Reformasi PBB dan Perdamaian Abadi

Selasa, 22 Oktober 2024 - 17:43 WIB
Beberapa pihak memang mengapresiasi sebagian peran di beberapa isu sosial lain namun mengkritisi kegagapan PBB di isu keamanan. Problem utamanya diyakini ada pada struktur tidak demokratis PBB. Berdasar artikel 24 Piagam PBB, isu perdamaian dan keamanan menjadi kewenangan Dewan Keamanan (DK) PBB.

Namun DK PBB dikuasai lima negara pemilik kekuatan veto yaitu Amerika, Rusia, Tiongkok, Inggris, dan Perancis. Pada tahun 1945, kelimanya dinilai paling mampu menjamin perdamaian dan stabilitas dunia karena muncul sebagai pemenang Perang Dunia Kedua. Namun kini dunia telah berubah dan tantangan semakin berkembang kompleks.

Jumlah negara anggota PBB juga meningkat pesat dari 51 menjadi 193 negara saat ini. DK dinilai tidak mewakili tatanan dunia saat ini. Negara berkembang dan kekuatan ekonomi besar seperti India, Brasil, atau negara-negara Afrika tidak memiliki representasi tetap meski memiliki pengaruh signifikan dalam politik global.

Karena itu tuntutan reformasi PBB muncul. Sejak 1945, DK PBB telah mengalami satu kali reformasi tahun 1965 dengan penambahan dari 4 menjadi 10 anggota tidak tetap. Namun ini belum mencukupi.

Tindakan Cepat

Dominasi pemegang veto masih kentara hingga menyulitkan PBB melakukan tindakan cepat menangani krisis. Kekuasaan veto membuat mereka bisa memblokir rancangan resolusi apa pun meskipun didukung oleh mayoritas negara lain. Akibatnya, DK PBB sering mandek dalam mengambil keputusan penting.

Amerika misalnya tiga kali memveto rancangan resolusi gencatan senjata di Gaza. Sampai Desember 2023, AS telah memveto rancangan resolusi yang mengkritik Israel sebanyak 45 kali. Ia juga melakukan veto terhadap 89 rancangan resolusi DK PBB sejak tahun 1945.

Veto juga dituding membuat PBB lambat merespons konflik karena perbedaan kepentingan. Konflik di Suriah, Yaman, Palestina, dan invasi Rusia ke Ukraina menunjukkan bagaimana kepentingan nasional anggota tetap menghambat tindakan yang cepat dan tegas. Akibatnya konflik berlarut-larut panjang.

Selain itu, transparansi proses pengambilan keputusan di DK PBB juga dicatat. Negosiasi di balik layar antarnegara besar mengabaikan kepentingan negara-negara lain. Ia juga mengesampingkan rakyat yang terkena dampak dari keputusan.

Oleh karena itu, reformasi yang lebih komprehensif dimunculkan. Lima isu utamanya meliputi kategori keanggotaan, masalah hak veto yang dimiliki oleh lima anggota tetap, perwakilan regional, ukuran dewan yang diperluas dan metode kerjanya, serta hubungan Dewan Keamanan dengan Majelis Umum. Hasil reformasi diharapankan membuat peran PBB lebih efektif menjaga perdamaian abadi.

Namun mekanisme reformasi tidaklah mudah. Pertama, ia memerlukan persetujuan dari sedikitnya dua pertiga negara anggota PBB dalam pemungutan suara di Majelis Umum. Kedua, ia harus diratifikasi oleh dua pertiga negara anggota, dan ketiga, semua anggota tetap DK pemegang hak veto juga harus setuju.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More