Satu Tahun Jokowi-Ma’ruf Amin Diwarnai Kegaduhan dan Kegagapan
Rabu, 21 Oktober 2020 - 08:11 WIB
JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin sudah berusia satu tahun. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai periode kedua pemerintahan mantan Wali Kota Solo itu diwarnai kegaduhan dan kegagapan.
Politikus PKS, Sukamta mengatakan, kondisi ini menyebabkan negara dan rakyat berjalan tanpa arah. Padahal Indonesia saat ini sedang mengalami krisis ekonomi yang cukup berat akibat pandemi COVID-19.
Anggota Komisi I DPR itu memaparkan beberapa kegaduhan yang disebabkan oleh para pembantu presiden, misalnya Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi yang menyatakan akan melarang cadar dan celana cingkrang. Kementerian Agama (Kemenag) juga sempat mewacanakan sertifikasi untuk para penceramah. ( )
"Kemudian disusul Pak Mendagri soal wacana Pilkada tak langsung. Lalu, Pak Menkumham yang buat pernyataan mengaitkan kejahatan banyak terjadi di daerah miskin. Dan masih banyak lagi menteri yang buat kegaduhan di publik karena statemennya," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa malam (21/10/2020).
Sukamta juga menyoroti Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto yang terkesan menyepelekan virus corona. Pernyataan-pernyataan itu menimbulkan kegaduhan di media sosial (medsos). Hal ini, menurutnya, membuat kinerja menteri tidak jelas karena tertutup pernyataan kontroversi.
Anggota DPR dari daerah pemilihan DI Yogyakarta itu memandang kegaduhan ini membuat situasi ekonomi yang buruk semakin sulit diatasi. Apalagi pemerintah terlihat gagap dalam menangani pandemi COVID-19. "Sejak awal pemerintah sudah terlihat tidak punya konsep. Lemah dalam melakukan 3T (testing, tracing, dan treatment). Menurut Worldometers jumlah tes yang dilakukan di Indonesia baru 15 per 1.000 penduduk, kalah dari Filipina 39 per 1000 penduduk dan India 60 tes per 1.000 penduduk," katanya.
Sekarang, pemerintah mengandalkan vaksin impor yang disebut-sebut akan tersedia pada akhir November atau Desember 2020. Jika pandemi tidak cepat di atasi, ekonomi akan lebih sulit dipulihkan.( )
Dia meminta pemerintah tidak menggunakan pandemi Covid-19 sebagai alibi atas kegagalan memenuhi target pembangunan, terutama di sektor ekonomi dalam setahun terakhir.
"Sebelum pandemi datang, kinerja ekonomi sudah kedodoran. Target pertumbuhan ekonomi 5,3% di 2019 tidak tercapai, tercatat hanya 5,02%. Selama 6 tahun pemerintahan Jokowi, telah menambah utang Rp2.833,14 triliun, sehingga menurut BI total per Agustus 2020 utang Indonesia mencapai Rp6.093 triliun," katanya.
Dia meminta pemerintah segera menyadari kelemahan dan kekeliruan yang terjadi. Pilihannya hanya satu, harus segera berbenah dan menyelesaikan persoalan prioritas, yakni pandemi Covid-19 dan memperkuat ekonomi rakyat. "Siapkan lompatan dengan inovasi berbasis teknologi. Orientasi pemerintah harus jadikan Indonesia negeri produsen, bukan mengandalkan utang, investasi asing, dan impor seperti yang terjadi selama ini," katanya.
Lihat Juga: PKS Klaim Beri Deadline ke Anies di Pilkada Jakarta, Geisz Chalifah: Kalau Bohong Dilaknat!
Politikus PKS, Sukamta mengatakan, kondisi ini menyebabkan negara dan rakyat berjalan tanpa arah. Padahal Indonesia saat ini sedang mengalami krisis ekonomi yang cukup berat akibat pandemi COVID-19.
Anggota Komisi I DPR itu memaparkan beberapa kegaduhan yang disebabkan oleh para pembantu presiden, misalnya Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi yang menyatakan akan melarang cadar dan celana cingkrang. Kementerian Agama (Kemenag) juga sempat mewacanakan sertifikasi untuk para penceramah. ( )
"Kemudian disusul Pak Mendagri soal wacana Pilkada tak langsung. Lalu, Pak Menkumham yang buat pernyataan mengaitkan kejahatan banyak terjadi di daerah miskin. Dan masih banyak lagi menteri yang buat kegaduhan di publik karena statemennya," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa malam (21/10/2020).
Sukamta juga menyoroti Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto yang terkesan menyepelekan virus corona. Pernyataan-pernyataan itu menimbulkan kegaduhan di media sosial (medsos). Hal ini, menurutnya, membuat kinerja menteri tidak jelas karena tertutup pernyataan kontroversi.
Anggota DPR dari daerah pemilihan DI Yogyakarta itu memandang kegaduhan ini membuat situasi ekonomi yang buruk semakin sulit diatasi. Apalagi pemerintah terlihat gagap dalam menangani pandemi COVID-19. "Sejak awal pemerintah sudah terlihat tidak punya konsep. Lemah dalam melakukan 3T (testing, tracing, dan treatment). Menurut Worldometers jumlah tes yang dilakukan di Indonesia baru 15 per 1.000 penduduk, kalah dari Filipina 39 per 1000 penduduk dan India 60 tes per 1.000 penduduk," katanya.
Sekarang, pemerintah mengandalkan vaksin impor yang disebut-sebut akan tersedia pada akhir November atau Desember 2020. Jika pandemi tidak cepat di atasi, ekonomi akan lebih sulit dipulihkan.( )
Dia meminta pemerintah tidak menggunakan pandemi Covid-19 sebagai alibi atas kegagalan memenuhi target pembangunan, terutama di sektor ekonomi dalam setahun terakhir.
"Sebelum pandemi datang, kinerja ekonomi sudah kedodoran. Target pertumbuhan ekonomi 5,3% di 2019 tidak tercapai, tercatat hanya 5,02%. Selama 6 tahun pemerintahan Jokowi, telah menambah utang Rp2.833,14 triliun, sehingga menurut BI total per Agustus 2020 utang Indonesia mencapai Rp6.093 triliun," katanya.
Dia meminta pemerintah segera menyadari kelemahan dan kekeliruan yang terjadi. Pilihannya hanya satu, harus segera berbenah dan menyelesaikan persoalan prioritas, yakni pandemi Covid-19 dan memperkuat ekonomi rakyat. "Siapkan lompatan dengan inovasi berbasis teknologi. Orientasi pemerintah harus jadikan Indonesia negeri produsen, bukan mengandalkan utang, investasi asing, dan impor seperti yang terjadi selama ini," katanya.
Lihat Juga: PKS Klaim Beri Deadline ke Anies di Pilkada Jakarta, Geisz Chalifah: Kalau Bohong Dilaknat!
(abd)
tulis komentar anda