Terdakwa Keterangan Palsu dan Duplikasi Sertifikat Kembali Jalani Sidang di PN Jakpus
Selasa, 03 November 2020 - 15:05 WIB
JAKARTA - Sidang kedua kasus dugaan tindak pidana keterangan palsu yang dilakukan terdakwa ET terkait sumpah dan keterangan palsu dalam akta otentik ( sertifikat ) sesuai Pasal 242 dan Pasal 266 KUHP digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat( PN Jakpus ), Senin (2/11/2020). Sidang kedua kasus ini beragendakan eksepsi dari terdakwa ET.
"Apakah eksepsi sudah siap, apakah mau dibacakan atau dianggap sudah dibacakan? Apa penuntut umum keberatan? Kalau tidak keberatan silakan diserahkan," ujar Ketua Majelis Hakim saat sidang di PN Jakpus. (Baca juga: Sudah Almarhum, Henry J Gunawan Masih Terseret Kasus Tanah)
Setelah berkas eksepsi diserahkan kuasa hukum terdakwa, Ketua Majelis Hakim menanyakan apakah waktu seminggu cukup bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk membuat tanggapan atas eksepsi terdakwa. "Cukup Yang Mulia," jawab JPU.
Mendengar jawaban tersebut, Ketua Majelis Hakim pun menunda sidang untuk dilanjutkan kembali pada Senin (9/11/2020). "Dengan ini sidang ditunda sampai tanggal 9 November," kata Ketua Majelis Hakim seraya mengetuk palu.
Sebelumnya, Herna Tan SH selaku kuasa hukum pelapor Sukmawan Salawidjaja menyebut sertifikat itu hanya alat memperdaya kliennya. "Nilai sertifikat itu juga nggak sebanding. Ditambah lagi ET melaporkan kehilangan sertifikat tersebut ke Polres Metro Jakarta Pusat, sehingga terbitlah duplikatnya," jelas Herna Tan.
Kasus ini, kata Herna, bermula saat ET pada 2013 telah memberikan sertifikat tanah miliknya kepada Sukmawan untuk pegangan atas pinjaman uang anaknya Sudianti Ali Warga yang dipinjam dari E, yang merupakan teman Sukmawan.
Setelah pinjaman lunas, ET tak juga mengambil sertifikat tersebut bahkan pada 2015, Sudianti mengajak Sukmawan berinvestasi senilai lebih dari Rp15 miliar dan ET meyakinkan bahwa sertifikat dipegang saja dan berinvestasi ke Sudianti Ali.
Namun Sukmawan tidak mau sertifikat tersebut karena nilainya jauh dari nilai investasi yang diminta Sudianti Ali. Kemudian, Sudianti Ali memberikan jaminan cek dan giro senilai investasi berikut keuntungan, namun ternyata investasi itu tidak ada.
Di tahun 2016, Sudianti Ali divonis tiga tahun penjara oleh hakim PN Jakarta Selatan dan anaknya, Sandy Aliwarga divonis 18 bulan.
Kemudian di tahun 2017, ET membuat laporan hilang atas sertifikat yang diduga sebagai alat meyakinkan Sukmawan agar mau berinvestasi dengan Sudianti Ali. ET membuat laporan kehilangan ke Polres Jakarta Pusat dan membuat duplikat sertifikat nomor 524 di BPN Jakarta Pusat atas dasar laporan palsu dan sumpah palsu di BPN karena ternyata sertifikat tersebut tidak hilang. (Baca juga: Sengketa Tanah Tambak Wedi, Hakim PN Surabaya Gelar Sidang Setempat)
Hal inilah yang membuat Sukmawan melaporkan ET ke Polres Jakarta Pusat atas tuduhan keterangan palsu hingga akhirnya kasusnya bergulir ke meja hijau.
"Apakah eksepsi sudah siap, apakah mau dibacakan atau dianggap sudah dibacakan? Apa penuntut umum keberatan? Kalau tidak keberatan silakan diserahkan," ujar Ketua Majelis Hakim saat sidang di PN Jakpus. (Baca juga: Sudah Almarhum, Henry J Gunawan Masih Terseret Kasus Tanah)
Setelah berkas eksepsi diserahkan kuasa hukum terdakwa, Ketua Majelis Hakim menanyakan apakah waktu seminggu cukup bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk membuat tanggapan atas eksepsi terdakwa. "Cukup Yang Mulia," jawab JPU.
Mendengar jawaban tersebut, Ketua Majelis Hakim pun menunda sidang untuk dilanjutkan kembali pada Senin (9/11/2020). "Dengan ini sidang ditunda sampai tanggal 9 November," kata Ketua Majelis Hakim seraya mengetuk palu.
Sebelumnya, Herna Tan SH selaku kuasa hukum pelapor Sukmawan Salawidjaja menyebut sertifikat itu hanya alat memperdaya kliennya. "Nilai sertifikat itu juga nggak sebanding. Ditambah lagi ET melaporkan kehilangan sertifikat tersebut ke Polres Metro Jakarta Pusat, sehingga terbitlah duplikatnya," jelas Herna Tan.
Kasus ini, kata Herna, bermula saat ET pada 2013 telah memberikan sertifikat tanah miliknya kepada Sukmawan untuk pegangan atas pinjaman uang anaknya Sudianti Ali Warga yang dipinjam dari E, yang merupakan teman Sukmawan.
Setelah pinjaman lunas, ET tak juga mengambil sertifikat tersebut bahkan pada 2015, Sudianti mengajak Sukmawan berinvestasi senilai lebih dari Rp15 miliar dan ET meyakinkan bahwa sertifikat dipegang saja dan berinvestasi ke Sudianti Ali.
Namun Sukmawan tidak mau sertifikat tersebut karena nilainya jauh dari nilai investasi yang diminta Sudianti Ali. Kemudian, Sudianti Ali memberikan jaminan cek dan giro senilai investasi berikut keuntungan, namun ternyata investasi itu tidak ada.
Di tahun 2016, Sudianti Ali divonis tiga tahun penjara oleh hakim PN Jakarta Selatan dan anaknya, Sandy Aliwarga divonis 18 bulan.
Kemudian di tahun 2017, ET membuat laporan hilang atas sertifikat yang diduga sebagai alat meyakinkan Sukmawan agar mau berinvestasi dengan Sudianti Ali. ET membuat laporan kehilangan ke Polres Jakarta Pusat dan membuat duplikat sertifikat nomor 524 di BPN Jakarta Pusat atas dasar laporan palsu dan sumpah palsu di BPN karena ternyata sertifikat tersebut tidak hilang. (Baca juga: Sengketa Tanah Tambak Wedi, Hakim PN Surabaya Gelar Sidang Setempat)
Hal inilah yang membuat Sukmawan melaporkan ET ke Polres Jakarta Pusat atas tuduhan keterangan palsu hingga akhirnya kasusnya bergulir ke meja hijau.
(kri)
tulis komentar anda