PB HMI: Omnibus Law Pangkas Jalur Birokrasi dan Pulihkan Kondisi Ekonomi
Kamis, 16 April 2020 - 03:12 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Arven Marta mendukung Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang kini tengah bergulir di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Pasalnya, RUU tersebut dinilai menyederhanakan regulasi yang selama ini menjadi penghalang investasi di Indonesia. Menurut Arven, salah satu faktor yang menghambat laju perekonomian di Indonesia selama ini adalah jalur birokrasi.
“Dengan adanya Omnibus Law, jalur birokrasi yang selama ini berbelit-belit karena regulasi yang panjang akan terpangkas. Dampaknya, proses investasi yang selama ini dikeluhkan oleh sebagian investor akan berjalan dengan cepat,” ujar Arven Marta kepada wartawan, Rabu (15/4/2020).
Dengan adanya penyederhanaan regulasi tersebut, investasi di Indonesia akan mudah dan secara otomatis akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. “Menurut saya (Omnibus Law) baik bagi iklim investasi di Indonesia dan bisa memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia,” jelasnya.
Arven juga meyakini bahwa Omnibus Law Cipta Kerja dan Omnibus Law Perpajakan akan saling mendukung dan saling melengkapi, serta dapat menjadi pemantik demi mengupayakan cita-cita bersama untuk kepentingan ekonomi nasional.
“Perpaduan kedua Omnibus Law di atas sangat tepat jika diimplementasikan di tengah dinamika ketidakpastian geopolitik global saat ini, akibat upaya proteksionisme negara adidaya. Penciptaan iklim investasi yang kondusif akan sangat berpengaruh terhadap meningkatnya daya tarik investasi nasional yang diharapkan dapat menarik pola aliran investasi negara–negara maju di berbagai kawasan Indonesia,” jelasnya.
Arven mengungkapkan pada praktiknya, Omnibus Law Cipta Kerja akan menyasar kepada 11 hal pokok, yakni penyederhanaan perizinan; persyaratan investasi; ketenagakerjaan; kemudahan; pemberdayaan dan perlindungan UMKM; kemudahan berusaha; dukungan riset dan inovasi; administrasi pemerintahan; pengenaan sanksi; pengadaan lahan; juga investasi dan proyek pemerintah serta kawasan ekonomi.
Dari 11 hal pokok tersebut, dirancang penyederhanaan berusaha yang meliputi perizinan dasar (izin lokasi, perizinan lingkungan, perizinan bangunan gedung) serta perizinan sektor yang mencakup 15 sektor.
Di lain sisi, Omnibus Law Perpajakan mencakup enam pilar, yaitu pendanaan investasi, sistem teritori, subjek pajak orang pribadi, kepatuhan wajib pajak, keadilan iklim berusaha, dam fasilitas. Keenam pilar tersebut akan fokus pada penguatan peran instrumen fiskal sebagai counter cyclical dalam menjaga kestabilan ekonomi dengan memastikan kemudahan iklim berinvestasi.
Pasalnya, RUU tersebut dinilai menyederhanakan regulasi yang selama ini menjadi penghalang investasi di Indonesia. Menurut Arven, salah satu faktor yang menghambat laju perekonomian di Indonesia selama ini adalah jalur birokrasi.
“Dengan adanya Omnibus Law, jalur birokrasi yang selama ini berbelit-belit karena regulasi yang panjang akan terpangkas. Dampaknya, proses investasi yang selama ini dikeluhkan oleh sebagian investor akan berjalan dengan cepat,” ujar Arven Marta kepada wartawan, Rabu (15/4/2020).
Dengan adanya penyederhanaan regulasi tersebut, investasi di Indonesia akan mudah dan secara otomatis akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. “Menurut saya (Omnibus Law) baik bagi iklim investasi di Indonesia dan bisa memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia,” jelasnya.
Arven juga meyakini bahwa Omnibus Law Cipta Kerja dan Omnibus Law Perpajakan akan saling mendukung dan saling melengkapi, serta dapat menjadi pemantik demi mengupayakan cita-cita bersama untuk kepentingan ekonomi nasional.
“Perpaduan kedua Omnibus Law di atas sangat tepat jika diimplementasikan di tengah dinamika ketidakpastian geopolitik global saat ini, akibat upaya proteksionisme negara adidaya. Penciptaan iklim investasi yang kondusif akan sangat berpengaruh terhadap meningkatnya daya tarik investasi nasional yang diharapkan dapat menarik pola aliran investasi negara–negara maju di berbagai kawasan Indonesia,” jelasnya.
Arven mengungkapkan pada praktiknya, Omnibus Law Cipta Kerja akan menyasar kepada 11 hal pokok, yakni penyederhanaan perizinan; persyaratan investasi; ketenagakerjaan; kemudahan; pemberdayaan dan perlindungan UMKM; kemudahan berusaha; dukungan riset dan inovasi; administrasi pemerintahan; pengenaan sanksi; pengadaan lahan; juga investasi dan proyek pemerintah serta kawasan ekonomi.
Dari 11 hal pokok tersebut, dirancang penyederhanaan berusaha yang meliputi perizinan dasar (izin lokasi, perizinan lingkungan, perizinan bangunan gedung) serta perizinan sektor yang mencakup 15 sektor.
Di lain sisi, Omnibus Law Perpajakan mencakup enam pilar, yaitu pendanaan investasi, sistem teritori, subjek pajak orang pribadi, kepatuhan wajib pajak, keadilan iklim berusaha, dam fasilitas. Keenam pilar tersebut akan fokus pada penguatan peran instrumen fiskal sebagai counter cyclical dalam menjaga kestabilan ekonomi dengan memastikan kemudahan iklim berinvestasi.
tulis komentar anda