Airlangga Hartarto: Pelaku Vandalisme Saat Demo UU Cipta Kerja Bukan Mahasiswa
Jum'at, 09 Oktober 2020 - 10:35 WIB
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, dalam melakukan aksi unjuk rasa , mahasiswa agar tidak tertunggangi oleh pihak-pihak tertentu. Ini kaitannya dengan unjuk rasa yang berujung anarkis, Kamis (8/10/2020) di sekitar Jakarta Pusat.
“Dalam beberapa hari ini, ada kegiatan dari adik-adik kita, mahasiswa, yang bergerak di jalan. Kami melihat bahwa persoalan ini agar tidak tertunggangi dan tidak berubah menjadi aksi yang sifatnya anarkis. Kita juga berharap adik-adik kita dapat diberikan sosialisasi secara baik ( UU Cipta kerja ), bahwa ini adalah harapan bangsa ke depan, bagi adik-adik mahasiswa,” kata Airlangga, Jumat, (9/10/2020).
Airlangga berharap para mahasiswa yang ikut serta dalam aksi unjuk rasa agar benar-benar bisa memahami apa yang mereka sebenarnya permasalahkan. “Saya yakin adik-adik mahasiswa selalu terbuka terhadap perubahan,” ujarnya. (Baca juga: Regulasi Terlalu Gemuk Jadi Landasan Lahirnya UU Cipta Kerja)
Selama ini di media sosial, Airlangga melihat ada banyak informasi tidak benar yang tersebar luas ke masyarakat. Banyak hoaks yang juga dikembangkan di masyarakat terhadap RUU Cipta Kerja. Airlangga berharap bahwa hoaks ini bisa diperbaiki.
“Tentu kita ingin melihat kegiatan demo itu murni. Jika kegiatan unjuk rasa itu murni maka tidak ada vandalisme. Nah kegiatan vandalisme itu saya yakin bukan oleh tokoh-tokoh mahasiswa. Ini menjadi peringatan agar jangan ada yang menunggangi,” ungkapnya. (Baca juga: DPR Luruskan 12 Fakta tentang Omnibus Law Cipta Kerja)
Airlangga juga menyatakan pemerintah menginginkan situasi yang kondusif, terutama dalam masa pandemi Covid-19 ini. “Kita tidak ingin ada klaster baru (Covid-19) dari kegiatan massal atau unjuk rasa,” tandasnya. (Baca juga: 18 Halte Bus Transjakarta Rusak dan Dibakar Massa, Kerugian Rp45 Miliar)
Pasalnya, dalam swab test yang dilakukan terhadap beberapa peserta aksi unjuk rasa ditemukan yang positif Covid-19. “Dalam situasi PSBB hal seperti ini harus dijaga. Kami percaya mahasiswa bisa melakukannya uujuk rasa secara aman, damai dan tertib dalam pengungkapan opininya,” kata Airlangga.
Selain itu ada indikasi sejumlah mahasiswa bahkan pelajar di beberapa tempat tidak tahu apa yang mereka protes dalam aksi unjuk rasa itu. Seperti di Semarang, Jawa Tengah. Saat dicek langsung Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo ternyata para pengunjuk rasa tidak tahu tentang apa yang didemo. Mereka juga belum pernah baca tentang RUU Cipta kerja.
“Dalam bentuk sample ini, mereka didorong oleh kegiatan-kegiatan medsos dan didorong untuk melakukan kegiatan seperti itu. Kami ingin agar adik-adik mahasiswa ini mendapatkan penjelasan, dari pemerintah daerah, dan pemerintah pusat serta dari media agar lebih jelas,” tuturnya.
Perihal RUU Cipta Kerja yang disahkan pada Senin (5/10/2020), Airlangga menyatakan itu adalah sebuah proses pembentukan hukum. Di dalam pembahasan atau pun persetujuan undang-undang, wajar jika ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Apabila ada proses lain yang bisa ditempuh yaitu proses judicial review.
