Partai Baru Bermunculan, dari Konflik Elite hingga Romantisme Masa Lalu
Selasa, 17 November 2020 - 14:52 WIB
Tokoh-tokoh yang terlibat dalam Partai Masyumi diantaranya, Ahmad Yani yang juga sebagai Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), MS Kaban yang merupakan salah satu deklarator KAMI dan pernah jadi ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB).
Lalu, sejumlah tokoh yang menghadiri deklarasi Masyumi Reborn itu diantaranya mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua, mantan Staf Khusus Wapres Laode M Kamaludin, pengacara Eggy Sudjana, dan tokoh pergerakan kawakan Sri Bintang Pamungkas.
Pengamat Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam mengungkapkan, munculnya partai-partai baru belakangan ini tentu ada beberapa penyebabnya. "Setidaknya ada tiga penyebab kenapa muncul partai-partai baru dewasa ini," ujar Arif Nurul Imam kepada SINDOnews, Senin 9 November lalu.
( )
Pertama, kata dia, konflik dan fragmentasi politik di partai politik (parpol) yang berujung perpecahan. Dengan demikian yang kalah kemudian membuat Parpol baru. "Fenomena ini bisa kita lihat dari berdirinya Partai Ummat dan Partai Gelora," tutur Arif.
Kedua, lanjut Arif, romantisme sejarah politik berbasis simbol atau identitas. "Lahirnya Partai Masyumi Reborn saya kira tak lepas dari romantisme kejayaan politik Partai Masyumi di zaman Orde Lama. Mereka mencoba mengkapitalisasi sejarah dan ideologi Masyumi untuk mencari dukungan pemilih," tuturnya.
Ketiga, lanjut dia, munculnya partai baru juga bisa dibaca sebagai sekoci politik para tokoh-tokoh yang tak memiliki kendaraan partai politik. "Kekalahan di (internal-red) parpol mau tidak mau harus membangun kendaraan baru untuk mewujudkan target-target politik kekuasaan," ucapnya.
Menurut dia, partai baru di pentas politik tentu tak mudah untuk menjadi partai yang didukung oleh pemilih untuk lolos Senayan atau parliamentary threshold. "Partai baru meski ada peluang untuk lolos namun berat karena antara lain ambang batas yang makin tinggi dalam setiap Pemilu, saat ini 4 persen. Selain faktor kebutuhan logistik, mesin politik, jaringan dan lainnya," lanjut Arif.
Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin mengatakan, konstruksi masyarakat Indonesia yang heterogen atau plural membuat para tokoh menciptakan partai masing-masing.
Begitu juga, kata Ujang, ceruk pemilih muslim yang besar membuat para tokoh Islam membuat atau mendirikan partai berbasis Islam. "Tak aneh dan tak heran muncul Partai Gelora, Partai Ummat dan Partai Masyumi. Itu keniscayaan demokrasi yang membuka ruang kepada siapapun untuk bisa mendirikan partai," ujar Ujang Komarudin kepada SINDOnews dihubungi terpisah.
Lalu, sejumlah tokoh yang menghadiri deklarasi Masyumi Reborn itu diantaranya mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua, mantan Staf Khusus Wapres Laode M Kamaludin, pengacara Eggy Sudjana, dan tokoh pergerakan kawakan Sri Bintang Pamungkas.
Pengamat Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam mengungkapkan, munculnya partai-partai baru belakangan ini tentu ada beberapa penyebabnya. "Setidaknya ada tiga penyebab kenapa muncul partai-partai baru dewasa ini," ujar Arif Nurul Imam kepada SINDOnews, Senin 9 November lalu.
( )
Pertama, kata dia, konflik dan fragmentasi politik di partai politik (parpol) yang berujung perpecahan. Dengan demikian yang kalah kemudian membuat Parpol baru. "Fenomena ini bisa kita lihat dari berdirinya Partai Ummat dan Partai Gelora," tutur Arif.
Kedua, lanjut Arif, romantisme sejarah politik berbasis simbol atau identitas. "Lahirnya Partai Masyumi Reborn saya kira tak lepas dari romantisme kejayaan politik Partai Masyumi di zaman Orde Lama. Mereka mencoba mengkapitalisasi sejarah dan ideologi Masyumi untuk mencari dukungan pemilih," tuturnya.
Ketiga, lanjut dia, munculnya partai baru juga bisa dibaca sebagai sekoci politik para tokoh-tokoh yang tak memiliki kendaraan partai politik. "Kekalahan di (internal-red) parpol mau tidak mau harus membangun kendaraan baru untuk mewujudkan target-target politik kekuasaan," ucapnya.
Menurut dia, partai baru di pentas politik tentu tak mudah untuk menjadi partai yang didukung oleh pemilih untuk lolos Senayan atau parliamentary threshold. "Partai baru meski ada peluang untuk lolos namun berat karena antara lain ambang batas yang makin tinggi dalam setiap Pemilu, saat ini 4 persen. Selain faktor kebutuhan logistik, mesin politik, jaringan dan lainnya," lanjut Arif.
Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin mengatakan, konstruksi masyarakat Indonesia yang heterogen atau plural membuat para tokoh menciptakan partai masing-masing.
Begitu juga, kata Ujang, ceruk pemilih muslim yang besar membuat para tokoh Islam membuat atau mendirikan partai berbasis Islam. "Tak aneh dan tak heran muncul Partai Gelora, Partai Ummat dan Partai Masyumi. Itu keniscayaan demokrasi yang membuka ruang kepada siapapun untuk bisa mendirikan partai," ujar Ujang Komarudin kepada SINDOnews dihubungi terpisah.
tulis komentar anda