Wow, Tas Gaun Pengantin Ini Berisi 4.945 Butir Ekstasi
Kamis, 27 Agustus 2020 - 16:35 WIB
JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mengungkap peredaran narkotika jenis ekstasi asal Belanda. Jaringan internasional ini melibatkan tiga narapidana dan seorang mantan anggota polisi.
Mereka adalah Hasrul dan Hengky napi Lapas Narkotika Sungguminasa. Sementara Sunardi napi Rutan Makassar. Sementara satu tersangka lainnya adalah Herianto alias Anto, mantan anggota polisi.
Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Pol Wawan Munawar mengungkapkan, modus sindikat ini menyamarkan pengiriman paket ekstasi menggunakan sebuah tas berisi baju pengantin. "Isi paket disebutkan dalam resi berupa gaun pengantin dan jas. Setelah dinding koper dibongkar, ditemukan kantong warna coklat berisi ribuan ekstasi," tutur Wawan saat konferensi pers di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Barang bukti yang disita dalam kasus ini diantaranya satu koper warna biru dongker, satu set gaun pengantin wanita warna putih dan jas warna hitam, satu kantong berisi 4.945 butir ekstasi, empat ponsel pintar dan kartu sim. "(Paket ekstasi) sangat original langsung dari Belanda. Tidak ada oplosan," katanya.
Pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja sama Bareskrim Polri, Ditjen Bea dan Cukai dan Kemenkumham. Berawal adanya informasi pengiriman paket yang diduga narkoba dari Belanda ke Indonesia. Penyidik menemukan paket yang dimaksud pada 1 Agustus di kargo jasa ekspedisi di Bandara Soekarno Hatta.
Dalam paket tersebut ditemukan 4.945 butir ekstasi. Paket berasal dari seseorang bernama John Christopher di Belanda dan alamat tujuan untuk Asriati di Makassar, Sulawesi Selatan. Atas temuan tersebut, penyidik melakukan pengintaian pengiriman paket untuk menemukan sindikat pelaku.
Tersangka Hengky menelpon kantor jasa ekspedisi pada 4 Agustus dan membayar pajak impor dengan menggunakan rekening bank atas nama Hasnawati. Rekening tersebut dibuat atas perintah Hasrul alias Ardi yang merupakan adik Hasnawati.
Belakangan diketahui bahwa pembuatan rekening tersebut dilakukan atas perintah Hengky. Jasa ekspedisi kemudian mengirimkan paket ke alamat tujuan namun gagal karena alamat fiktif. Hengky kemudian memberikan lagi alamat tujuan lain namun tetap gagal terkirim.
Pada akhirnya pada 10 Agustus, seseorang bernama Rahmat mendatangi kantor ekspedisi di Makassar dan berniat mengambil paket itu. Saat itu tim penyidik langsung menangkap Herianto alias Anto yang berperan menyuruh Rahmat mengambil paket.
"Tim mendatangi Rahmat dan menanyakan siapa yang menyuruhnya. Rahmat menjelaskan dia disuruh Herianto yang sedang menunggu di mobil. Lalu tim langsung menangkap Herianto," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Pol Wawan Munawar saat konferensi pers di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Dari hasil pengembangan diketahui Herianto disuruh oleh Sunardi alias Doyok untuk mengambil paket dengan imbalan 1.000 butir ekstasi jika berhasil mengambil paket. Dalam kasus ini, ada tiga pelaku yang merupakan napi. Hasrul dan Hengky merupakan napi Lapas Narkotika Sungguminasa. Sementara Sunardi adalah napi Rutan Makassar.
Mereka adalah Hasrul dan Hengky napi Lapas Narkotika Sungguminasa. Sementara Sunardi napi Rutan Makassar. Sementara satu tersangka lainnya adalah Herianto alias Anto, mantan anggota polisi.
Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Pol Wawan Munawar mengungkapkan, modus sindikat ini menyamarkan pengiriman paket ekstasi menggunakan sebuah tas berisi baju pengantin. "Isi paket disebutkan dalam resi berupa gaun pengantin dan jas. Setelah dinding koper dibongkar, ditemukan kantong warna coklat berisi ribuan ekstasi," tutur Wawan saat konferensi pers di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Barang bukti yang disita dalam kasus ini diantaranya satu koper warna biru dongker, satu set gaun pengantin wanita warna putih dan jas warna hitam, satu kantong berisi 4.945 butir ekstasi, empat ponsel pintar dan kartu sim. "(Paket ekstasi) sangat original langsung dari Belanda. Tidak ada oplosan," katanya.
Pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja sama Bareskrim Polri, Ditjen Bea dan Cukai dan Kemenkumham. Berawal adanya informasi pengiriman paket yang diduga narkoba dari Belanda ke Indonesia. Penyidik menemukan paket yang dimaksud pada 1 Agustus di kargo jasa ekspedisi di Bandara Soekarno Hatta.
Dalam paket tersebut ditemukan 4.945 butir ekstasi. Paket berasal dari seseorang bernama John Christopher di Belanda dan alamat tujuan untuk Asriati di Makassar, Sulawesi Selatan. Atas temuan tersebut, penyidik melakukan pengintaian pengiriman paket untuk menemukan sindikat pelaku.
Tersangka Hengky menelpon kantor jasa ekspedisi pada 4 Agustus dan membayar pajak impor dengan menggunakan rekening bank atas nama Hasnawati. Rekening tersebut dibuat atas perintah Hasrul alias Ardi yang merupakan adik Hasnawati.
Belakangan diketahui bahwa pembuatan rekening tersebut dilakukan atas perintah Hengky. Jasa ekspedisi kemudian mengirimkan paket ke alamat tujuan namun gagal karena alamat fiktif. Hengky kemudian memberikan lagi alamat tujuan lain namun tetap gagal terkirim.
Pada akhirnya pada 10 Agustus, seseorang bernama Rahmat mendatangi kantor ekspedisi di Makassar dan berniat mengambil paket itu. Saat itu tim penyidik langsung menangkap Herianto alias Anto yang berperan menyuruh Rahmat mengambil paket.
"Tim mendatangi Rahmat dan menanyakan siapa yang menyuruhnya. Rahmat menjelaskan dia disuruh Herianto yang sedang menunggu di mobil. Lalu tim langsung menangkap Herianto," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Pol Wawan Munawar saat konferensi pers di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Dari hasil pengembangan diketahui Herianto disuruh oleh Sunardi alias Doyok untuk mengambil paket dengan imbalan 1.000 butir ekstasi jika berhasil mengambil paket. Dalam kasus ini, ada tiga pelaku yang merupakan napi. Hasrul dan Hengky merupakan napi Lapas Narkotika Sungguminasa. Sementara Sunardi adalah napi Rutan Makassar.
(ars)
Lihat Juga :
tulis komentar anda