Urgensi Regenerasi Sektor Pertanian

Senin, 09 November 2020 - 05:52 WIB
Data ini menegaskan adanya perluasan 358.000 hektare sawah, yaitu dari sebelumnya 7,1 juta hektare pada 2018. Ironisnya, perluasan itu tidak dibarengi dengan peningkatan produksi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi padi turun 59,2 juta ton menjadi 54,6 juta ton, produksi beras turun 33,94 juta ton menjadi 31,31 juta ton pada 2019. Faktor cuaca menjadi problem, misalnya kemarau yang berdampak terhadap kekeringan dan musim hujan memicu banjir. Hal ini menjadi argumen pemerintah untuk memaksa agar luas lahan pertanian pangan tidak direduksi baik bagi kepentingan wisata, rumah, atau industri. Itu karena alih fungsi lahan yang tidak terkontrol akan mereduksi luas pertanian pangan.

Kecemasan terkait alih fungsi lahan, yaitu kian minimnya ketersediaan lahan pertanian pangan dan tentu berdampak pada daya tarik sektor pertanian pangan dalam jangka panjang. Ini bisa memicu semakin minim generasi penerus di sektor pertanian pangan. Imbasnya adalah semakin rendahnya nilai tukar petani (NTP). NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. Oleh karena itu, NTP merupakan pengukur tingkat kemampuan-daya beli petani di pedesaan, selain juga menjadi pengukur daya tukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi (juga sebagai penunjuk biaya produksi). Data BPS menjelaskan NTP 2020 mencapai 104,16 (naik 0,78%).

Jika sektor pertanian dibiarkan tidak memiliki daya tarik, maka desa akan ditinggalkan warganya dan makin banyak yang bermigrasi ke perkotaan.

Fakta ini menjadi mata rantai fenomena ancaman kerapuhan regenerasi pertanian karena prediksi BPS, 10 tahun mendatang sektor pertanian akan mengalami ancaman regenerasi. Imbasnya adalah kuantitas dan kualitas hasil pertanian pangan dan tentunya memicu isu kerawanan terhadap ketahanan pangan dan keamanan pangan.

Data penguatnya yaitu jumlah petani milenial yang berusia 19-39 tahun terus mengalami penurunan, misalnya pada 2017–2018 turun sebanyak 415.000. Tren penurunan terus meningkat seiring lemahnya daya tarik sektor pertanian pangan. Jadi memacu regenerasi sektor pertanian pangan harus diimbangi jaminan NTP yang bisa menjanjikan sehingga migrasi warga ke perkotaan tidak lagi meningkat. Oleh karenanya, alokasi dana desa yang tahun ini Rp72 triliun dan pelaksanaan otonomi daerah diharapkan bisa menggairahkan pertanian pangan di perdesaan secara sistematis dan berkelanjutan.

Konsistensi

Tidak mudah untuk mampu mencapai ketahanan pangan di masa pandemi Covid-19. Oleh karena itu inilah tantangan bersama, yaitu bagaimana mempertahankan kondisi pertanian pangan saat ini, terutama agar luas lahan pertanian pangan tidak terus tergerus dengan dalih alih fungsi lahan.

Selain itu, perlu ketegasan dan konsistensi menyelamatkan pertanian pangan dari ancaman keterpurukan NTP yang rentan memicu migrasi ke perkotaan dan juga ketidaktertarikan generasi muda terhadap pertanian pangan secara berkelanjutan.

Jadi, ada lima hal yang harus diperhatikan dalam mencapai ketahanan pangan, pertama, memastikan pasokan aman, bahkan bukan hanya pasokan tetapi juga gizi yang mencukupi. Kedua, kepastian tumbuh yang aman sehingga pertanian pangan tetap terjaga dengan konsisten. Ketiga, memberikan jaminan keamanan bagi pertanian pangan untuk berproduksi dan konsumsi. Keempat, kepastian terhadap konsumsi secara aman karena semua memiliki hak konsumsi terhadap pangan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup. Kelima, bekerja sama demi mempertahankan ketersediaan, keamanan dan jaminan pangan yang sehat dan bergizi.
(bmm)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More