ICJR: Pelaku Video Syur untuk Dokumen Pribadi Tidak Bisa Dipidana
Selasa, 10 November 2020 - 15:04 WIB
JAKARTA - Jagat dunia maya pada 7-8 November lalu dihebohkan dengan beredarnya video pornografi yang diduga melibatkan selebritas, Gisella Anastasia atau populer dipanggil Gisel. Sekelompok advokat sudah melaporkan penyebaran video itu ke Polda Metro Jaya.
Saat ini, pengusutan menyasar pada penyebar video itu. Namun, ada beberapa suara yang menginginkan pelaku dalam video ikut dihukum. Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mengatakan siapa pun yang berada dalam video tersebut dan tidak menghendaki penyebaran kepada publik tidak dapat dipidana.
Alasan pertama, terdapat batasan penting dalam Undang-Undang (UU) Pornografi, yakni orang yang membuat pornografi tidak dapat dipidana jika dilakukan untuk kepentingan pribadi. Maidina menerangkan dalam risalah pembahasan UU Pornografi disebutkan perbuatan kriminal adalah pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di ruang publik. ( )
"Maka, selama konten tersebut untuk kepentingan pribadi, ketentuan hukum dan konstitusi di Indonesia melindungi hak tersebut," katanya dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Selasa (10/11/2020).
Alasan kedua, pengaturan pada Pasal 27 ayat 1 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) memiliki tujuan untuk mencegah penyebaran konten yang melanggar kesusilaan di ranah publik digital. Menurut Maidini, pasal ini berkaitan dengan Pasal 282 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambar, atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan.
"Batasan untuk dapat dijerat pasal ini bahwa konteksnya harus benar-benar ditujukan kepada publik. Harus juga diketahui oleh pelaku sebagai konten melanggar kesusilaan. Pembuatan konten ataupun korespondensi pribadi sama sekali tidak dapat dijerat Pasal 27 ayat 1," kata Maidina. ( )
ICJR meminta aparat penegak hukum untuk kritis, paham ketentuan hukum, dan mendasarkan tindakannya pada penghormatan hak korban. Maidina menyatakan orang yang diduga mirip dalam video tersebut harus dinilai sebagai korban dan mengalami kerugian atas peristiwa tersebut.
"Maka, terhadapnya harus ada upaya perlindungan. Yang pertama bisa dilakukan kepolisian adalah mencegah penyebarannya (konten) dari semua ranah digital," katanya.
Saat ini, pengusutan menyasar pada penyebar video itu. Namun, ada beberapa suara yang menginginkan pelaku dalam video ikut dihukum. Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mengatakan siapa pun yang berada dalam video tersebut dan tidak menghendaki penyebaran kepada publik tidak dapat dipidana.
Alasan pertama, terdapat batasan penting dalam Undang-Undang (UU) Pornografi, yakni orang yang membuat pornografi tidak dapat dipidana jika dilakukan untuk kepentingan pribadi. Maidina menerangkan dalam risalah pembahasan UU Pornografi disebutkan perbuatan kriminal adalah pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di ruang publik. ( )
"Maka, selama konten tersebut untuk kepentingan pribadi, ketentuan hukum dan konstitusi di Indonesia melindungi hak tersebut," katanya dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Selasa (10/11/2020).
Alasan kedua, pengaturan pada Pasal 27 ayat 1 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) memiliki tujuan untuk mencegah penyebaran konten yang melanggar kesusilaan di ranah publik digital. Menurut Maidini, pasal ini berkaitan dengan Pasal 282 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambar, atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan.
"Batasan untuk dapat dijerat pasal ini bahwa konteksnya harus benar-benar ditujukan kepada publik. Harus juga diketahui oleh pelaku sebagai konten melanggar kesusilaan. Pembuatan konten ataupun korespondensi pribadi sama sekali tidak dapat dijerat Pasal 27 ayat 1," kata Maidina. ( )
ICJR meminta aparat penegak hukum untuk kritis, paham ketentuan hukum, dan mendasarkan tindakannya pada penghormatan hak korban. Maidina menyatakan orang yang diduga mirip dalam video tersebut harus dinilai sebagai korban dan mengalami kerugian atas peristiwa tersebut.
"Maka, terhadapnya harus ada upaya perlindungan. Yang pertama bisa dilakukan kepolisian adalah mencegah penyebarannya (konten) dari semua ranah digital," katanya.
(abd)
tulis komentar anda