Menata Ulang Pencalonan Kepala Daerah Jalur Parpol
Kamis, 15 Oktober 2020 - 06:05 WIB
Kedua , pilihan pencalonan melalui mekanisme jalur parpol atau gabungan parpol diandaikan dapat mendatangkan keuntungan politis sekaligus ketika calon kepala daerah yang diusung oleh parpol atau gabungan parpol berhasil terpilih. Keuntungan politis yang dimaksud berkaitan dengan upaya membangun efektivitas pemerintahan, terutama jika calon kepala daerah didukung oleh parpol atau gabungan parpol yang memiliki kursi di DPRD. Calon kepala daerah terpilih berkepentingan agar misi dan program yang dijanjikan saat kampanye maupun kebijakan yang diputuskan sebagai kepala daerah tidak diganggu oleh DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah yang memiliki otoritas penentu kebijakan anggaran dan legislasi daerah serta pengawasan.
Ketiga , masih kuat anggapan psikologi politik calon kepala daerah maupun masyarakat secara umum bahwa calon kepala daerah yang diusung melalui mekanisme jalur parpol atau gabungan parpol dianggap lebih siap untuk berkontestasi. Dukungan parpol atau gabungan parpol yang telah dikantongi oleh calon kepala daerah dianggap sebagai simbol kemenangan awal calon kepala daerah yang secara psikologis dapat memberikan manfaat efek domino untuk meningkatkan daya elektabilitas calon kepala daerah.
Problem Sentralisme Parpol
Akan tetapi, penyelenggaraan pilkada bukannya tanpa problem, terutama jika dikaitkan dengan upaya untuk memastikan hakikat fungsi pilkada sebagai agenda pendalaman demokrasi melalui penguatan demokrasi lokal. Salah satu problem yang mengemuka adalah kuatnya peran parpol tingkat pusat dalam tahap pencalonan kepala daerah melalui mekanisme jalur parpol atau gabungan parpol.
Jika dicermati, kuatnya peran parpol tingkat pusat bersumber dari ketentuan dalam klausul Pasal 42 ayat (4a) dan ayat (5a) UU Pilkada yang mengizinkan pencalonan pasangan calon kepala daerah apabila tidak dilakukan oleh pengurus pimpinan parpol tingkat daerah dapat dilakukan oleh pimpinan parpol tingkat pusat. Selain itu, dalam teknis pencalonan, peraturan dan pedoman teknis KPU mengenai pencalonan kepala daerah menentukan bahwa dokumen persyaratan pencalonan bagi bakal pasangan calon yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol meliputi Keputusan Pimpinan Partai Politik tingkat pusat tentang persetujuan Bakal Pasangan Calon.
Ketentuan ini menyebabkan cengkeraman pusat dalam mendikte proses rekrutmen pasangan calon kepala daerah menjadi sangat kuat. Pertama, ketentuan mengenai hak pimpinan parpol tingkat pusat dalam mencalonkan kepala daerah dan persyaratan pencalonan kepala daerah yang wajib disertai dengan keputusan pimpinan parpol tingkat pusat mengisyaratkan adanya otoritas administratif pencalonan kepala daerah yang secara absolut ditentukan oleh pimpinan parpol pusat.
Kedua , apabila terjadi perselisihan kepentingan antara parpol tingkat daerah dengan parpol tingkat pusat dalam memutuskan pasangan calon kepala daerah yang diusung maka kepentingan parpol tingkat daerah menjadi sangat rentan untuk dikorbankan. Bahkan, bagi pengurus parpol tingkat daerah yang melawan keputusan parpol tingkat pusat maka tuduhan pembangkangan dan ancaman sanksi dinonaktifkan sampai dalam bentuk pemecatan oleh pimpinan parpol tingkat pusat. Pendekatan represif ini terbilang sangat efektif digunakan oleh pimpinan parpol tingkat pusat dalam memuluskan kepentingannya dalam proses pencalonan kepala daerah.
Tata Ulang
Kuatnya sentralisme parpol tingkat pusat dalam pencalonan kepala daerah linier dengan minimnya pemberdayaan institusi dan kepemimpinan parpol tingkat daerah untuk menjadi agen lokal dalam menciptakan proses kepemimpinan lokal secara mandiri. Sentralisme parpol tingkat pusat ini pada gilirannya menjadi penyebab terciptanya involusi parpol tingkat daerah dalam memerankan fungsi penting parpol sebagai sarana rekrutan politik.
