Masyumi Reborn dan Jalan Terjal Islam Politik

Selasa, 17 November 2020 - 09:56 WIB
Sementara itu, saluran formal politik umat Islam yang diwakili setidaknya oleh PPP, PKB, PAN, PKS, PBB dan PBR secara umum terus mengalami pasang surut dengan capaian tertinggi di bawah 10% sebagaimana yang diperoleh PKB pada pemilu 2019 yaitu 9,69%. Itupun disertai dengan kerja keras membangun inklusifitas partai politik agar lebih diterima di semua kalangan.

Dalam konteks dinamika elektoral, tren umum yang berkembang selama tiga kali pemilu terakhir adalah semakin eksklusif platform ideologi partai politik, maka semakin sulit berkembang menjadi partai besar. Inilah tantangan Masyumi ke depan jika ingin survive dan memenangkan kompetisi politik nasional. Supremasi elektoral yang hanya berlangsung dalam satu kali putaran pemilu pada 1955, sangat sulit direproduksi jika Masyumi tidak jeli melihat konfigurasi politik yang ada saat ini.

Kedua, Masyumi mengalami defisit kader muda yang cukup tinggi. Salah satu kunci penting survivalitas partai politik adalah tersedianya infrastruktur sumber daya manusia yang bisa menggerakkan seluruh sumber daya partai secara maksimal. Saat ini, Masyumi lebih didominasi kalangan tua, sementara tantangan zaman lebih kompleks seiring perkembangan teknologi informasi.

Defisit kader muda berkorelasi terhadap kemampuan partai dalam mengorganisasikan sumber daya politik dan ekonomi yang ada agar lebih manageable. Masyumi mampu menunjukkan supremasi elektoralnya pada pemilu 1955 karena memilki sejumlah kader muda progresif seperti Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, dan Mohammad Roem yang mampu mengimbangi ritme politikus konservatif (meminjam istilah Kahin) seperti Sukiman.

Karena keluwesan berpolitiknya, Guru Besar Cornell University George McTurnan Kahin dalam Nationalism and Revolution in Indonesia (1952) bahkan menyebut Natsir sebagai “the last giant among the indonesia’s nationalist and revolutionary political leaders.”.

Ketiga, segmen pasar pemilih dalam pemilu terakhir dibanjiri dengan kalangan muda. Jumlah pemilih milenial mencapai 30-40% atau lebih dari 42 juta jiwa pada Pemilu 2019. Secara umum, segmen pemilih milenial memiliki karakteristik yang jauh berbeda dengan kalangan tua. Tiga ciri penting dari karakteristik milenial adalah creative, confidence dan connected.

Karakter-kreatif melekat pada perilaku milenial yang lebih menyukai tantangan-tantangan baru, termasuk dalam preferensi pekerjaan. Karakter confidence menandai kepercayaan diri yang tinggi kelompok milenial dengan cara pandang optimisme dan interaksinya yang intens dalam berbagai dialektika dan perdebatan-perdebatan di ruang publik virtual.

Terhadap fenomena politik, pada titik tertentu, milenial tampak tidak risih lagi berdebat atau mengekspresikan kemerdekaan berpikir dan partisipasi politiknya meski hanya melalui media sosial.

Sementara itu, karakter connected dicirikan dengan perilaku milenial yang selalu terhubung dengan perangkat teknologi informasi (gadget) sebagai sumber literasi dalam semua dimensi kehidupan.

Di ranah politik, yang cukup menarik adalah karakter detailed kelompok milenial. Karakter ini merefleksikan kecenderungan milenial urban yang menaruh perhatian ekstra, bukan pada narasi-narasi besar yang substantif, tapi pada narasi-narasi kecil seperti gaya rambut politikus, merek sepatu, jam tangan dan pakaian politikus, atau bahkan sisi-sisi privat seperti kehidupan keluarga politisi. Karakter milenial urban yang menaruh perhatian lebih pada narasi-narasi kecil tentu membutuhkan kepiawaian politik untuk mengelolanya. Inilah yang harus diperhatikan Masyumi.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More