Tolak UU Ciptaker, Demokrat dan PKS Sedang Berupaya Rebut Empati Warga
Kamis, 15 Oktober 2020 - 15:13 WIB
JAKARTA - Partai Demokrat (PD) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dinilai sedang berupaya memenangkan isu, sintemen, merebut empati dan memenangkan populisme. Adapun kedua partai itu saat ini berada di luar pemerintahan. Keduanya menolak Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) .
"Partai Demokrat dan PKS sedang on the way bagaimana berselancar memenangkan isu, sintemen, berebut empati dan memenangkan populisme. Menunggang popularitas citra partai yang membela hak-hak rakyat, setia memperjuangkan aspirasi dan suara rakyat," ujar Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago kepada SINDOnews, Kamis (15/10/2020). (Baca juga: 10 Perubahan Klaster Ketenagakerjaan dalam Naskah yang Disahkan dan Dikirim ke Presiden)
Sebab, ujung dari memenangkan sentemen, populisme dan citra itu adalah elektoral. "Kalau partai ingin besar dan menang saya pikir memang enggak bisa menjadi partai pengikut, tidak ada pilihan kalau tidak menjadi partai penguasa (the rulling partai) maka harus memainkan peran maksimal menjadi partai transformer bukan partai follower," ungkapnya. (Baca juga: Sikap Demokrat Tolak Ciptaker Dinilai Bakal Jadi Catatan Positif Publik)
Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini, tidak salah menjadi partai penguasa, atau partai oposisi. "Berikhtiar menjadi partai penyeimbang agar peran oposisi berjalan baik, baik bagi demokrasi kita karena bisa menjalankan fungsi checks and balances, mengoreksi, meluruskan trayek dan kiblat negara yang mulai dianggap melenceng dari amanat konstitusi," tuturnya.
Dia menuturkan, mengingatkan, memberikan masukan serta menolak kebijakan pemerintah dan Undang-Undangnya seperti Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) adalah sah dan mahfum dalam negara demokrasi. "Yang penting tetap rasional menjadi partai oposisi, jangan asal pokoke di tolak semua, asal beda dengan partai pemerintah, ini juga enggak common sense. Tetap kalau baik didukung kalau merugikan rakyat berjuang untuk menolaknya. Demokrat dan PKS partai transformer bukan follower, partai leaders bukan partai ikut-ikutan (pengikut)," pungkasnya.
"Partai Demokrat dan PKS sedang on the way bagaimana berselancar memenangkan isu, sintemen, berebut empati dan memenangkan populisme. Menunggang popularitas citra partai yang membela hak-hak rakyat, setia memperjuangkan aspirasi dan suara rakyat," ujar Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago kepada SINDOnews, Kamis (15/10/2020). (Baca juga: 10 Perubahan Klaster Ketenagakerjaan dalam Naskah yang Disahkan dan Dikirim ke Presiden)
Sebab, ujung dari memenangkan sentemen, populisme dan citra itu adalah elektoral. "Kalau partai ingin besar dan menang saya pikir memang enggak bisa menjadi partai pengikut, tidak ada pilihan kalau tidak menjadi partai penguasa (the rulling partai) maka harus memainkan peran maksimal menjadi partai transformer bukan partai follower," ungkapnya. (Baca juga: Sikap Demokrat Tolak Ciptaker Dinilai Bakal Jadi Catatan Positif Publik)
Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini, tidak salah menjadi partai penguasa, atau partai oposisi. "Berikhtiar menjadi partai penyeimbang agar peran oposisi berjalan baik, baik bagi demokrasi kita karena bisa menjalankan fungsi checks and balances, mengoreksi, meluruskan trayek dan kiblat negara yang mulai dianggap melenceng dari amanat konstitusi," tuturnya.
Dia menuturkan, mengingatkan, memberikan masukan serta menolak kebijakan pemerintah dan Undang-Undangnya seperti Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) adalah sah dan mahfum dalam negara demokrasi. "Yang penting tetap rasional menjadi partai oposisi, jangan asal pokoke di tolak semua, asal beda dengan partai pemerintah, ini juga enggak common sense. Tetap kalau baik didukung kalau merugikan rakyat berjuang untuk menolaknya. Demokrat dan PKS partai transformer bukan follower, partai leaders bukan partai ikut-ikutan (pengikut)," pungkasnya.
(cip)
tulis komentar anda