Netralitas ASN

Rabu, 02 Desember 2020 - 05:30 WIB
Husni Rohman
Husni Rohman

Perencana pada Direktorat Aparatur Negara KemenPPN/Bappenas

KOMISI Aparatur Sipil Negara (KASN) menyebutkan bahwa sampai dengan November 2020 telah terjadi pelanggaran netralitas oleh 812 pegawai ASN. Dari jumlah tersebut, baru 344 ASN yang dijatuhi sanksi.



Pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak akan digelar pada 9 Desember 2020. Pilkada kali ini akan diselenggarakan di 270 daerah, terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 34 kota. Berdasarkan tahapan yang diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), saat ini 739 pasangan calon (paslon) sedang memasuki masa kampanye hingga 5 Desember mendatang.

Masa kampanye yang merupakan salah satu tahapan dalam penyelenggaraan Pilkada 2020, merupakan masa-masa yang sangat rawan dalam hal mobilisasi ASN. Dalam catatan KASN, pada Pilkada Serentak 2018 terjadi 508 kasus pelanggaran netralitas yang melibatkan 978 pegawai ASN. Senada dengan hal tersebut, Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat dalam kurun waktu Januari 2018 hingga Maret 2019 terjadi 990 kasus pelanggaran netralitas, baik yang terkait pilkada, pemilihan legislatif (pileg), maupun pemilihan presiden (pilpres).

Jika dilihat dari aspek regulasi, persoalan netralitas ini sudah diatur cukup tegas dan jelas dalam beberapa peraturan perundangan, mulai level undang-undang hingga Surat Keputusan Bersama (SKB). Setidaknya terdapat dua undang-undang (UU), yaitu UU No 5/2014 tentang ASN yang mengatur tentang asas netralitas dalam manajemen ASN, serta UU No 10/2016 (sudah mengalami beberapa kali perubahan) yang melarang paslon untuk melibatkan ASN serta anggota TNI-Polri. Di level peraturan pemerintah (PP) terdapat PP 42/2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, serta PP 53/2010 tentang Disiplin PNS, di mana dua peraturan tersebut menitikberatkan pada sanksi atas pelanggaran netralitas ASN. Di level operasional, juga telah disusun berbagai aturan mulai dari Surat Edaran (SE) hingga Surat Keputusan Bersama (SKB).

Dari sisi kelembagaan, terdapat lembaga-lembaga pengawas, baik yang tugasnya eksplisit mengawasi isu-isu netralitas ASN, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB), KASN, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), maupun yang secara tidak langsung seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Ombudsman RI. Khusus untuk KASN, lembaga tersebut didedikasikan untuk mewujudkan pegawai ASN yang netral sebagaimana mandat Pasal 28 UU Nomor 5/2014 tentang ASN. KASN merupakan long-awaited institution yang telah dimandatkan pembentukannya sejak penerbitan UU Nomor 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Lembaga-lembaga tersebut pun sudah berkolaborasi untuk mengupayakan langkah-langkah pencegahan pelanggaran netralitas pegawai ASN.

Namun demikian, tampaknya pendekatan legal-rasional untuk mencegah pelanggaran netralitas ASN belum cukup efektif. Hal ini terlihat dari tren pelanggaran netralitas ASN yang makin tinggi dari tahun ke tahun, walaupun instrumen kelembagaan dan regulasi sudah sedemikian kukuh. Rilis terbaru KASN menyebutkan bahwa terkait Pilkada 2020 terdapat 604 pelanggaran netralitas ASN, dan dari jumlah tersebut baru 344 pelanggaran (57%) yang ditindaklanjuti. KASN menduga bahwa rendahnya tingkat tindak lanjut atas pelanggaran tersebut adalah karena adanya konflik kepentingan antara kepala daerah petahana dengan pegawai bersangkutan.

Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik birokrasi kita yang masih dominan dengan nuansa Weberian sehingga memunculkan problem pertanggungjawaban dan akuntabilitas. Dalam konteks birokrasi yang seperti itu, pegawai ASN (public servant) masih dipandang harus bertanggung jawab kepada pejabat politik (democratically elected political leaders). Hal itu dipertegas dengan posisi kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang berwenang melakukan promosi, mutasi, dan demosi terhadap seorang ASN. Situasi ini melahirkan pola relasi patron-client dalam birokrasi yang menyebabkan ketidaknetralan pegawai ASN. Kajian KASN di beberapa kota menemukan fakta bahwa mayoritas penyebab pelanggaran netralitas ASN adalah (i) adanya motif untuk mendapatkan/mempertahankan jabatan/materi/proyek, serta (ii) adanya hubungan kekeluargaan/kekerabatan dengan calon.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More