Hari Kesaktian Pancasila
Kamis, 01 Oktober 2020 - 07:23 WIB
HARI ini, 1 Oktober, merupakan Hari Kesaktian Pancasila. Hari yang sangat bersejarah bagi perjalanan bangsa Indonesia. Hari di mana ideologi Pancasila kembali dikuatkan sebagai ideologi negara setelah gagalnya kudeta berdarah yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S) 1965 yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, tercatat dua kali upaya mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis (marxisme-leninisme) yakni pada 1948 dan 1965. Namun kedua upaya tersebut gagal.
Sejatinya Pancasila merupakan suatu jalan pikiran dan dasar falsafah hidup bangsa Indonesia. Karena itu, peringatan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober dilakukan sebagai ikon pikiran dan dasar falsafah hidup tersebut.
Insiden G30S menjadi sejarah yang kelam untuk bangsa Indonesia hingga kini. Tragedi tersebut juga menjadi isu yang sensitif di kalangan masyarakat. G30S merupakan salah satu peristiwa yang menimbulkan banyak korban. Peristiwa besar tersebut tak hanya terjadi di Jakarta sebagai pusat perhelatan politik saat itu. Tetapi hingga pelosok-pelosok daerah di Pulau Jawa. Jawa Adalah Kunci, kalimat legendaris yang diucapkan oleh tokoh PKI, DN Aidit.
Berbagai narasi dan argumentasi terus bermunculan selama 55 tahun. Dari pihak yang berideologi komunis, peristiwa G30S tak lepas dari intervensi kekuatan asing. Dokumen Gilchrist juga menjadi isu yang menyebar menjelang insiden G30S. Dokumen tersebut sering digunakan untuk mendukung argumen keterlibatan Amerika Serikat (AS) melalui lembaga intelijennya (CIA) dalam menggulingkan pemerintah yang berkuasa saat itu. Namun, pihak yang antikomunis tetap berkeyakinan bahwa penganut ideologi komunis ingin mengubah ideologi Pancasila dengan komunisme.
Banyak pelaku sejarah atau setidaknya yang mengetahui dan mengalami langsung peristiwa tersebut yang masih hidup. Sayangnya, tak ada satu pun yang mampu atau bahkan berani mengungkapkan fakta-fakta yang masih terpendam.
Upaya rekonsiliasi nasional terus dilakukan, namun terus menemui jalan buntu. Hal yang justru terjadi adalah semakin masifnya retorika dan narasi yang mendesak masyarakat Indonesia agar bisa berdamai dengan masa lalu.
Hingga kini masyarakat masih terpolarisasi menjadi dua. Jurang polarisasi itu semakin dalam manakala dibumbui dengan retorika yang memojokkan umat Islam dengan narasi radikal, intoleran, dan antikeberagaman. Praktis, “kelompok kanan” langsung mengarahkan telunjuknya kepada “kelompok kiri” sebagai biang perpecahan.
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila bisa dijadikan sebagai kebangkitan bagi masyarakat untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme yang cenderung mulai luntur. Nilai-nilai Pancasila harus dimaknai sebagai semangat untuk membangun kembali jati diri bangsa dan harus tertanam kuat dalam diri generasi sekarang maupun yang akan datang mengingat Pancasila adalah dasar negara dan menjadi sumber hukum yang mengatur kehidupan masyarakat Indonesia.
Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, tercatat dua kali upaya mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis (marxisme-leninisme) yakni pada 1948 dan 1965. Namun kedua upaya tersebut gagal.
Sejatinya Pancasila merupakan suatu jalan pikiran dan dasar falsafah hidup bangsa Indonesia. Karena itu, peringatan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober dilakukan sebagai ikon pikiran dan dasar falsafah hidup tersebut.
Insiden G30S menjadi sejarah yang kelam untuk bangsa Indonesia hingga kini. Tragedi tersebut juga menjadi isu yang sensitif di kalangan masyarakat. G30S merupakan salah satu peristiwa yang menimbulkan banyak korban. Peristiwa besar tersebut tak hanya terjadi di Jakarta sebagai pusat perhelatan politik saat itu. Tetapi hingga pelosok-pelosok daerah di Pulau Jawa. Jawa Adalah Kunci, kalimat legendaris yang diucapkan oleh tokoh PKI, DN Aidit.
Berbagai narasi dan argumentasi terus bermunculan selama 55 tahun. Dari pihak yang berideologi komunis, peristiwa G30S tak lepas dari intervensi kekuatan asing. Dokumen Gilchrist juga menjadi isu yang menyebar menjelang insiden G30S. Dokumen tersebut sering digunakan untuk mendukung argumen keterlibatan Amerika Serikat (AS) melalui lembaga intelijennya (CIA) dalam menggulingkan pemerintah yang berkuasa saat itu. Namun, pihak yang antikomunis tetap berkeyakinan bahwa penganut ideologi komunis ingin mengubah ideologi Pancasila dengan komunisme.
Banyak pelaku sejarah atau setidaknya yang mengetahui dan mengalami langsung peristiwa tersebut yang masih hidup. Sayangnya, tak ada satu pun yang mampu atau bahkan berani mengungkapkan fakta-fakta yang masih terpendam.
Upaya rekonsiliasi nasional terus dilakukan, namun terus menemui jalan buntu. Hal yang justru terjadi adalah semakin masifnya retorika dan narasi yang mendesak masyarakat Indonesia agar bisa berdamai dengan masa lalu.
Hingga kini masyarakat masih terpolarisasi menjadi dua. Jurang polarisasi itu semakin dalam manakala dibumbui dengan retorika yang memojokkan umat Islam dengan narasi radikal, intoleran, dan antikeberagaman. Praktis, “kelompok kanan” langsung mengarahkan telunjuknya kepada “kelompok kiri” sebagai biang perpecahan.
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila bisa dijadikan sebagai kebangkitan bagi masyarakat untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme yang cenderung mulai luntur. Nilai-nilai Pancasila harus dimaknai sebagai semangat untuk membangun kembali jati diri bangsa dan harus tertanam kuat dalam diri generasi sekarang maupun yang akan datang mengingat Pancasila adalah dasar negara dan menjadi sumber hukum yang mengatur kehidupan masyarakat Indonesia.
(ras)
Lihat Juga :
tulis komentar anda