“Judicial review ini dijamin oleh uu sehingga itu bisa diproses melalui Mahkamah konstitusi, sehingga kita tidak perlu untuk saling memaksakan pendapat apalagi ini sudah berproses di DPR,” imbuhnya.
“Dalam beberapa hari ini, ada kegiatan dari adik-adik kita, mahasiswa, yang bergerak di jalan. Kami melihat bahwa persoalan ini agar tidak tertunggangi dan tidak berubah menjadi aksi yang sifatnya anarkis. Kita juga berharap adik-adik kita dapat diberikan sosialisasi secara baik ( UU Cipta kerja ), bahwa ini adalah harapan bangsa ke depan, bagi adik-adik mahasiswa,” kata Airlangga, Jumat, (9/10/2020).
Airlangga berharap para mahasiswa yang ikut serta dalam aksi unjuk rasa agar benar-benar bisa memahami apa yang mereka sebenarnya permasalahkan. “Saya yakin adik-adik mahasiswa selalu terbuka terhadap perubahan,” ujarnya. (Baca juga: Regulasi Terlalu Gemuk Jadi Landasan Lahirnya UU Cipta Kerja)
Selama ini di media sosial, Airlangga melihat ada banyak informasi tidak benar yang tersebar luas ke masyarakat. Banyak hoaks yang juga dikembangkan di masyarakat terhadap RUU Cipta Kerja. Airlangga berharap bahwa hoaks ini bisa diperbaiki.
“Tentu kita ingin melihat kegiatan demo itu murni. Jika kegiatan unjuk rasa itu murni maka tidak ada vandalisme. Nah kegiatan vandalisme itu saya yakin bukan oleh tokoh-tokoh mahasiswa. Ini menjadi peringatan agar jangan ada yang menunggangi,” ungkapnya. (Baca juga: DPR Luruskan 12 Fakta tentang Omnibus Law Cipta Kerja)
Airlangga juga menyatakan pemerintah menginginkan situasi yang kondusif, terutama dalam masa pandemi Covid-19 ini. “Kita tidak ingin ada klaster baru (Covid-19) dari kegiatan massal atau unjuk rasa,” tandasnya. (Baca juga: 18 Halte Bus Transjakarta Rusak dan Dibakar Massa, Kerugian Rp45 Miliar)
Pasalnya, dalam swab test yang dilakukan terhadap beberapa peserta aksi unjuk rasa ditemukan yang positif Covid-19. “Dalam situasi PSBB hal seperti ini harus dijaga. Kami percaya mahasiswa bisa melakukannya uujuk rasa secara aman, damai dan tertib dalam pengungkapan opininya,” kata Airlangga.
Selain itu ada indikasi sejumlah mahasiswa bahkan pelajar di beberapa tempat tidak tahu apa yang mereka protes dalam aksi unjuk rasa itu. Seperti di Semarang, Jawa Tengah. Saat dicek langsung Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo ternyata para pengunjuk rasa tidak tahu tentang apa yang didemo. Mereka juga belum pernah baca tentang RUU Cipta kerja.
“Dalam bentuk sample ini, mereka didorong oleh kegiatan-kegiatan medsos dan didorong untuk melakukan kegiatan seperti itu. Kami ingin agar adik-adik mahasiswa ini mendapatkan penjelasan, dari pemerintah daerah, dan pemerintah pusat serta dari media agar lebih jelas,” tuturnya.
Perihal RUU Cipta Kerja yang disahkan pada Senin (5/10/2020), Airlangga menyatakan itu adalah sebuah proses pembentukan hukum. Di dalam pembahasan atau pun persetujuan undang-undang, wajar jika ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Apabila ada proses lain yang bisa ditempuh yaitu proses judicial review.
“Judicial review ini dijamin oleh uu sehingga itu bisa diproses melalui Mahkamah konstitusi, sehingga kita tidak perlu untuk saling memaksakan pendapat apalagi ini sudah berproses di DPR,” imbuhnya.
(poe)
tulis komentar anda