Masa Depan Pendidikan Pesantren
Kamis, 22 Oktober 2020 - 05:58 WIB
Puncaknya, keluarga besar pesantren dihadapkan pada persoalan yang sangat dilematis, apakah pendidikan yang hanya memfokuskan pada penguasaan ilmu agama an sich masih relevan untuk menjawab tantangan zaman. Apakah keadaan sekarang betul-betul membutuhkan para lulusan pesantren? Memang, persoalan keagamaan belakang sangat mengkhawatirkan keutuhan bangsa, dan alumni pesantren yang alim dan faqih sangat dibutuhkan. Tapi kan tidak semua lulusan pesantren akan menjadi ahli agama.
Tapi sejarah telah mencatat dengan tinta tebal, pesantren adalah lembaga yang paling berhasil mencetak lulusannya survive dengan situasi apa pun. Pengalaman tidak diakuinya lulusannya oleh pemerintah pada masa lalu tidak membuat alumninya tenggelam. Mereka tetap bisa eksis dengan ilmu agamanya untuk memberikan manfaat pada lingkungannya, menjadi imam salat, mengajar mengaji, menjadi pemimpin keagamaan di lingkungannya masing-masing, dan menjadi penyeru kerukunan hidup.
Inilah modal besar pesantren yang tidak dimiliki lembaga pendidikan lainnya. Munculnya undang-undang pesantren ini harus dimaknai sebagai berkah untuk kembali mengakrabi kitab kuning sebagai basis belajar santri. Berduyun-duyunnya lembaga yang tidak mengajarkan kitab kuning, tapi ingin disebut sebagai pesantren adalah bukti bahwa pesantren dan kitab kuningnya memiliki pesona dan daya tarik tersendiri di mata masyarakat. Wallahu a’lam.
Tapi sejarah telah mencatat dengan tinta tebal, pesantren adalah lembaga yang paling berhasil mencetak lulusannya survive dengan situasi apa pun. Pengalaman tidak diakuinya lulusannya oleh pemerintah pada masa lalu tidak membuat alumninya tenggelam. Mereka tetap bisa eksis dengan ilmu agamanya untuk memberikan manfaat pada lingkungannya, menjadi imam salat, mengajar mengaji, menjadi pemimpin keagamaan di lingkungannya masing-masing, dan menjadi penyeru kerukunan hidup.
Inilah modal besar pesantren yang tidak dimiliki lembaga pendidikan lainnya. Munculnya undang-undang pesantren ini harus dimaknai sebagai berkah untuk kembali mengakrabi kitab kuning sebagai basis belajar santri. Berduyun-duyunnya lembaga yang tidak mengajarkan kitab kuning, tapi ingin disebut sebagai pesantren adalah bukti bahwa pesantren dan kitab kuningnya memiliki pesona dan daya tarik tersendiri di mata masyarakat. Wallahu a’lam.
(bmm)
tulis komentar anda