Nurul Ghufron Tak Lolos Seleksi Capim KPK
Rabu, 11 September 2024 - 15:32 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dipastikan tak lolos dalam proses seleksi test assessment calon pimpinan ( capim) KPK . Nama Ghufron tidak masuk dalam daftar 20 Capim KPK yang lolos ke tahap selanjutnya.
Sebanyak 20 nama calon pimpinan KPK yang lolos test assessment. Mereka adalah Agus Joko Pramono, Ahmad Alamsyah Saragih, Didik Agung Widjanarko, Djoko Poerwanto, Fitroh Rohcahyanto, Harli Siregar, I Nyoman Wara, Ibnu Basuki Widodo, Ida Budhiati, Johan Budi Sapto Pribowo, Johanis Tanak, Michael Rolandi Cesnanta Brata, Muhammad Yusuf, Pahala Nainggolan, Poengky Indarti, Sang Made Mahendrajaya, Setyo Budiyanto, Sugeng Purnomo, Wawan Wardiana, dan Yanuar Nugroho.
Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah memutuskan Nurul Ghufron melanggar etik. Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas nomor 3 tahun 2021 Tentang penegakan kode etik dan kode perilaku KPK.
"Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa berupa teguran tertulis yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya, dan agar terperiksa selaku pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku KPK," kata Ketua Dewas KPK sekaligus Ketua Majelis Tumpak Hatorangan Panggabean, beberapa waktu lalu.
Nurul Ghufron terbukti menggunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK terkait permintaan bantuan dari Ghufron kepada Kasdi Subagyono selaku Plt Irjen dan Sekjen Kementan. Dia meminta Kasdi memutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (sekarang Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian) Malang. Pegawai Kementan itu bernama Andi Dwi Mandasari, menantu dari teman sekolah Ghufron.
Dari putusan Dewas KPK tersebut, sejumlah pihak seperti Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta Pansel mendiskualifikasi Nurul Ghufron sebagai capim KPK. MAKI khawatir kasus seperti Firli Bahuri kembali terulang jika Pansel kembali meloloskan pimpinan yang bermasalah dengan etik.
Sebanyak 20 nama calon pimpinan KPK yang lolos test assessment. Mereka adalah Agus Joko Pramono, Ahmad Alamsyah Saragih, Didik Agung Widjanarko, Djoko Poerwanto, Fitroh Rohcahyanto, Harli Siregar, I Nyoman Wara, Ibnu Basuki Widodo, Ida Budhiati, Johan Budi Sapto Pribowo, Johanis Tanak, Michael Rolandi Cesnanta Brata, Muhammad Yusuf, Pahala Nainggolan, Poengky Indarti, Sang Made Mahendrajaya, Setyo Budiyanto, Sugeng Purnomo, Wawan Wardiana, dan Yanuar Nugroho.
Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah memutuskan Nurul Ghufron melanggar etik. Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas nomor 3 tahun 2021 Tentang penegakan kode etik dan kode perilaku KPK.
"Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa berupa teguran tertulis yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya, dan agar terperiksa selaku pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku KPK," kata Ketua Dewas KPK sekaligus Ketua Majelis Tumpak Hatorangan Panggabean, beberapa waktu lalu.
Nurul Ghufron terbukti menggunakan pengaruhnya sebagai pimpinan KPK terkait permintaan bantuan dari Ghufron kepada Kasdi Subagyono selaku Plt Irjen dan Sekjen Kementan. Dia meminta Kasdi memutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian ke Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (sekarang Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian) Malang. Pegawai Kementan itu bernama Andi Dwi Mandasari, menantu dari teman sekolah Ghufron.
Dari putusan Dewas KPK tersebut, sejumlah pihak seperti Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta Pansel mendiskualifikasi Nurul Ghufron sebagai capim KPK. MAKI khawatir kasus seperti Firli Bahuri kembali terulang jika Pansel kembali meloloskan pimpinan yang bermasalah dengan etik.
Baca Juga
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda