Sidang Uji Materi UU Ciptaker, KSPSI Harap MK Menangkan Gugatan Pemohon
Rabu, 25 November 2020 - 12:17 WIB
JAKARTA - Sidang Gugatan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (24/11/2020). Dalam sidang pendahuluan, pemohon berharap MK menangkan gugatan yang dilayangkan.
Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Hermanto mengatakan, dalam sidang pendahuluan yang digelar Selasa, 24 November 2020 majelis hakim hanya memberikan saran terhadap salinan permohonan yang diajukan. "Jadi tadi hanya sidang pendahuluan dan lebih banyak mendegarkan saran dari majelis hakim," kata Hermanto saat dihubungi, Rabu (25/11/2020). (Baca juga: UU Cipta Kerja Digugat, MK Mulai Sidangkan Uji Materi Serikat Buruh)
Hermanto menjelaskan, permohonan yang diminta sebenarnya sudah siap semua sesuai saran yang diberikan oleh majelis hakim. Namun, karena agenda sidang pendahuluan hanya mendengarkan saran perbaikan permohonan, pihaknya akan menyerahkan kembali berkas permohonan sebelum 7 Desember mendatang. Hermanto berharap, majelis hakim dapat memenangkan gugatan yang dilayangkan pemohon dan mengembalikan sesuai Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. "Ada beberapa kluster yang kita ajukan. Kluster itu pokok permohonan. Ada BPJS, Tenaga Kerja Asing, pelatihan kerja dan sebagainya. Ada 12 kluster kalau tidak salah," pungkasnya. (Baca juga: Pelajar dan Mahasiswa Gugat Prosedur Pembuatan UU Cipta Kerja)
Sementara itu, salah satu kuasa hukum yang tergabung dalam Tim Hukum Buruh Menggungat Undang-Undang Cipta Kerja, William Yani menuturkan, Para pemohon mengajukan uji materiil Pasal 81, 82, dan 83 UU Ciptaker terhadap UUD 1945, yaitu pada Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7); Pasal 27 ayat (2); Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2); Pasal 28E ayat (3); dan Pasal 28I. Menurut para pemohon, pasal-pasal a aquo pada UU Ciptaker bertentangan dengan UUD 1945.
Secara spesifik para pemohon menguji sejumlah ketentuan dalam UU Cipta kerja masing-masing yakni Pasal 81 angka 3, Pasal 81 angka 4 tenaga kerja asing, Pasal 81 angka 12, angka 13, angka 15, angka 16, dan angka 17 terkait perjanjian kerja waktu tertentu, dan Pasal 81 angka 18, angka 19, dan angka 20 terkait pekerja alih daya atau outsourcing.
Berikutnya, Pasal 81 angka 21 dan angka 22 ihwal rentang waktu kerja, Pasal 81 angka 23 tentang cuti, Pasal 81 angka 24, angka 25, angka 26, angka 27, angka 28, angka 29, angka 30, angka 31, angka 32, angka 33, angka 35, dan angka 36 terkait upah minimum, dan Pasal 81 angka 37,l dan angka 38 tentang pemutusan hubungan kerja.
Para pemohon meminta MK mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan MK berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo. Pemohon juga meminta MK menyatakan para pemohon memiliki kedudukan hukum atau legal standing. "Kami optimistis memenangkan gugatan undang undang Cipta Kerja tersebut. Apabila yang mulia majelis hakim konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," pungkasnya.
Ketua Hakim Panel Konstitusi MK Arief Hidayat menyatakan, pihaknya telah mendengar permohonan yang dibacakan serta telah menerima dan membaca salinan berkas permohonan yang diajukan para pemohon sebelum. Karenanya, hakim konstitusi memberikan nasihat atau masukan agar nanti ada perbaikan permohonan untuk penyempurnaan.
Hakim konstitusi Saldi Isra menegaskan, karena para pemohon sebagian besar merupakan perwakilan dari organisasi maka para pemohon atau organisasi harus berhati-hati dalam menjelaskan kedudukan hukum para pemohon hingga siapa yang bisa merepresentasikan organisasi sesuai dengan AD/ART organisasi di dalam maupun di luar pengadilan. Berikutnya harus juga bisa ditunjukkan pada bagian mana AD/ART menyebutkan representasi tersebut.
