Kebijakan Terhadap Papua Harus Dievaluasi Total
Rabu, 02 Desember 2020 - 20:40 WIB
Jannus TH Siahaan
Pengamat Pertahanan dan Keamanan
DEKLARASI kemerdekaan Papua Barat oleh Benny Wenda adalah peringatan bagi Istana. Janji dan beberapa kebijakan strategis Jokowi selama ini terhadap Papua, nampaknya oleh kelompok tersebut dianggap tak berarti apa-apa. Deklarasi tersebut seolah memberi pesan bahwa pemerintah sebenarnya telah gagal dalam memperlakukan Papua Barat sebagai bagian dari NKRI, dan hanya mampu menuduh pihak lain, negara lain, atau aktor yang tak tersentuh nan jauh di sana, di forum-forum internasional, sebagai dalangnya.
Bagi Istana, deklarasi Benny Wenda boleh jadi bermakna bahwa beberapa pendekatan lama memang harus dievaluasi, kebijakan-kebijakan basa-basi alias simbolik harus segera dijadikan substantif, agar Papua tak terus-menerus berada di ambang batas emosional nan sensitif. Kerusuhan yang berawal dari perundungan mahasiswa Papua di Jawa Timur beberapa waktu lalu seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah bahwa urusan Papua masih jauh dari kata selesai.
Divestasi Freeport yang sangat digembar-gemborkan, infrastruktur yang katanya sangat masif dibangun di Papua, sampai pada kebijaksanaan para pemimpin yang bersedia untuk merayakan hari besar ini itu di Papua, terbukti tak berarti apa-apa.
Semestinya pemerintah maklum bahwa sejarah panjang Papua yang tak biasa, memerlukan sentuhan yang sangat komprehensif-substantif, yang tidak selesai dengan cara-cara mudah seperti pembesaran alokasi fiskal, peningkatan pembangunan fisik, atau basa-basi kelas teri. Sentuhannya harus berbeda.
Untuk sampai ke situ, pertama pemerintah harus menjadikan persoalan penyelesaian Papua Barat sebagai prioritas terlebih dahulu. Lalu kemudian merumuskan berbagai macam kebijakan dan kebijakan untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat Papua Barat, mulai dari fiskal, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan dan pertahanan
Pengamat Pertahanan dan Keamanan
DEKLARASI kemerdekaan Papua Barat oleh Benny Wenda adalah peringatan bagi Istana. Janji dan beberapa kebijakan strategis Jokowi selama ini terhadap Papua, nampaknya oleh kelompok tersebut dianggap tak berarti apa-apa. Deklarasi tersebut seolah memberi pesan bahwa pemerintah sebenarnya telah gagal dalam memperlakukan Papua Barat sebagai bagian dari NKRI, dan hanya mampu menuduh pihak lain, negara lain, atau aktor yang tak tersentuh nan jauh di sana, di forum-forum internasional, sebagai dalangnya.
Bagi Istana, deklarasi Benny Wenda boleh jadi bermakna bahwa beberapa pendekatan lama memang harus dievaluasi, kebijakan-kebijakan basa-basi alias simbolik harus segera dijadikan substantif, agar Papua tak terus-menerus berada di ambang batas emosional nan sensitif. Kerusuhan yang berawal dari perundungan mahasiswa Papua di Jawa Timur beberapa waktu lalu seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah bahwa urusan Papua masih jauh dari kata selesai.
Divestasi Freeport yang sangat digembar-gemborkan, infrastruktur yang katanya sangat masif dibangun di Papua, sampai pada kebijaksanaan para pemimpin yang bersedia untuk merayakan hari besar ini itu di Papua, terbukti tak berarti apa-apa.
Semestinya pemerintah maklum bahwa sejarah panjang Papua yang tak biasa, memerlukan sentuhan yang sangat komprehensif-substantif, yang tidak selesai dengan cara-cara mudah seperti pembesaran alokasi fiskal, peningkatan pembangunan fisik, atau basa-basi kelas teri. Sentuhannya harus berbeda.
Untuk sampai ke situ, pertama pemerintah harus menjadikan persoalan penyelesaian Papua Barat sebagai prioritas terlebih dahulu. Lalu kemudian merumuskan berbagai macam kebijakan dan kebijakan untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat Papua Barat, mulai dari fiskal, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan dan pertahanan
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda