ini tidak serta merta ketika ada vaksin namun belum terjamin keamanannya, kemudian melahirkan dampak kesehatan, dampak sosial yang lebih besar itu juga tidak diperkenankan,” tegas Asrorun.
Asrorun menegaskan bahwa dalam konteks kehalalan juga merupakan tanggung jawab negara untuk menjamin hak dasar masyarakat karena dalam konteks hak keyakinan agamanya. “Dan untuk Islam, halal dan haram merupakan separuh dari keyakinan,” tegasnya.
Lihat Juga: Wasekjen MUI Ikhsan Abdullah Apresiasi Putusan MK soal Pilkada: Membuka Kembali Harapan Rakyat
“Menanggapi pro kontra vaksinasi ini ada dua level yang perlu dilakukan secara proporsional,” ungkap Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Niam Sholeh dalam dialog Polemik MNC Trijaya: Setelah Vaksin Datang, Sabtu (12/12/2020).
(Baca: Waketum MUI Minta Semua Pihak Pelanggar Prokes Juga Ditetapkan Tersangka)
Asrorun mengatakan ada beberapa hal aspek yang perlu dilihat. “Pertama adalah orang yang memang menolak imunisasi sebagai pengobatan. Memang itu tidak hanya di Indonesia tetapi juga ada di luar negeri.”
Nah dalam konteks ini, kata Asrorun, Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa secara khusus. “Vaksin yang digunakan secara preventif itu dibernarkan secara syar’i sepanjang memenuhi ketentuan syariah ya,” tegasnya.
“Yang pertama jenis vaksin, karena dia sebagai tools untuk vaksinasinya maka jenis vaksin harus halal dan aman. Nah ketika tidak aman maka juga tidak diperkenankan. Sebagaimana dengan kehalalannya. Ini dalam kondisi normal,” ungkap Asrorun.
(Baca: Uji Klinis III Vaksin Covid-19, Tak Ada Efek Samping Serius yang Dialami Relawan)
Karena, kata Asrorun, kalau ada vaksin yang haram atau misalnya vaksin yang belum jelas keamanannya yang didahului oleh adanya penelitian ahli, maka vaksin tidak bisa digunakan.
“Artinya dalam dua level ini kalau level memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagaimana pengobatan preventif, ini harus menjadi konsen dan komitmen kita bersama. Sehingga ada penyadaran bahwa hal ini sebagai proses alternatif untuk mencegah penularan wabah ya, dalam hal ini Covid-19,” jelas Asrorun.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Kedua yakni aspek kehalalan. “Ini tidak serta merta ketika ada vaksin namun belum terjamin keamanannya, kemudian melahirkan dampak kesehatan, dampak sosial yang lebih besar itu juga tidak diperkenankan,” tegas Asrorun.
Asrorun menegaskan bahwa dalam konteks kehalalan juga merupakan tanggung jawab negara untuk menjamin hak dasar masyarakat karena dalam konteks hak keyakinan agamanya. “Dan untuk Islam, halal dan haram merupakan separuh dari keyakinan,” tegasnya.
Lihat Juga: Wasekjen MUI Ikhsan Abdullah Apresiasi Putusan MK soal Pilkada: Membuka Kembali Harapan Rakyat
(muh)
tulis komentar anda