"Ditunjuk kira-kira mana anggaran dasar atau anggaran rumah tangga yang menentukan seperti itu dengan menunjuk buktinya. Jadi ini penjelasan yang menjelaskan siapa yang berwenang mewakili organisasi, kemudian di mana itu diatur di dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga organisasi atau badan hukum. Lalu kemudian ditunjuk secara jelas di buktinya itu mana bukti yang menyatakan seperti itu?," ujarnya
Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Hermanto mengatakan, dalam sidang pendahuluan yang digelar Selasa, 24 November 2020 majelis hakim hanya memberikan saran terhadap salinan permohonan yang diajukan. "Jadi tadi hanya sidang pendahuluan dan lebih banyak mendegarkan saran dari majelis hakim," kata Hermanto saat dihubungi, Rabu (25/11/2020). (Baca juga: UU Cipta Kerja Digugat, MK Mulai Sidangkan Uji Materi Serikat Buruh)
Hermanto menjelaskan, permohonan yang diminta sebenarnya sudah siap semua sesuai saran yang diberikan oleh majelis hakim. Namun, karena agenda sidang pendahuluan hanya mendengarkan saran perbaikan permohonan, pihaknya akan menyerahkan kembali berkas permohonan sebelum 7 Desember mendatang. Hermanto berharap, majelis hakim dapat memenangkan gugatan yang dilayangkan pemohon dan mengembalikan sesuai Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. "Ada beberapa kluster yang kita ajukan. Kluster itu pokok permohonan. Ada BPJS, Tenaga Kerja Asing, pelatihan kerja dan sebagainya. Ada 12 kluster kalau tidak salah," pungkasnya. (Baca juga: Pelajar dan Mahasiswa Gugat Prosedur Pembuatan UU Cipta Kerja)
Sementara itu, salah satu kuasa hukum yang tergabung dalam Tim Hukum Buruh Menggungat Undang-Undang Cipta Kerja, William Yani menuturkan, Para pemohon mengajukan uji materiil Pasal 81, 82, dan 83 UU Ciptaker terhadap UUD 1945, yaitu pada Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7); Pasal 27 ayat (2); Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2); Pasal 28E ayat (3); dan Pasal 28I. Menurut para pemohon, pasal-pasal a aquo pada UU Ciptaker bertentangan dengan UUD 1945.
Secara spesifik para pemohon menguji sejumlah ketentuan dalam UU Cipta kerja masing-masing yakni Pasal 81 angka 3, Pasal 81 angka 4 tenaga kerja asing, Pasal 81 angka 12, angka 13, angka 15, angka 16, dan angka 17 terkait perjanjian kerja waktu tertentu, dan Pasal 81 angka 18, angka 19, dan angka 20 terkait pekerja alih daya atau outsourcing.
Berikutnya, Pasal 81 angka 21 dan angka 22 ihwal rentang waktu kerja, Pasal 81 angka 23 tentang cuti, Pasal 81 angka 24, angka 25, angka 26, angka 27, angka 28, angka 29, angka 30, angka 31, angka 32, angka 33, angka 35, dan angka 36 terkait upah minimum, dan Pasal 81 angka 37,l dan angka 38 tentang pemutusan hubungan kerja.
Para pemohon meminta MK mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan MK berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo. Pemohon juga meminta MK menyatakan para pemohon memiliki kedudukan hukum atau legal standing. "Kami optimistis memenangkan gugatan undang undang Cipta Kerja tersebut. Apabila yang mulia majelis hakim konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," pungkasnya.
Ketua Hakim Panel Konstitusi MK Arief Hidayat menyatakan, pihaknya telah mendengar permohonan yang dibacakan serta telah menerima dan membaca salinan berkas permohonan yang diajukan para pemohon sebelum. Karenanya, hakim konstitusi memberikan nasihat atau masukan agar nanti ada perbaikan permohonan untuk penyempurnaan.
Hakim konstitusi Saldi Isra menegaskan, karena para pemohon sebagian besar merupakan perwakilan dari organisasi maka para pemohon atau organisasi harus berhati-hati dalam menjelaskan kedudukan hukum para pemohon hingga siapa yang bisa merepresentasikan organisasi sesuai dengan AD/ART organisasi di dalam maupun di luar pengadilan. Berikutnya harus juga bisa ditunjukkan pada bagian mana AD/ART menyebutkan representasi tersebut.
"Ditunjuk kira-kira mana anggaran dasar atau anggaran rumah tangga yang menentukan seperti itu dengan menunjuk buktinya. Jadi ini penjelasan yang menjelaskan siapa yang berwenang mewakili organisasi, kemudian di mana itu diatur di dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga organisasi atau badan hukum. Lalu kemudian ditunjuk secara jelas di buktinya itu mana bukti yang menyatakan seperti itu?," ujarnya
(cip)
tulis komentar anda