Kasus Judi Online di Komdigi, Budi Arie Merasa Dikhianati Mantan Anak Buahnya
Senin, 11 November 2024 - 05:37 WIB
"Muncullah AK melalui T sebagai salah satu tenaga muda anti judi online. Saudara AK memperlihatkan kemampuan sistem dan mesinnya bisa men take down 50.000 sampai 100.000 per hari. Sebenarnya ada beberapa nama lagi yang masuk tapi belakangan mereka mundur," ujarnya.
"(Saya) tentu menerima usulan dari berbagai pihak yang pro pemberantasan judol. Sudara AK bukan tidak diterima di Kominfo tapi karena dia lulusan SMK sehingga menjadi sulit untuk menetapkan penggajian nya," ujarnya.
Budi menegaskan, seluruh proses rekrutmen berikut administrasi ditangani Direktorat Pengendalian, termasuk dirinya yang memutuskan AK diterima. Tenaga pengawas dan penindakan pun kata dia bukan di bawah naungannya, melainkan bekerja dan diawasi di bawah Direktorat Pengendalian.
"Karena (AK) yang bersangkutan mengklaim punya skill IT mumpuni, di mana dalam dunia IT, sudah umum bahwa ijazah terkadang bukan menjadi hal yang utama," tuturnya.
Kini atas ditetapkan dua nama tersebut sebagai tersangka, dirinya merasa ditipu atau dikhiati. Sebab orang yang dulu ia percayai mampu memberantas Judol justru berpaling dengan para bandar.
"(Saya) justru menjadi korban pengkhianatan yang dilakukan pegawai Komdigi. T pun ternyata 'bermain' tanpa sepengetahuan Direktur, Dirjen Aptika apalagi Menteri. Perintah untuk menumpas judi online tidak dilaksanakan, malah mereka tergoda bersekongkol dengan bandar judi online," kata Budi.
Dia menegaskan, selama menjabat sebagai menteri Kominfo tak pernah memerintah baik lisan ataupun tulisan untuk melindungi situs judi online. Maka tak ada kaitannya dengan dia perihal aktivitas melindungi situs judi online.
Diketahui, T dan AK dan sejumlah PNS Komdigi menjadi operator bandar judi online. Mereka memiliki kantor satelit di Bekasi untuk melindungi 1.000 situs judi online dari take down Kominfo (yang kini menjadi Komdigi).
"(Saya) tentu menerima usulan dari berbagai pihak yang pro pemberantasan judol. Sudara AK bukan tidak diterima di Kominfo tapi karena dia lulusan SMK sehingga menjadi sulit untuk menetapkan penggajian nya," ujarnya.
Budi menegaskan, seluruh proses rekrutmen berikut administrasi ditangani Direktorat Pengendalian, termasuk dirinya yang memutuskan AK diterima. Tenaga pengawas dan penindakan pun kata dia bukan di bawah naungannya, melainkan bekerja dan diawasi di bawah Direktorat Pengendalian.
"Karena (AK) yang bersangkutan mengklaim punya skill IT mumpuni, di mana dalam dunia IT, sudah umum bahwa ijazah terkadang bukan menjadi hal yang utama," tuturnya.
Kini atas ditetapkan dua nama tersebut sebagai tersangka, dirinya merasa ditipu atau dikhiati. Sebab orang yang dulu ia percayai mampu memberantas Judol justru berpaling dengan para bandar.
"(Saya) justru menjadi korban pengkhianatan yang dilakukan pegawai Komdigi. T pun ternyata 'bermain' tanpa sepengetahuan Direktur, Dirjen Aptika apalagi Menteri. Perintah untuk menumpas judi online tidak dilaksanakan, malah mereka tergoda bersekongkol dengan bandar judi online," kata Budi.
Dia menegaskan, selama menjabat sebagai menteri Kominfo tak pernah memerintah baik lisan ataupun tulisan untuk melindungi situs judi online. Maka tak ada kaitannya dengan dia perihal aktivitas melindungi situs judi online.
Diketahui, T dan AK dan sejumlah PNS Komdigi menjadi operator bandar judi online. Mereka memiliki kantor satelit di Bekasi untuk melindungi 1.000 situs judi online dari take down Kominfo (yang kini menjadi Komdigi).
(shf)
tulis komentar anda