59 Negara Tutup Pintu, Citra Indonesia di Internasional Akan Negatif
Rabu, 09 September 2020 - 12:09 WIB
JAKARTA - Sebanyak 59 negara melarang warga negara Indonesia (WNI) masuk ke negaranya akibat pandemi COVID-19 . Larangan itu berkaitan dengan tingginya angka kasus positif COVID-19 di Indonesia.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi I DPR Syaifullah Tamliha menilai keputusan 59 negara itu akan berdampak negatif terhadap citra, harkat dan martabat Indonesia di pentas peradaban internasional. "Bisa saja persepsi dunia akan mengatakan bahwa kita adalah negara yang tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan yang telah dipandu oleh WHO dan Menteri Kesehatan kita sendiri," ujar Tamliha kepada SINDOnews, Rabu (9/9/2020). (Baca juga: Patuh Protokol COVID-19, Kemendagri Beri Apresiasi Empat Cakada)
Menurut politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, keputusan 59 negara yang menutup pintu bagi WNI itu bisa berdampak pada sektor ekonomi. "Terutama bantuan dari luar negeri dan berpengaruh terhadap bursa saham dan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing," jelasnya.
Tamliha berpendapat peningkatan orang yang terpapar COVID-19 terjadi ketika proses pilkada berlangsung. Kata dia, jangankan rakyat biasa, calon pemimpin mereka sendiri yang seharusnya jadi tauladan telah berguguran.
"Saya berharap Presiden Jokowi dan Pimpinan DPR mempertimbangkan kembali pelaksanaan Pilkada yang bisa saja kita anggap sebagai biang kerok peningkatan signifikan pandemi COVID-19 di Indonesia," tandasnya.
Dia menuturkan jika pun diteruskan maka proses Pilkada Serentak 2020 tidak akan berkualitas dan jika dipaksakan tentunya akan melahirkan pemimpin yang patut dipertanyakan kualitasnya. "Kita jangan membandingkan negara yang tidak menunda pemilu seperti di negara lain yang jumlah penduduknya tidak sebesar jumlah rakyat Indonesia," imbuhnya.
Menurut dia, lebih baik menunjuk pelaksana tugas kepala daerah sehingga bisa fokus pada menangani pandemi ini dan ekonomi terkendali sesuai protokol COVID-19. Dia pun mengingatkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan defisit anggaran bisa menjadi baik jika muaranya atau penanganan pandemi COVID-19 berjalan secara benar dan terkendali. (Baca juga: Kasus Positif Covid-19 Kian Mengkhawatirkan, Rumah Sakit di Ambang Kolaps)
"Menunjuk pelaksana tugas kepala daerah bukanlah barang yang haram, sebab undang-undang telah membolehkannya," pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi I DPR Syaifullah Tamliha menilai keputusan 59 negara itu akan berdampak negatif terhadap citra, harkat dan martabat Indonesia di pentas peradaban internasional. "Bisa saja persepsi dunia akan mengatakan bahwa kita adalah negara yang tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan yang telah dipandu oleh WHO dan Menteri Kesehatan kita sendiri," ujar Tamliha kepada SINDOnews, Rabu (9/9/2020). (Baca juga: Patuh Protokol COVID-19, Kemendagri Beri Apresiasi Empat Cakada)
Menurut politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, keputusan 59 negara yang menutup pintu bagi WNI itu bisa berdampak pada sektor ekonomi. "Terutama bantuan dari luar negeri dan berpengaruh terhadap bursa saham dan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing," jelasnya.
Tamliha berpendapat peningkatan orang yang terpapar COVID-19 terjadi ketika proses pilkada berlangsung. Kata dia, jangankan rakyat biasa, calon pemimpin mereka sendiri yang seharusnya jadi tauladan telah berguguran.
"Saya berharap Presiden Jokowi dan Pimpinan DPR mempertimbangkan kembali pelaksanaan Pilkada yang bisa saja kita anggap sebagai biang kerok peningkatan signifikan pandemi COVID-19 di Indonesia," tandasnya.
Dia menuturkan jika pun diteruskan maka proses Pilkada Serentak 2020 tidak akan berkualitas dan jika dipaksakan tentunya akan melahirkan pemimpin yang patut dipertanyakan kualitasnya. "Kita jangan membandingkan negara yang tidak menunda pemilu seperti di negara lain yang jumlah penduduknya tidak sebesar jumlah rakyat Indonesia," imbuhnya.
Menurut dia, lebih baik menunjuk pelaksana tugas kepala daerah sehingga bisa fokus pada menangani pandemi ini dan ekonomi terkendali sesuai protokol COVID-19. Dia pun mengingatkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan defisit anggaran bisa menjadi baik jika muaranya atau penanganan pandemi COVID-19 berjalan secara benar dan terkendali. (Baca juga: Kasus Positif Covid-19 Kian Mengkhawatirkan, Rumah Sakit di Ambang Kolaps)
"Menunjuk pelaksana tugas kepala daerah bukanlah barang yang haram, sebab undang-undang telah membolehkannya," pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda