Apa Kabar Relaksasi Kredit UMKM?
Selasa, 15 September 2020 - 18:43 WIB
Fajar S Pramono
Peminat tema sosial ekonomi, Alumnus UNS Surakarta
SEJAK awal pandemi Covid-19 di Maret 2020 hingga hari ini, otoritas dan lembaga keuangan terus bergerak cepat untuk memastikan nasib UMKM Indonesia tidak terpuruk ke level dasar. Salah satunya jelas, yakni dengan relaksasi tipe struktur dan kewajiban kredit UMKM.
Sejauh mana dampak relaksasi kredit yang sudah dan masih terus dilakukan ini terhadap perkembangan UMKM itu hari ini? Bagaimana produktivitas restrukturisasi kredit dampak pandemi yang sudah dilakukan? Apakah sudah terukur dengan baik?
Pertanyaan ini layak terlontar ketika akhir Agustus 2020 lalu kita mendengar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperpanjang program restrukturisasi kredit dalam POJK 11/2020. Keputusan perpanjangan program restrukturisasi ini tampaknya sedang dianalisa, dan keputusannya akan disampaikan Oktober 2020 atau maksimal sebelum akhir tahun.
Produktivitas Restrukturisasi
Sejak awal program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 digelontorkan, rasanya belum pernah terekspos secara detail apa saja indikator yang pada periode tertentu setelahnya bisa digunakan untuk memberi kesimpulan soal produktivitas dan efektivitas pola restrukturisasi kredit yang telah dilakukan.
Sejauh mana keberlangsungan serta kebangkitan UMKM yang diharapkan dengan relaksasi kredit harus bisa dijawab. Kalaupun ada kebangkitan, apakah itu memang merupakan buah relaksasi, atau lebih karena pelonggaran protokol kesehatan berikut permisivitas aktivitas yang makin tinggi di dalam keseharian hidup masyarakat saat ini? Belum jelas.
Pada sebuah kesempatan, penulis pernah mencoba merumuskan beberapa indikator produktivitas restrukturisasi kredit dampak pandemi, baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Dari aspek kuantitas, harus terukur perbandingan antara potensi restrukturisasi (dalam hal ini jumlah debitur terdampak Covid-19 yang masih punya prospek usaha) dengan jumlah restrukturisasi kredit yang telah dilakukan. Semakin besar prosentasenya, berarti kecepattanggapan lembaga keuangan terkait semakin baik. Semakin tinggi produktivitasnya.
Peminat tema sosial ekonomi, Alumnus UNS Surakarta
SEJAK awal pandemi Covid-19 di Maret 2020 hingga hari ini, otoritas dan lembaga keuangan terus bergerak cepat untuk memastikan nasib UMKM Indonesia tidak terpuruk ke level dasar. Salah satunya jelas, yakni dengan relaksasi tipe struktur dan kewajiban kredit UMKM.
Sejauh mana dampak relaksasi kredit yang sudah dan masih terus dilakukan ini terhadap perkembangan UMKM itu hari ini? Bagaimana produktivitas restrukturisasi kredit dampak pandemi yang sudah dilakukan? Apakah sudah terukur dengan baik?
Pertanyaan ini layak terlontar ketika akhir Agustus 2020 lalu kita mendengar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperpanjang program restrukturisasi kredit dalam POJK 11/2020. Keputusan perpanjangan program restrukturisasi ini tampaknya sedang dianalisa, dan keputusannya akan disampaikan Oktober 2020 atau maksimal sebelum akhir tahun.
Produktivitas Restrukturisasi
Sejak awal program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 digelontorkan, rasanya belum pernah terekspos secara detail apa saja indikator yang pada periode tertentu setelahnya bisa digunakan untuk memberi kesimpulan soal produktivitas dan efektivitas pola restrukturisasi kredit yang telah dilakukan.
Sejauh mana keberlangsungan serta kebangkitan UMKM yang diharapkan dengan relaksasi kredit harus bisa dijawab. Kalaupun ada kebangkitan, apakah itu memang merupakan buah relaksasi, atau lebih karena pelonggaran protokol kesehatan berikut permisivitas aktivitas yang makin tinggi di dalam keseharian hidup masyarakat saat ini? Belum jelas.
Pada sebuah kesempatan, penulis pernah mencoba merumuskan beberapa indikator produktivitas restrukturisasi kredit dampak pandemi, baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Dari aspek kuantitas, harus terukur perbandingan antara potensi restrukturisasi (dalam hal ini jumlah debitur terdampak Covid-19 yang masih punya prospek usaha) dengan jumlah restrukturisasi kredit yang telah dilakukan. Semakin besar prosentasenya, berarti kecepattanggapan lembaga keuangan terkait semakin baik. Semakin tinggi produktivitasnya.
tulis komentar anda