Rekrutan kepemimpinan lokal yang berbasis selera pusat ini menegaskan pilkada tidak menjadi perayaan demokrasi lokal, tetapi perayaan hasrat politik pusat yang diselenggarakan di arena kekuasaan lokal. Tidak heran jika dalam proses penjaringan pasangan calon kepala daerah justru hilir mudik proses pencalonan lebih riuh terjadi di parpol tingkat pusat yang dibumbui dengan aroma tidak sedap komersialisasi dukungan oleh parpol.
Ketiga , masih kuat anggapan psikologi politik calon kepala daerah maupun masyarakat secara umum bahwa calon kepala daerah yang diusung melalui mekanisme jalur parpol atau gabungan parpol dianggap lebih siap untuk berkontestasi. Dukungan parpol atau gabungan parpol yang telah dikantongi oleh calon kepala daerah dianggap sebagai simbol kemenangan awal calon kepala daerah yang secara psikologis dapat memberikan manfaat efek domino untuk meningkatkan daya elektabilitas calon kepala daerah.
Problem Sentralisme Parpol
Akan tetapi, penyelenggaraan pilkada bukannya tanpa problem, terutama jika dikaitkan dengan upaya untuk memastikan hakikat fungsi pilkada sebagai agenda pendalaman demokrasi melalui penguatan demokrasi lokal. Salah satu problem yang mengemuka adalah kuatnya peran parpol tingkat pusat dalam tahap pencalonan kepala daerah melalui mekanisme jalur parpol atau gabungan parpol.
Jika dicermati, kuatnya peran parpol tingkat pusat bersumber dari ketentuan dalam klausul Pasal 42 ayat (4a) dan ayat (5a) UU Pilkada yang mengizinkan pencalonan pasangan calon kepala daerah apabila tidak dilakukan oleh pengurus pimpinan parpol tingkat daerah dapat dilakukan oleh pimpinan parpol tingkat pusat. Selain itu, dalam teknis pencalonan, peraturan dan pedoman teknis KPU mengenai pencalonan kepala daerah menentukan bahwa dokumen persyaratan pencalonan bagi bakal pasangan calon yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol meliputi Keputusan Pimpinan Partai Politik tingkat pusat tentang persetujuan Bakal Pasangan Calon.
Ketentuan ini menyebabkan cengkeraman pusat dalam mendikte proses rekrutmen pasangan calon kepala daerah menjadi sangat kuat. Pertama, ketentuan mengenai hak pimpinan parpol tingkat pusat dalam mencalonkan kepala daerah dan persyaratan pencalonan kepala daerah yang wajib disertai dengan keputusan pimpinan parpol tingkat pusat mengisyaratkan adanya otoritas administratif pencalonan kepala daerah yang secara absolut ditentukan oleh pimpinan parpol pusat.
Kedua , apabila terjadi perselisihan kepentingan antara parpol tingkat daerah dengan parpol tingkat pusat dalam memutuskan pasangan calon kepala daerah yang diusung maka kepentingan parpol tingkat daerah menjadi sangat rentan untuk dikorbankan. Bahkan, bagi pengurus parpol tingkat daerah yang melawan keputusan parpol tingkat pusat maka tuduhan pembangkangan dan ancaman sanksi dinonaktifkan sampai dalam bentuk pemecatan oleh pimpinan parpol tingkat pusat. Pendekatan represif ini terbilang sangat efektif digunakan oleh pimpinan parpol tingkat pusat dalam memuluskan kepentingannya dalam proses pencalonan kepala daerah.
Tata Ulang
Kuatnya sentralisme parpol tingkat pusat dalam pencalonan kepala daerah linier dengan minimnya pemberdayaan institusi dan kepemimpinan parpol tingkat daerah untuk menjadi agen lokal dalam menciptakan proses kepemimpinan lokal secara mandiri. Sentralisme parpol tingkat pusat ini pada gilirannya menjadi penyebab terciptanya involusi parpol tingkat daerah dalam memerankan fungsi penting parpol sebagai sarana rekrutan politik.
Rekrutan kepemimpinan lokal yang berbasis selera pusat ini menegaskan pilkada tidak menjadi perayaan demokrasi lokal, tetapi perayaan hasrat politik pusat yang diselenggarakan di arena kekuasaan lokal. Tidak heran jika dalam proses penjaringan pasangan calon kepala daerah justru hilir mudik proses pencalonan lebih riuh terjadi di parpol tingkat pusat yang dibumbui dengan aroma tidak sedap komersialisasi dukungan oleh parpol.
tulis komentar anda