BSSN dan TUV Rheinland Kolaborasi Tingkatkan Kesadaran Keamanan Siber
Selasa, 17 September 2024 - 18:34 WIB
JAKARTA - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) berkolaborasi dengan TUV Rheinland Indonesia dalam upaya meningkatkan kesadaran keamanan siber. Peningkatan ini terkait teknologi operasional yang berperan penting dalam industri.
"Keamanan teknologi operasional harus mendapat perhatian khusus untuk mencegah gangguan yang berdampak luas pada aktivitas dan perekonomian masyarakat,” ujar Sekretaris Utama BSSN YB Susilo Wibowo dalam seminar bertajuk “Securing The Core; Empowering Critical Sector with OT Security” di Jakarta, belum lama ini.
Dia menekankan pentingnya penguatan teknologi operasional di sektor-sektor vital yang ditetapkan dalam Perpres No 82 Tahun 2022 tentang Perlindungan Infrastruktur Informasi Vital (IIV).
Managing Director TUV Rheinland Indonesia Nyoman Susila menuturkan teknologi operasional merujuk pada penggunaan hardware dan software untuk menjalankan sistem di berbagai lingkungan industri seperti Industrial Control Systems (ICS), Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA), dan Process Control Network (PCN).
Sistem ini memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan sistem IT karena kerentanan terhadap serangan siber yang meningkat. Seiring berkembangnya digitalisasi di berbagai sektor, ancaman terhadap teknologi operasional menjadi semakin kompleks, terutama ketika terhubung ke jaringan global yang melibatkan banyak pihak.
“Tujuan seminar ini menyosialisasikan regulasi yang telah diterbitkan dalam Perpres No 82 Tahun 2022 sekaligus meningkatkan kesadaran akan tingginya potensi serangan siber pada infrastruktur teknologi operasional. Kami ingin memberikan informasi terkait apa itu keamanan teknologi operasional, risiko yang dihadapi, dan strategi untuk memastikan keamanan infrastruktur teknologi operasional,” ungkap Nyoman.
Sementara, Global Field Manager I.07 Cyber Security and Functional Safety TUV Rheinland Manuel Diez mengatakan, Indonesia saat ini menghadapi lebih dari 3.300 serangan siber setiap minggunya. Secara global, kerugian kejahatan siber diperkirakan hingga triliunan dolar AS pada tahun 2026.
Dia juga menekankan bahwa infrastruktur penting seperti transportasi dan energi telah menjadi target serangan ransomware yang menuntut tebusan hingga jutaan dolar. "Ini hanya salah satu contoh dari banyaknya ancaman yang mengincar infrastruktur kritis," ucapnya.
"Keamanan teknologi operasional harus mendapat perhatian khusus untuk mencegah gangguan yang berdampak luas pada aktivitas dan perekonomian masyarakat,” ujar Sekretaris Utama BSSN YB Susilo Wibowo dalam seminar bertajuk “Securing The Core; Empowering Critical Sector with OT Security” di Jakarta, belum lama ini.
Dia menekankan pentingnya penguatan teknologi operasional di sektor-sektor vital yang ditetapkan dalam Perpres No 82 Tahun 2022 tentang Perlindungan Infrastruktur Informasi Vital (IIV).
Managing Director TUV Rheinland Indonesia Nyoman Susila menuturkan teknologi operasional merujuk pada penggunaan hardware dan software untuk menjalankan sistem di berbagai lingkungan industri seperti Industrial Control Systems (ICS), Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA), dan Process Control Network (PCN).
Sistem ini memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan sistem IT karena kerentanan terhadap serangan siber yang meningkat. Seiring berkembangnya digitalisasi di berbagai sektor, ancaman terhadap teknologi operasional menjadi semakin kompleks, terutama ketika terhubung ke jaringan global yang melibatkan banyak pihak.
“Tujuan seminar ini menyosialisasikan regulasi yang telah diterbitkan dalam Perpres No 82 Tahun 2022 sekaligus meningkatkan kesadaran akan tingginya potensi serangan siber pada infrastruktur teknologi operasional. Kami ingin memberikan informasi terkait apa itu keamanan teknologi operasional, risiko yang dihadapi, dan strategi untuk memastikan keamanan infrastruktur teknologi operasional,” ungkap Nyoman.
Sementara, Global Field Manager I.07 Cyber Security and Functional Safety TUV Rheinland Manuel Diez mengatakan, Indonesia saat ini menghadapi lebih dari 3.300 serangan siber setiap minggunya. Secara global, kerugian kejahatan siber diperkirakan hingga triliunan dolar AS pada tahun 2026.
Dia juga menekankan bahwa infrastruktur penting seperti transportasi dan energi telah menjadi target serangan ransomware yang menuntut tebusan hingga jutaan dolar. "Ini hanya salah satu contoh dari banyaknya ancaman yang mengincar infrastruktur kritis," ucapnya.
(jon)
Lihat Juga :
tulis komentar anda