Taiwan Perlu Masuk Sistem PBB demi Amankan Perdamaian di Indo-Pasifik
Selasa, 03 September 2024 - 16:42 WIB
Lin Chia-lung
Menteri Luar NegeriROC (Taiwan)
TAIWAN adalah mitra yang sangat diperlukan dalam rantai pasokan global. Salah satunya adalah karena lebih dari 90 persen semikonduktor kelas atas dunia dan sebagian besar chip canggih yang mendorong revolusi AI (Artificial Intelligence), diproduksi di wilayah ini.
Selain itu, setengah dari perdagangan laut dunia melewati Selat Taiwan, menjadikannya jalur air internasional yang utama. Namun, meskipun sebagian besar dunia dan miliaran orang telah menikmati kemakmuran besar berkat perdamaian dan stabilitas yang berlaku di selat tersebut, China terus mengintensifkan tindakan agresifnya terhadap Taiwan.
Upaya Beijing untuk mengubah status quo di Selat Taiwan dan memperluas otoritarianisme di seluruh kawasan Indo-Pasifik merupakan ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan di seluruh dunia.
Dalam beberapa tahun terakhir, para pemimpin dunia telah memanfaatkan kesempatan bilateral dan multilateral, termasuk pertemuan G7, Uni Eropa (UR), Pakta Pertahanan Atlantik Utara (The North Atlantic Treaty Organization/NATO, dan ASEAN untuk menyoroti pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
Namun, meskipun menyadari pentingnya mengurangi ketegangan di kawasan tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) belum mengambil tindakan untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh RRC atau untuk memasukkan Taiwan ke dalam sistem PBB.
Karena pendekatan baru untuk terlibat dengan Taiwan telah muncul di komunitas global, dan menghasilkan manfaat global yang besar, maka gagasan bahwa harus ada pilihan antara RRC (Republik Rakyat China) dan Taiwan dalam sistem PBB adalah dikotomi yang salah.
Menteri Luar NegeriROC (Taiwan)
TAIWAN adalah mitra yang sangat diperlukan dalam rantai pasokan global. Salah satunya adalah karena lebih dari 90 persen semikonduktor kelas atas dunia dan sebagian besar chip canggih yang mendorong revolusi AI (Artificial Intelligence), diproduksi di wilayah ini.
Selain itu, setengah dari perdagangan laut dunia melewati Selat Taiwan, menjadikannya jalur air internasional yang utama. Namun, meskipun sebagian besar dunia dan miliaran orang telah menikmati kemakmuran besar berkat perdamaian dan stabilitas yang berlaku di selat tersebut, China terus mengintensifkan tindakan agresifnya terhadap Taiwan.
Upaya Beijing untuk mengubah status quo di Selat Taiwan dan memperluas otoritarianisme di seluruh kawasan Indo-Pasifik merupakan ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan di seluruh dunia.
Dalam beberapa tahun terakhir, para pemimpin dunia telah memanfaatkan kesempatan bilateral dan multilateral, termasuk pertemuan G7, Uni Eropa (UR), Pakta Pertahanan Atlantik Utara (The North Atlantic Treaty Organization/NATO, dan ASEAN untuk menyoroti pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
Namun, meskipun menyadari pentingnya mengurangi ketegangan di kawasan tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) belum mengambil tindakan untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh RRC atau untuk memasukkan Taiwan ke dalam sistem PBB.
Karena pendekatan baru untuk terlibat dengan Taiwan telah muncul di komunitas global, dan menghasilkan manfaat global yang besar, maka gagasan bahwa harus ada pilihan antara RRC (Republik Rakyat China) dan Taiwan dalam sistem PBB adalah dikotomi yang salah.
Lihat Juga :
tulis komentar anda