Aktivitas Sosial dan Ekonomi Dibuka, Pakar Epidemiologi: Yang Menentukan Bukan Ekonom
Sabtu, 09 Mei 2020 - 15:33 WIB
JAKARTA - Tengah pekan ini bergulir wacana pelonggaran dan pembukaan aktivitas ekonomi. Bahkan, Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian membuat kajian akan membuka sektor industri pada awal Juni 2020.
Ini tentu menimbulkan kekhawatiran di masyarakat karena jumlah orang yang terpapar COVID-19 setiap harinya terus meningkat. Dua hari terakhir, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mengumumkan ada penambahan kasus 338 dan 336 orang positif COVID-19.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan masyarakat harus berdamai dengan virus Corona. Di sisi lain, virus Sars Cov-II telah menyebabkan kematian 943 orang di Indonesia dan 269.729 orang di dunia. Bahkan, ada yang berspekulasi jika pembukaan aktivitas ini akan mengarah pada herd immunity atau kekebalan kelompok.
Namun, hal itu dibantah Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono. “Enggak. Karena (kalau) keluar enggak pakai apa-apa memang disuruh terinfeksi. Tapi ini harus pakai alat pelindung diri, seperti masker, dan jaga jarak, serta cuci tangan,” terangnya kepada SINDOnews, Sabtu (9/5/2020).
Pandu mengatakan hal yang sama dilakukan di Hong Kong dan Korea Selatan. Jadi, tidak membiarkan masyarakat terinfeksi virus Sars Cov-II. Ia menyebut tidak etis membuat masyarakat terpapar.
“Sama saja membunuh sebagian masyarakat yang tidak tahan terhadap virus ini. Sudah banyak kemarin yang masuk rumah sakit. Menterinya saja masuk rumah sakit,” jelasnya.
Pembukaan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada indikator yang harus dipenuhi, seperti penurunan kasus positif COVID-19 yang drastis dalam dua minggu. “Jadi yang menentukan epidemiologi bukan ekonom,” ucapnya.
Pakar Epidemiologi lainnya, Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan penting melakukan survei atau tes massal pada tempat-tempat yang biasa menjadi titik kerumunan masyarakat, seperti pasar. Dia menyebut dengan jumlah orang positif di atas 300 per hari itu artinya belum ada penurunan.
Dia menjelaskan penderita COVID-19 tetap harus diisolasi di rumah agar tidak menularkan ke yang lain. Untuk yang gejala berat di rumah sakit. Tri Yunis menuturkan jika dilakukan pembukaan, orang yang keluar rumah harus menggunakan masker. “Yang kasus (positif) tidak boleh keluar. Yang sehat saja yang boleh keluar,” pungkasnya.
Ini tentu menimbulkan kekhawatiran di masyarakat karena jumlah orang yang terpapar COVID-19 setiap harinya terus meningkat. Dua hari terakhir, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mengumumkan ada penambahan kasus 338 dan 336 orang positif COVID-19.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan masyarakat harus berdamai dengan virus Corona. Di sisi lain, virus Sars Cov-II telah menyebabkan kematian 943 orang di Indonesia dan 269.729 orang di dunia. Bahkan, ada yang berspekulasi jika pembukaan aktivitas ini akan mengarah pada herd immunity atau kekebalan kelompok.
Namun, hal itu dibantah Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono. “Enggak. Karena (kalau) keluar enggak pakai apa-apa memang disuruh terinfeksi. Tapi ini harus pakai alat pelindung diri, seperti masker, dan jaga jarak, serta cuci tangan,” terangnya kepada SINDOnews, Sabtu (9/5/2020).
Pandu mengatakan hal yang sama dilakukan di Hong Kong dan Korea Selatan. Jadi, tidak membiarkan masyarakat terinfeksi virus Sars Cov-II. Ia menyebut tidak etis membuat masyarakat terpapar.
“Sama saja membunuh sebagian masyarakat yang tidak tahan terhadap virus ini. Sudah banyak kemarin yang masuk rumah sakit. Menterinya saja masuk rumah sakit,” jelasnya.
Pembukaan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada indikator yang harus dipenuhi, seperti penurunan kasus positif COVID-19 yang drastis dalam dua minggu. “Jadi yang menentukan epidemiologi bukan ekonom,” ucapnya.
Pakar Epidemiologi lainnya, Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan penting melakukan survei atau tes massal pada tempat-tempat yang biasa menjadi titik kerumunan masyarakat, seperti pasar. Dia menyebut dengan jumlah orang positif di atas 300 per hari itu artinya belum ada penurunan.
Dia menjelaskan penderita COVID-19 tetap harus diisolasi di rumah agar tidak menularkan ke yang lain. Untuk yang gejala berat di rumah sakit. Tri Yunis menuturkan jika dilakukan pembukaan, orang yang keluar rumah harus menggunakan masker. “Yang kasus (positif) tidak boleh keluar. Yang sehat saja yang boleh keluar,” pungkasnya.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda