Disebut Rekrut Preman untuk Tangani COVID-19, Ini Penjelasan Wakapolri

Senin, 14 September 2020 - 16:14 WIB
Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR RI yang dipimpin oleh Ahmad Sahroni di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/9/2020). FOTO/SINDOnews/YULIANTO
JAKARTA - Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono mengklarifikasi terkait pemberitaan Polri hendak merekrut 'jeger' atau preman pasar untuk penegakan protokol kesehatan COVID-19 dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR. Menurutnya, pelibatan preman itu hanya untuk pasar tradisional yang tidak memiliki struktur pengelola yang jelas.

"Melakukan operasi yustisi ini yang dikedepankan adalah Satpol PP, karena begini, karena kita mengedepankan perda atau perkada. Di sana nanti Polri-TNI tentunya dengan unsur terkait akan membantu dan mendampingi itu," kata Wakapolri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/9/2020).

"Kita melaksanakan secara situasioner dan secara mobile. Nanti yang menegakkan sanksinya siapa nanti adalah Satpol PP nantinya. Bahkan pada perda-perda yang sudah ada turun bersama pengadilan," tuturnya. ( )

Gatot melanjutkan, untuk membangun kesadaran yang berbasis komunitas, pihaknya merangkul pimpinannya. Dia mencontohkan perkantoran pasti ada pemilik dan bagian keamanannya. "Nah komunitas siapa di situ. Mereka yang bertanggung jawab di sana. Mendisiplinkan. Mendisplinkan kita merangkul semua bukan mereka menegakkan Perda," katanya.



Menurut Gatot, pimpinan komunitas itu akan membantu menegakkan protokol COVID-19 di komunitas masing-masing, karena Polri dan TNI tidak berpatroli dan bersama mereka di sana selama 24 jam. Nantinya akan ada pimpinan yang mengingatkan, sehingga akhirnya timbul kesadaran kolektif dan saling mengingatkan.

"Karena kalau tidak pakai masker bisa memaparkan kepada orang lain. Begitu juga di pasar. Pasar itu kan ada Pasar Jaya, mal ada owner-nya, ada satpamnya. Kita mudah membentuk di sana," kata Gatot. ( )

Namun, sambung Gatot, pada pasar-pasar tradisional, realitasnya masyarakat Indonesia ada yang menyebutnya kepala keamanan, mandor, jeger, atau preman. Mereka yang ada setiap hari di sana.

"Bukan kita merekrut preman. Itu yang keliru. Tapi kita merangkul mereka, pimpinan-pimpinan informal yang ada di komunitas itu untuk bersama-sama kita membangun satu kesadaran kolektif untuk mematuhi protokol COVID-19," ujarnya.

Gatot menegaskan, di pasar tradisional memang ada yang mengawasi, seperti Babinkamtibmas, tapi mereka tidak berada di sana setiap waktu. Sementara pimpinan informal akan berada di sana setiap waktu, sehingga bisa membantu mengingatkan dan menegakkan protokol COVID-19.

"Jadi saya bilang realitas sosial di masyarakat harus dipahami. Sehingga kita dari segi sosiologis bukan mereka preman dari mana kita rekrut. Tapi pimpinan informal di sana, mereka tentunya bersama dengan komunitas yang ada untuk mematuhi protokol COVID-19," kata Gatot.

"Kalau ada kesadaran kolektif berbasis komunitas ini kita kerjakan bersama-sama, saya kira percepatan dalam memutus mata rantai COVID-19 itu bisa dilaksanakan," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More