Reshuffle Kabinet yang Umurnya Tinggal 5 Minggu Lagi, Pakar: Pemborosan Uang Negara
Rabu, 11 September 2024 - 08:43 WIB
Dia menuturkan reshuffle kalini ini menimbulkan kesan yang kurang baik di mata publik. Seolah-olah Jokowi melakukan perombakan kabinet demi berbagi jabatan yang dapat memunculkan spekulasi bahwa menteri baru merasa memiliki utang budi kepada pribadi presiden.
“Pergantian ini bisa dilihat sebagai langkah yang lebih didorong oleh kepentingan pribadi atau politik, bukan kepentingan negara yang lebih luas. Hal ini sangat berbahaya bagi citra good governance dan akuntabilitas pemerintahan, terutama di akhir masa jabatan,” ungkapnya.
Dalam kondisi di mana negara menghadapi tantangan ekonomi baik di tingkat domestik maupun global, kebijakan yang efisien dan berfokus pada kepentingan rakyat harus menjadi prioritas. Pemborosan anggaran untuk reshuffle kabinet yang tidak memberikan dampak signifikan adalah keputusan keliru.
Uang yang dihabiskan untuk pelantikan, penyesuaian staf, dan proses transisi di kementerian seharusnya bisa dialokasikan untuk program-program yang lebih mendesak, seperti pemulihan ekonomi, perlindungan sosial, atau penguatan sektor-sektor strategis yang sedang dalam krisis.
Dalam perspektif tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), keputusan reshuffle ini juga bertentangan dengan prinsip efisiensi dan akuntabilitas.
Menurut Achmad, publik berhak untuk menuntut penjelasan mengenai urgensi dan dasar pertimbangan di balik keputusan ini. Dalam konteks anggaran yang terbatas dan prioritas kebijakan yang harus difokuskan, reshuffle di penghujung masa jabatan ini seolah menunjukkan bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan dengan matang alokasi anggaran dan kepentingan publik.
Dia menyimpulkan reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Jokowi di sisa masa jabatan 1,5 bulan ini tidak hanya tidak efektif, tetapi juga memboroskan anggaran negara dan dapat menimbulkan persepsi negatif tentang motivasi di balik keputusan tersebut.
Penunjukan Plt di bawah koordinasi kementerian terkait akan jauh lebih efisien baik dari segi anggaran maupun kinerja.
Pemerintah seharusnya berfokus pada penyelesaian program-program yang telah dijalankan dan menjaga stabilitas pemerintahan hingga akhir masa jabatan, bukan memperkenalkan langkah-langkah yang justru dapat merusak citra tata kelola yang baik dan bertanggung jawab.
“Pergantian ini bisa dilihat sebagai langkah yang lebih didorong oleh kepentingan pribadi atau politik, bukan kepentingan negara yang lebih luas. Hal ini sangat berbahaya bagi citra good governance dan akuntabilitas pemerintahan, terutama di akhir masa jabatan,” ungkapnya.
Dalam kondisi di mana negara menghadapi tantangan ekonomi baik di tingkat domestik maupun global, kebijakan yang efisien dan berfokus pada kepentingan rakyat harus menjadi prioritas. Pemborosan anggaran untuk reshuffle kabinet yang tidak memberikan dampak signifikan adalah keputusan keliru.
Uang yang dihabiskan untuk pelantikan, penyesuaian staf, dan proses transisi di kementerian seharusnya bisa dialokasikan untuk program-program yang lebih mendesak, seperti pemulihan ekonomi, perlindungan sosial, atau penguatan sektor-sektor strategis yang sedang dalam krisis.
Dalam perspektif tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), keputusan reshuffle ini juga bertentangan dengan prinsip efisiensi dan akuntabilitas.
Menurut Achmad, publik berhak untuk menuntut penjelasan mengenai urgensi dan dasar pertimbangan di balik keputusan ini. Dalam konteks anggaran yang terbatas dan prioritas kebijakan yang harus difokuskan, reshuffle di penghujung masa jabatan ini seolah menunjukkan bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan dengan matang alokasi anggaran dan kepentingan publik.
Dia menyimpulkan reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Jokowi di sisa masa jabatan 1,5 bulan ini tidak hanya tidak efektif, tetapi juga memboroskan anggaran negara dan dapat menimbulkan persepsi negatif tentang motivasi di balik keputusan tersebut.
Penunjukan Plt di bawah koordinasi kementerian terkait akan jauh lebih efisien baik dari segi anggaran maupun kinerja.
Pemerintah seharusnya berfokus pada penyelesaian program-program yang telah dijalankan dan menjaga stabilitas pemerintahan hingga akhir masa jabatan, bukan memperkenalkan langkah-langkah yang justru dapat merusak citra tata kelola yang baik dan bertanggung jawab.
(jon)
Lihat Juga :
tulis komentar anda