Kuasa Politik di Balik Proyek Pelabuhan Patimban

Kamis, 05 November 2020 - 12:38 WIB
Aspek politik memang amat sangat kental dalam proyek pengembangan Pelabuhan Patimban. Proyek ini adalah kompensasi bagi kekecewaan Jepang atas dibatalkannya proyek kereta api cepat Jakarta-Surabaya. Ilustrasi/SINDOnews
Siswanto Rusdi

Direktur The National Maritime Institute (Namarin)

TULISAN ini untuk kesekian kalinya membahas seputar pelabuhan Patimban oleh penulis. Sejak pelabuhan yang terletak di Kabupaten Subang, Jawa Barat, itu dikerjakan oleh Kementerian Perhubungan, saya sudah mengkritisinya. Kritik saya sebetulnya sudah disampaikan jauh sebelumnya ketika lokasi yang dipilih untuk pelabuhan alternatif pelabuhan Tanjung Priok, DKI Jakarta, masih berada di Cilamaya, Kabupaten Karawang, (juga) Jawa Barat.



Pikiran yang melandasinya sederhana: Keberadaan pelabuhan alternatif bagi Tanjung Priok – di Patimban atau Cilamaya –lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya bagi pelabuhan terbesar di Indonesia itu.

Kok, bisa begitu? Yang ringan-ringan saja penjelasan saya untuk menjawab pertanyaan dimaksud. Baik Pelabuhan Patimban dan Pelabuhan Tanjung Priok memiliki fasilitas terminal yang sama. Di Patimban ada terminal kendaraan, di Tanjung Priok ada terminal kendaraan, malah sudah lebih dahulu beroperasi dan karenanya memimpin pasar pengiriman kendaraan di Tanah Air.

Kedua pelabuhan juga memiliki pasar alias hinterland yang sama, yaitu pabrik-pabrik yang berada di Tambun, Cikarang, Karawang dan sekitarnya. Melihat kekuatan lobi-lobi politik di baliknya, pelabuhan Patimban sepertinya juga akan melahap pasar yang selama ini dilayani oleh pelabuhan Tanjung Emas (Semarang, Jawa Tengah), Tanjung Perak (Surabaya, Jawa Timur) dan pelabuhan Cirebon yang tidak terlalu jauh jaraknya dari Patimban. Singkat cerita, keberadaan pelabuhan Patimban lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya.

Aspek politik memang amat sangat kental dalam proyek pengembangan Pelabuhan Patimban. Proyek ini adalah kompensasi bagi kekecewaan pemerintah Jepang atas dibatalkannya proyek kereta api cepat (high speed train) Jakarta-Surabaya.

Padahal, sudah ada komitmen Presiden Joko Widodo untuk memberikan proyek ini kepada negeri matahari terbit tersebut sebelumnya. Seperti yang sudah diketahui oleh publik, proyek diserahkan kepada Pemerintah China namun jaraknya dikorting hanya sampai Bandung, Jawa Barat.

Faktor politik juga terlihat dari adanya kebijakan untuk melarang keikutsertaan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) dalam tender operator pelabuhan Patimban. Memang, dalam iklan yang dipasang oleh Kementerian Perhubungan di surat kabar perihal prakualifikasi operator pelabuhan Patimban tidak ada kalimat yang melarang BUMN pelabuhan terlibat sama sekali. Tetapi, publik kemaritiman tahu hal itu hanyalah lip service.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More