Heboh Instruksi Mendagri, Pakar Hukum Tata Negara Sebut Gubernur Tak Bisa Langsung Dicopot

Jum'at, 20 November 2020 - 16:41 WIB
Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Bivitri Susanti. Foto/Tangkapan layar
JAKARTA - Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) menjadi sorotan sejumlah pihak. Pasalnya, salah satu poin dalam instruksi Mendagri itu adalah sanksi pencopotan kepala daerah bagi yang lalai menegakkan protokol kesehatan (Prokes) Covid-19.

Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Bivitri Susanti mengatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), gubernur tidak bisa langsung dipecat. "Harus ada alasan sesuai UU," ujar Bivitri Susanti kepada SINDOnews, Jumat (20/11/2020).

Karena, kata Bivitri, gubernur dipilih oleh rakyat secara langsung. "Ketentuannya ada di UU Pemda. Alasannya ada di Pasal 78 UU Pemda, itu yang dijabarkan di Instruksi Mendagri," katanya.



Namun, dia mengatakan bahwa yang tidak disebutkan dalam Instruksi Mendagri itu adalah prosedurnya. "Yang ada dalam UU Pemda juga, Pasal 80 dan 81," ungkapnya.

( ).

Dia pun membeberkan pada dasarnya prosedurnya adalah kalau seorang kepala daerah (c.) dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, (d.) tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b, (e.) melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j, dan/atau (f.) melakukan perbuatan tercela, maka pertama-tama DPRD harus membuat keputusan terlebih dahulu dalam rapat paripurna dengan kuorum 3/4 hadir dan 2/3 setuju.

( ).

Kemudian, lanjut dia, keputusan DPRD dibawa ke Mahkamah Agung. Bila dikabulkan Mahkamah Agung, sambung dia, DPRD membawanya ke Presiden kalau gubernur atau wakil gubernur atau menteri kalau bupati, wali kota atau wakil wali kota.

"Tapi bila DPRD tidak inisatif membuat paripurna untuk ambil keputusan, maka Pemerintah Pusat (dalam hal ini Kemdagri) bisa jadi pihak yang mengumpulkan fakta dan membuat argumen, dan membawanya ke MA. Intinya harus ada putusan MA dulu, tidak bisa langsung dicopot," pungkasnya.
(zik)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More