Indonesia Bisa Berperan Lebih Besar Atas Kasus Intoleransi
Senin, 02 November 2020 - 08:05 WIB
Dalam kesempatan tersebut, Laena juga sempat menceritakan sejarah ketika Sultan Muhamad al-Fatih (Mehmet II) berhasil merebut Konstantinopel pada 29 Mei 1453. Waktu itu penduduk yang beragama Kristen berlari ketakutan dan berkumpul di Haga Sovia. Mereka membayangkan akan dibinasakan oleh Sultan yang merupakan turunan ketujuh Kesultanan Ottoman yang berusaha merebut Konstantinopel itu.
"Namun apa yang terjadi, di depan masyarakat, Sultan berjanji melindungi mereka. Saat itu Romawi Timur dan Romawi Barat juga dalam keadaan bermusuhan serta tetap menjamin kebebasan mereka untuk memeluk agamanya," papar dia.
Seperti diberitakan, peristiwa intoleransi di Prancis membuat masyarakat dunia terhentak dan terbelah. Terakhir pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron bahwa dirinya tidak akan mencegah penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW dengan dalih kebebasan berekspresi memicu kemarahan masyarakat di dunia muslim, tak terkecuali Indonesia. (Baca juga: Covid-19 Sebabkan Otak Menua 10 Tahun)
Macron juga dianggap telah menghina Islam atas pernyataannya yang menyebutkan bahwa Islam mengalami krisis di seluruh dunia. Dia bahkan menuding komunitas muslim di negaranya sebagai separatis. Demo mengecam pernyataan Marcon terjadi di mana-mana. Bahkan dalam pernyataan resminya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengecam keras pernyataan Macron serta mengecam keras pembunuhan yang terjadi di Paris maupun di Nice, Prancis.
Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi (BPIP) Antonius Benny Susetyo menegaskan bahwa kekerasan dan tindak terorisme tidak ada kaitannya dengan agama. Dia pun mengecam pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengasosiasikan Islam dengan terorisme. "Kebebasan berekspresi , berpendapat, adalah hak asasi yang mendasar. Namun kebebasan tidak bisa disalahgunakan dan dimanipulasi untuk membenarkan penghinaan nilai agama yang suci," tegas Benny kemarin.
Rohaniwan ini juga menegaskan bahwa tidak ada satu agama pun di dunia yang mengajari umatnya untuk melakukan kekerasan. "Tindak kekerasan itu hanya dilakukan oleh orang yang tidak mengenal Tuhan. Setiap orang yang mencintai Tuhan tidak akan melakukan tindakan seperti itu," ujarnya. (Lihat videonya: Kerajinan Tangan Bali yang Kerap Jadi Incaran Wisatawan)
Pria yang akrab dengan sapaan Romo Benny itu menambahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun sudah menegaskan bahwa kesakralan dan kesucian dalam agama harus dihormati. "Ke depan dibutuhkan konsensus bersama untuk menyepakati pentingnya penghormatan atas hal yang suci dan sakral dalam semua agama di dunia ini," sebut Benny. (Abdul Rochim/Kiswondari)
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
"Namun apa yang terjadi, di depan masyarakat, Sultan berjanji melindungi mereka. Saat itu Romawi Timur dan Romawi Barat juga dalam keadaan bermusuhan serta tetap menjamin kebebasan mereka untuk memeluk agamanya," papar dia.
Seperti diberitakan, peristiwa intoleransi di Prancis membuat masyarakat dunia terhentak dan terbelah. Terakhir pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron bahwa dirinya tidak akan mencegah penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW dengan dalih kebebasan berekspresi memicu kemarahan masyarakat di dunia muslim, tak terkecuali Indonesia. (Baca juga: Covid-19 Sebabkan Otak Menua 10 Tahun)
Macron juga dianggap telah menghina Islam atas pernyataannya yang menyebutkan bahwa Islam mengalami krisis di seluruh dunia. Dia bahkan menuding komunitas muslim di negaranya sebagai separatis. Demo mengecam pernyataan Marcon terjadi di mana-mana. Bahkan dalam pernyataan resminya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengecam keras pernyataan Macron serta mengecam keras pembunuhan yang terjadi di Paris maupun di Nice, Prancis.
Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi (BPIP) Antonius Benny Susetyo menegaskan bahwa kekerasan dan tindak terorisme tidak ada kaitannya dengan agama. Dia pun mengecam pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengasosiasikan Islam dengan terorisme. "Kebebasan berekspresi , berpendapat, adalah hak asasi yang mendasar. Namun kebebasan tidak bisa disalahgunakan dan dimanipulasi untuk membenarkan penghinaan nilai agama yang suci," tegas Benny kemarin.
Rohaniwan ini juga menegaskan bahwa tidak ada satu agama pun di dunia yang mengajari umatnya untuk melakukan kekerasan. "Tindak kekerasan itu hanya dilakukan oleh orang yang tidak mengenal Tuhan. Setiap orang yang mencintai Tuhan tidak akan melakukan tindakan seperti itu," ujarnya. (Lihat videonya: Kerajinan Tangan Bali yang Kerap Jadi Incaran Wisatawan)
Pria yang akrab dengan sapaan Romo Benny itu menambahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun sudah menegaskan bahwa kesakralan dan kesucian dalam agama harus dihormati. "Ke depan dibutuhkan konsensus bersama untuk menyepakati pentingnya penghormatan atas hal yang suci dan sakral dalam semua agama di dunia ini," sebut Benny. (Abdul Rochim/Kiswondari)
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
(ysw)
tulis komentar anda