Urgensi Perluasan Makna Penyiaran
Jum'at, 25 September 2020 - 07:25 WIB
Melihat pada fakta tersebut, artinya pengertian on demand adalah menghapuskan makna serentak dan bersamaan pada definisi penyiaran itu sendiri sehingga dalam perkembangannya saat ini ada urgensi untuk melakukan perluasan makna pada penyiaran dengan menghapus frasa ‘serentak dan bersamaan’ pada Pasal 1 ayat (2) UU 32 Nomor/2002 tentang Penyiaran. Secara hukum dengan dihapusnya frasa kata tersebut, maka UU Penyiaran dapat diperlakukan pada tayangan berbasis VoD berbasis akses internet.
Perluasan makna penyiaran secara hukum dapat ditempuh melalui dua cara, yakni dengan mengganti atau merevisi UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran atau Mahkamah Konstitusi melalui proses uji materiil atas Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32/2002. Kedua aturan ini dapat menghapus frasa kata ‘serentak dan bersamaan’ sehingga definisi penyiaran mengalami perluasan makna secara hukum dengan mencakup tayangan VoD berbasis akses internet.
Melihat urgensi yang ada, maka idealnya perluasan makna penyiaran tersebut dapat dilakukan melalui Mahkamah Konstitusi dengan proses uji materiil atas Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32/2002. Sebaliknya, proses perluasan makna penyiaran melalui proses legislatif dengan perubahan atau pembentukan aturan yang menggantikan UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran dapat ditempuh jika perluasan makna penyiaran tidak dapat ditempuh melalui Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini seharusnya Mahkamah Konstitusi dapat mengakomodasi mengingat secara hukum nyata-nyata ada urgensi perluasan makna dari penyiaran itu sendiri.
Perluasan Peran KPI
Tujuan dibentuknya KPI dalam UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran agar siaran yang ditayangkan tidak bertentangan dengan budaya bangsa dan mengandung nilai-nilai moral yang baik. Dalam hal ini, artinya jika tayangan VoD berbasis akses internet tidak masuk dalam kualifikasi penyiaran, maka dapat dikatakan secara filosofis, sosiologis, maupun normatif UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran tidak dapat berfungsi lagi.
Sebaliknya dalam hal ini jika terjadi perluasan makna penyiaran dalam UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, maka aturan tersebut masih dapat berfungsi. Sebagaimana diuraikan oleh Roscoe Pound (1987) bahwa salah satu tujuan aturan adalah ‘as a tool of social engineering dan as a tool of social control’. Jika definisi penyiaran mengalami perluasan makna dalam UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, artinya secara otomatis, maka KPI juga mengalami perluasan peran, yakni termasuk mengawasi tayangan berbasis VoD) berbasis akses internet.
Perluasan makna definisi penyiaran maupun perluasan makna peran dan tugas KPI inilah yang dibutuhkan agar UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran dapat berfungsi sebagai optimal. Artinya, pemerintah sebagai regulator memberikan standar aturan yang sama bagi industri media elektronik berbasis tayangan tanpa membedakan berbasis satelit (siaran konvensional) maupun VoD berbasis akses internet. Demikian pula pemerintah melalui KPI sebagai pengawas juga memberlakukan pengawasan yang sama pada setiap tayangan yang dapat diakses oleh masyarakat. Termasuk di antaranya dengan adanya perluasan makna penyiaran, maka KPI dapat menjatuhkan sanksi pada tayangan berbasis VoD berbasis akses internet. Dengan demikian, setiap tayangan yang diakses masyarakat akan dapat memberikan nilai lebih yang positif pada masyarakat, di samping pemerintah juga perlu mewujudkan ‘fair treatment’ (perlakuan yang adil berbasis aturan yang sama) pada dunia industri.
Perluasan makna penyiaran secara hukum dapat ditempuh melalui dua cara, yakni dengan mengganti atau merevisi UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran atau Mahkamah Konstitusi melalui proses uji materiil atas Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32/2002. Kedua aturan ini dapat menghapus frasa kata ‘serentak dan bersamaan’ sehingga definisi penyiaran mengalami perluasan makna secara hukum dengan mencakup tayangan VoD berbasis akses internet.
Melihat urgensi yang ada, maka idealnya perluasan makna penyiaran tersebut dapat dilakukan melalui Mahkamah Konstitusi dengan proses uji materiil atas Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32/2002. Sebaliknya, proses perluasan makna penyiaran melalui proses legislatif dengan perubahan atau pembentukan aturan yang menggantikan UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran dapat ditempuh jika perluasan makna penyiaran tidak dapat ditempuh melalui Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini seharusnya Mahkamah Konstitusi dapat mengakomodasi mengingat secara hukum nyata-nyata ada urgensi perluasan makna dari penyiaran itu sendiri.
Perluasan Peran KPI
Tujuan dibentuknya KPI dalam UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran agar siaran yang ditayangkan tidak bertentangan dengan budaya bangsa dan mengandung nilai-nilai moral yang baik. Dalam hal ini, artinya jika tayangan VoD berbasis akses internet tidak masuk dalam kualifikasi penyiaran, maka dapat dikatakan secara filosofis, sosiologis, maupun normatif UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran tidak dapat berfungsi lagi.
Sebaliknya dalam hal ini jika terjadi perluasan makna penyiaran dalam UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, maka aturan tersebut masih dapat berfungsi. Sebagaimana diuraikan oleh Roscoe Pound (1987) bahwa salah satu tujuan aturan adalah ‘as a tool of social engineering dan as a tool of social control’. Jika definisi penyiaran mengalami perluasan makna dalam UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, artinya secara otomatis, maka KPI juga mengalami perluasan peran, yakni termasuk mengawasi tayangan berbasis VoD) berbasis akses internet.
Perluasan makna definisi penyiaran maupun perluasan makna peran dan tugas KPI inilah yang dibutuhkan agar UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran dapat berfungsi sebagai optimal. Artinya, pemerintah sebagai regulator memberikan standar aturan yang sama bagi industri media elektronik berbasis tayangan tanpa membedakan berbasis satelit (siaran konvensional) maupun VoD berbasis akses internet. Demikian pula pemerintah melalui KPI sebagai pengawas juga memberlakukan pengawasan yang sama pada setiap tayangan yang dapat diakses oleh masyarakat. Termasuk di antaranya dengan adanya perluasan makna penyiaran, maka KPI dapat menjatuhkan sanksi pada tayangan berbasis VoD berbasis akses internet. Dengan demikian, setiap tayangan yang diakses masyarakat akan dapat memberikan nilai lebih yang positif pada masyarakat, di samping pemerintah juga perlu mewujudkan ‘fair treatment’ (perlakuan yang adil berbasis aturan yang sama) pada dunia industri.
(ras)
tulis komentar anda