Komisi III DPR Pertanyakan Pemilihan Diksi Pam Swakarsa oleh Kapolri
Rabu, 30 September 2020 - 15:44 WIB
JAKARTA - Komisi III DPR mengapresiasi penghidupan kembali Pam Swakarsa atau pelibatan masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan oleh Polri lewat Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 4/2020. Namun demikian, sejumlah anggota Komisi III DPR juga mengkritisi pemilihan diksi Pam Swakarsa yang mengingatkan kembali pada peristiwa 1998 yang mana, Pam Swakarsa digunakan untuk melawan aksi atau kegiatan demokrasi.
”Diksi Pam Swakarsa bagi kami yang mengikuti dan mengalami peristiwa 98, ini memang agak sensitif, karena Pam swaskarsa zaman dulu digunakan untuk menggebuk aksi-aksi kegiatan demokrasi,” kata anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/9/2020). (Baca juga: YLBHI: Pam Swakarsa Seperti Mempersenjatai Masyarakat)
Sehingga, sambung politikus PDIP itu, kalau Pam Swakarsa hendak dihadirkan kembali mungkin perlu disosialisasikan kepada masyarakat dengan lebih baik lagi. Terkait dengan seragam satpam, pihaknya juga mengapreasiasi ini sebagai bentuk kehadiran negara dalam melaksanakan tugas yang non-yustisial. “Tapi kembali sosialisasi harus lebih baik. Pak Kapolri harus ngomong dulu dengan Komisi III mengenai ide brilian dan cerdas seperti ini, jangan jalan sendiri Pak Kapolri,” tambahnya. (Baca juga: Dukung Pam Swakarsa, DPR Ingatkan Pengawasan Harus di Bawah Polri)
Senada, anggota Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, pihaknya menentang Pam Swakarsa jika konsepnya sama dengan Pam Swakarsa yang dibentuk pada 1998. Karena, Pam Swakarsa menjadi kelompok yang menentang Reformasi kala itu. “Itu nyata, jelas, kami juga waktu itu ada di lapangan, terjadi bentrokan, itu konsep,” kata Habib di kesempatan sama. (Baca juga: Kritik Upaya Menghidupkan Pam Swakarsa, KontraS: Ada Niat Kembalikan Situasi ke Masa Lalu)
Karena itu, politikus Partai Gerindra ini mengusulkan agar diubah dan tidak menggunakan nama Pam Swakarsa. Karena, nama itu mengingatkan trauma tersendiri akan Pam Swakarsa yang ada di masa lalu. “Soal nama saya pikir alangkah baiknya nama lain. Kenapa harus pakai Pam Swakarsa, bisa pakai nama lain yang tidak menimbulkan trauma,” usulnya.
Di sisi lain, anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding sependapat bahwa Pam Swakarsa ini erat kaitannya dengan peristiwa 1998. Namun, dia bisa melihat sisi positifnya bahwa Pam Swakarsa ini merupakan upaya pelibatan masyarakat untuk membantu kinerja kepolisian. Karena, dengan jumlah personel yang ada tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia. “Keterlibatan publik dalam Pam Swakarsa ini bisa bekerja sama dan memebrikan informasi dalam rangka untuk menjaga keamanan dan ketertiban,” kata Sudding.
Karena itu, politikus PAN ini meminta agar Pam Swakarsa ini tidak dikaitkan lagi dengan peristiwa 1998. Dan lebih melihat kepada sisi positifnya. “Saya kira sisi positifnya ada di situ, jangan Pam Swakarsa diasumsikan tahun 98 yang menghadap-hadapkan masyarakat,” tegasnya. *kiswondari
”Diksi Pam Swakarsa bagi kami yang mengikuti dan mengalami peristiwa 98, ini memang agak sensitif, karena Pam swaskarsa zaman dulu digunakan untuk menggebuk aksi-aksi kegiatan demokrasi,” kata anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/9/2020). (Baca juga: YLBHI: Pam Swakarsa Seperti Mempersenjatai Masyarakat)
Sehingga, sambung politikus PDIP itu, kalau Pam Swakarsa hendak dihadirkan kembali mungkin perlu disosialisasikan kepada masyarakat dengan lebih baik lagi. Terkait dengan seragam satpam, pihaknya juga mengapreasiasi ini sebagai bentuk kehadiran negara dalam melaksanakan tugas yang non-yustisial. “Tapi kembali sosialisasi harus lebih baik. Pak Kapolri harus ngomong dulu dengan Komisi III mengenai ide brilian dan cerdas seperti ini, jangan jalan sendiri Pak Kapolri,” tambahnya. (Baca juga: Dukung Pam Swakarsa, DPR Ingatkan Pengawasan Harus di Bawah Polri)
Senada, anggota Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, pihaknya menentang Pam Swakarsa jika konsepnya sama dengan Pam Swakarsa yang dibentuk pada 1998. Karena, Pam Swakarsa menjadi kelompok yang menentang Reformasi kala itu. “Itu nyata, jelas, kami juga waktu itu ada di lapangan, terjadi bentrokan, itu konsep,” kata Habib di kesempatan sama. (Baca juga: Kritik Upaya Menghidupkan Pam Swakarsa, KontraS: Ada Niat Kembalikan Situasi ke Masa Lalu)
Karena itu, politikus Partai Gerindra ini mengusulkan agar diubah dan tidak menggunakan nama Pam Swakarsa. Karena, nama itu mengingatkan trauma tersendiri akan Pam Swakarsa yang ada di masa lalu. “Soal nama saya pikir alangkah baiknya nama lain. Kenapa harus pakai Pam Swakarsa, bisa pakai nama lain yang tidak menimbulkan trauma,” usulnya.
Di sisi lain, anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding sependapat bahwa Pam Swakarsa ini erat kaitannya dengan peristiwa 1998. Namun, dia bisa melihat sisi positifnya bahwa Pam Swakarsa ini merupakan upaya pelibatan masyarakat untuk membantu kinerja kepolisian. Karena, dengan jumlah personel yang ada tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia. “Keterlibatan publik dalam Pam Swakarsa ini bisa bekerja sama dan memebrikan informasi dalam rangka untuk menjaga keamanan dan ketertiban,” kata Sudding.
Karena itu, politikus PAN ini meminta agar Pam Swakarsa ini tidak dikaitkan lagi dengan peristiwa 1998. Dan lebih melihat kepada sisi positifnya. “Saya kira sisi positifnya ada di situ, jangan Pam Swakarsa diasumsikan tahun 98 yang menghadap-hadapkan masyarakat,” tegasnya. *kiswondari
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda