Perayaan Natal Wujudkan Perdamaian dan Interaksi Antarumat Beragama
Rabu, 25 Desember 2024 - 14:55 WIB
Dia mengungkapkan bahwa merayakan perayaan agama bersama merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Ia mengingatkan bahwa sejarah menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia telah lama hidup berdampingan dalam keberagaman. Namun belakangan ini, ada kelompok yang cenderung mau memisahkan diri berdasarkan agama.
“Kita justru sekarang malah seringkali dipaksa untuk tidak bisa merayakan hari keagamaan dengan umat yang berbeda, namun harus dengan yang sama agamanya. Ini menunjukkan bahwa ada tantangan besar dalam menjaga tradisi toleransi yang telah ada,” jelas Risang.
Selain itu, Risang juga mengajak masyarakat untuk melakukan re-learning atau mempelajari kembali kearifan lokal yang ada. Ia menekankan bahwa warisan budaya toleransi harus diangkat kembali agar masyarakat dapat hidup dalam harmoni.
Bukan lalu jadi sangat homogen; yang Muslim merayakan sama yang Muslim saja, yang Kristen sama yang Kristen.
“Nilai-nilai luhur yang telah ada perlu terus dipertahankan dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan semboyan negara kita Bhinneka Tunggal Ika,” tutur Pdt. Risang yang juga aktif mengajar di Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.
Pdt. Risang juga menggarisbawahi pentingnya moderasi beragama sebagai pendekatan untuk mengatasi intoleransi. Dia mencatat bahwa meskipun moderasi dan toleransi sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, masih banyak tantangan yang harus dihadapi.
Ia merujuk pada pentingnya kembali kepada prinsip-prinsip dasar toleransi yang telah ada.
Dalam menghadapi ancaman radikalisme berbasis agama, dialog dan interaksi antarumat beragama harus dapat ditingkatkan. Dengan demikian, potensi ancaman dari radikalisme dapat diminimalisir.
Pdt. Risang pun menyampaikan pesan Natal bagi bangsa Indonesia, agar semua menyambut Natal Sang Raja Damai dengan kerukunan dan menghadirkan kedamaian dimanapun berada dalam porsi dan tugasnya masing-masing.
“Harapannya akan terciptanya suasana damai di tengah keberagaman agama dan kepercayaan di Indonesia,” ujarnya.
“Kita justru sekarang malah seringkali dipaksa untuk tidak bisa merayakan hari keagamaan dengan umat yang berbeda, namun harus dengan yang sama agamanya. Ini menunjukkan bahwa ada tantangan besar dalam menjaga tradisi toleransi yang telah ada,” jelas Risang.
Selain itu, Risang juga mengajak masyarakat untuk melakukan re-learning atau mempelajari kembali kearifan lokal yang ada. Ia menekankan bahwa warisan budaya toleransi harus diangkat kembali agar masyarakat dapat hidup dalam harmoni.
Bukan lalu jadi sangat homogen; yang Muslim merayakan sama yang Muslim saja, yang Kristen sama yang Kristen.
“Nilai-nilai luhur yang telah ada perlu terus dipertahankan dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan semboyan negara kita Bhinneka Tunggal Ika,” tutur Pdt. Risang yang juga aktif mengajar di Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.
Pdt. Risang juga menggarisbawahi pentingnya moderasi beragama sebagai pendekatan untuk mengatasi intoleransi. Dia mencatat bahwa meskipun moderasi dan toleransi sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, masih banyak tantangan yang harus dihadapi.
Ia merujuk pada pentingnya kembali kepada prinsip-prinsip dasar toleransi yang telah ada.
Dalam menghadapi ancaman radikalisme berbasis agama, dialog dan interaksi antarumat beragama harus dapat ditingkatkan. Dengan demikian, potensi ancaman dari radikalisme dapat diminimalisir.
Pdt. Risang pun menyampaikan pesan Natal bagi bangsa Indonesia, agar semua menyambut Natal Sang Raja Damai dengan kerukunan dan menghadirkan kedamaian dimanapun berada dalam porsi dan tugasnya masing-masing.
“Harapannya akan terciptanya suasana damai di tengah keberagaman agama dan kepercayaan di Indonesia,” ujarnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda