Berlebihan Jika Sebut UU Penyiaran Atur Televisi Berbasis Internet Jadi Tak Demokratis
Senin, 31 Agustus 2020 - 18:39 WIB
JAKARTA - Pakar Telematika, Roy Suryo tidak sependapat dengan banyak pernyataan di media sosial baru-baru ini yang menyebut jika Undang-undang (UU) Penyiaran juga mengatur televisi berbasis internet akan memasung kebebasan kreativitas dan tidak demokratis. Roy Suryo menilai pendapat di media sosial tersebut berlebihan alias lebay.
"Ha..ha..ha.., lebay itu," ujar Roy Suryo kepada SINDOnews, Senin (31/8/2020). (Baca juga:PKS Dorong Revisi UU Penyiaran Kembali Masuk Prolegnas Tahun Mendatang)
Menurut Roy Suryo yang merupakan mantan Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat ini, UU Penyiaran memang sudah seharusnya direvisi. "Usianya sudah 18 tahun dan belum menjangkau OTT (Over the top)," kata Roy yang juga mantan menteri Pemuda dan Olahraga era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Roy menjelaskan agar jelas dan tidak multitafsir sebaiknya pemerintah dan DPR segera membuat UU Penyiaran baru yang sudah menyesuaikan dengan kondisi aktual terkini. "Sehingga pasal yang diujimaterikan oleh RCTI dan iNewsTV (Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran) ambigu dan menyebabkan ketidakpastian hukum tidak perlu terjadi," terang Roy.
"Kebebasan berekspresi memang perlu mendapat tempat dalam iklim demokrasi, namun aturan hukum tetap diperlukan agar tidak ada kebebasan yang bersifat absolut," pungkasnya.
Sekadar diketahui, stasiun televisi RCTI dan iNews melakukan uji materi terhadap Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Uji materi ini ditujukan kepada semua layanan dan tayangan video yang berbasis spektrum frekuensi radio, tanpa terkecuali. Uji materi dimaksudkan agar semua konten video diatur sesuai aturan yang berlaku sehingga tidak menjadi liar dan berbahaya bagi NKRI.
Menciptakan landasan hukum bagi tayangan video berbasis internet tanpa terkecuali, baik lokal maupun asing, adalah tujuan dari RCTI dan iNews dalam mengajukan permohonan uji materi. (Baca: Daftar negara yang Berani Tegas Mengatur Siaran Berbasis Internet)
RCTI memohon kepada Majelis Hakim MK untuk merumuskan redaksional Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran menjadi: ”Penyiaran adalah (i) kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran; dan/atau (ii) kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran.”
"Ha..ha..ha.., lebay itu," ujar Roy Suryo kepada SINDOnews, Senin (31/8/2020). (Baca juga:PKS Dorong Revisi UU Penyiaran Kembali Masuk Prolegnas Tahun Mendatang)
Menurut Roy Suryo yang merupakan mantan Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat ini, UU Penyiaran memang sudah seharusnya direvisi. "Usianya sudah 18 tahun dan belum menjangkau OTT (Over the top)," kata Roy yang juga mantan menteri Pemuda dan Olahraga era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Roy menjelaskan agar jelas dan tidak multitafsir sebaiknya pemerintah dan DPR segera membuat UU Penyiaran baru yang sudah menyesuaikan dengan kondisi aktual terkini. "Sehingga pasal yang diujimaterikan oleh RCTI dan iNewsTV (Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran) ambigu dan menyebabkan ketidakpastian hukum tidak perlu terjadi," terang Roy.
"Kebebasan berekspresi memang perlu mendapat tempat dalam iklim demokrasi, namun aturan hukum tetap diperlukan agar tidak ada kebebasan yang bersifat absolut," pungkasnya.
Sekadar diketahui, stasiun televisi RCTI dan iNews melakukan uji materi terhadap Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Uji materi ini ditujukan kepada semua layanan dan tayangan video yang berbasis spektrum frekuensi radio, tanpa terkecuali. Uji materi dimaksudkan agar semua konten video diatur sesuai aturan yang berlaku sehingga tidak menjadi liar dan berbahaya bagi NKRI.
Menciptakan landasan hukum bagi tayangan video berbasis internet tanpa terkecuali, baik lokal maupun asing, adalah tujuan dari RCTI dan iNews dalam mengajukan permohonan uji materi. (Baca: Daftar negara yang Berani Tegas Mengatur Siaran Berbasis Internet)
RCTI memohon kepada Majelis Hakim MK untuk merumuskan redaksional Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran menjadi: ”Penyiaran adalah (i) kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran; dan/atau (ii) kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran.”
(kri)
tulis komentar anda