Partai Sempalan Bisa Eksis jika Punya Tiga Hal Penting Ini
Jum'at, 11 September 2020 - 15:25 WIB
JAKARTA - Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengungkapkan, fenomena partai sempalan setidaknya menunjukkan empat hal. Pertama, menunjukkan mengkristalnya ketidaktaatan kader terhadap mekanisme organisasi dan kepemimpinan partai.
"Bahwa ketika partai sudah memutuskan kepengurusan melalui musyawarah tertinggi sesuai AD ART partai, ternyata ada kader yang tidak mau menaati hasil musyawarah tertinggi tersebut. Setelah itu mereka konsolidasi membentuk partai sempalan," ujar Ubedilah Badrun kepada SINDOnews, Jumat (11/9/2020).
(Baca: Amien Rais Segera Deklarasikan Partai Baru Berasas Islam Rahmatan Lil 'Alamin, Ini Respons PAN)
Kedua, menunjukan adanya perbedaan pandangan dan partai tidak mampu mengelola perbedaan pandangan tersebut. "Sehingga makin meruncing perbedaan tersebut kemudian salah satu kubu membentuk partai sempalan," ujar Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS) ini.
Ketiga, menunjukkan bahwa partai-partai di Indonesia belum menjadi partai modern yang memegang teguh prinsip manajemen modern yang mampu meminimalisir konflik dengan baik, memegang teguh akuntabilitas dan memiliki integritas dalam kepemimpinan organisasinya.
Keempat, menunjukan adanya kepentingan pihak-pihak di luar partai tersebut yang masuk partai dengan tujuan memecah belah partai. "Ini biasanya dilakukan penguasa yang khawatir atas kemajuan partai oposisi atau partai pesaingnya yang semakin mendapat dukungan luas masyarakat," imbuhnya.
Menurut dia, partai sempalan hanya bisa eksis jika memiliki tiga modal penting, yaitu modal finansial yang besar, ketokohan yang kuat, dan kaderisasi yang berjalan secara militan.
"Jika ketiganya tidak semua terpenuhi maka partai sempalan hanya akan menemui kehancuran, bubar. Artinya oligarki ekonomi kembali akan menjadi faktor penentu keberadaan partai sempalan," ungkapnya.
(Baca: Jalan Oposisi Partai Baru Besutan Amien Rais)
"Bahwa ketika partai sudah memutuskan kepengurusan melalui musyawarah tertinggi sesuai AD ART partai, ternyata ada kader yang tidak mau menaati hasil musyawarah tertinggi tersebut. Setelah itu mereka konsolidasi membentuk partai sempalan," ujar Ubedilah Badrun kepada SINDOnews, Jumat (11/9/2020).
(Baca: Amien Rais Segera Deklarasikan Partai Baru Berasas Islam Rahmatan Lil 'Alamin, Ini Respons PAN)
Kedua, menunjukan adanya perbedaan pandangan dan partai tidak mampu mengelola perbedaan pandangan tersebut. "Sehingga makin meruncing perbedaan tersebut kemudian salah satu kubu membentuk partai sempalan," ujar Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS) ini.
Ketiga, menunjukkan bahwa partai-partai di Indonesia belum menjadi partai modern yang memegang teguh prinsip manajemen modern yang mampu meminimalisir konflik dengan baik, memegang teguh akuntabilitas dan memiliki integritas dalam kepemimpinan organisasinya.
Keempat, menunjukan adanya kepentingan pihak-pihak di luar partai tersebut yang masuk partai dengan tujuan memecah belah partai. "Ini biasanya dilakukan penguasa yang khawatir atas kemajuan partai oposisi atau partai pesaingnya yang semakin mendapat dukungan luas masyarakat," imbuhnya.
Menurut dia, partai sempalan hanya bisa eksis jika memiliki tiga modal penting, yaitu modal finansial yang besar, ketokohan yang kuat, dan kaderisasi yang berjalan secara militan.
"Jika ketiganya tidak semua terpenuhi maka partai sempalan hanya akan menemui kehancuran, bubar. Artinya oligarki ekonomi kembali akan menjadi faktor penentu keberadaan partai sempalan," ungkapnya.
(Baca: Jalan Oposisi Partai Baru Besutan Amien Rais)
tulis komentar anda