Mewujudkan Merdeka Belajar Butuh Merdeka Jaringan Internet
Selasa, 25 Agustus 2020 - 11:53 WIB
JAKARTA - Menyambut peringatan hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-75 ada kado istimewa yang diberikan perusahaan provider seluler, untuk para orang tua dan murid. Seperti halnya Telkomsel , XL Axiata , Tri, dan juga I ndosat Ooredoo yang memberikan penawaran kuota internet 10 GB dengan harga hanya Rp10,- saja. Kuota internet murah ini khusus diperuntukan untuk para siswa agar bisa belajar Daring dari rumah. Kuota internet murah ini mulai ditawarkan sejak 21 Agustus lalu.
Sejak pandemi Virus Covid19 merebak, pemerintah pun mengambil langkah kebijakan untuk membatasi pergerakan penduduk serta mengurangi keramaian. Untuk itulah kemudian diterapkan aturan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. Sistem pendidikan pun mengalami perubahan, kegiatan belajar dengan tatap muka di sekolah pun ditiadakan. Diganti dengan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) alias belajar dari rumah, yang menggunakan fasilitas internet.
Sistem belajar jarak jauh ini membutuhkan kuota internet. Buat sebagian kalangan, penggunaan kuota internet cukup memberatkan. Muhammad Rizki, bapak dua anak yang tinggal di Kemayoran Jakarta Pusat menceritakan kepada SINDONews, dua anaknya yang masih duduk di bangku SD dan SMP itu belajar Daring mulai dari pukul 08.00 pagi hingga sekitar pukul 14.00.
Agar bisa mengikuti PJJ setiap anak menghabiskan kuota internet antara 1,5 GB hingga 2 GB setiap hari. Kuota sebanyak itu dibeli dengan harga antara Rp 15 ribu hingga Rp 24 ribu tergantung dari providernya. Jika setiap minggu ada 5 hari belajar, maka Rizki harus merogoh kocek antara Rp300 ribu hingga Rp480 ribu untuk menyediakan kuota internet per anak.
Untuk 2 anak sekitar 600 ribu hingga 960 ribu. Buat Rizki yang saat ini masih dirumahkan oleh perusahaan tempatnya bekerja, pengeluaran sebesar itu cukup berat. Ada memang cara yang lebih hemat, yakni dengan berlangganan Wifi di rumah. Tarifnya sekitar Rp 330 ribu hingga Rp 400 ribu per bulan. Dibandingkan dengan tarif spesial yang disediakan oleh perusahaan provider itu masih lebih terjangkau dan sangat membantu bagi keluarga seperti Rizki.
Persoalan yang dihadapi para siswa dan orang tua saat pandemi bukan hanya harga kuota internet, namun juga kelengkapan lainnya seperti, smart phone atapun laptop. Belum lagi kekuatan jaringan internet di masing-masing daerah berbeda. Beruntung bagi yang tinggal di kota besar dengan jaringan signal internet yang kuat. Untuk yang tinggal di daerah terpencil, mencari signal jaringan internet saja sangat sulit, bagaimana bisa belajar secara Daring. Baca Juga: Ia tergerak untuk menghibahkan jaringan internet di rumahnya
Menurutnya, apa yang dilakukannya ini bukan untuk menggantikan fungsi sekolah, tetapi semata-mata membantu memfasilitasi para siswa megikuti pembelajaran daring. Awalnya para siswa yang memanfaatkan internet gratis ini belajar di dalam rumah Imam. Karena yang memanfaatkan internet gratis in makin banyak, mereka pun disediakan tempat untuk belajar di halaman rumah, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. "Awalnya, setiap siswa diberi password. Sekarang password-nya saya tempel biar semua orang bisa mengakses," ungkapnya.
Selain jaringan internet, Imam pun memfasilitasi printer bagi siswa yang ingin menge-print tugasnya. "Selama fasilitasnya ada, silakan manfaatkan. Insya Allah, saya bantu semaksimal mungkin," katanya.
Imam sendiri berprofesi sebagai pedagang peralatan elektronik. Sebagai pedagang ia memang butuh keuntungan, namun sebagai orang tua dan masyarakat, ia merasa ikut bertanggung jawab dalam memajukan pendidikan.
Sejak pandemi Virus Covid19 merebak, pemerintah pun mengambil langkah kebijakan untuk membatasi pergerakan penduduk serta mengurangi keramaian. Untuk itulah kemudian diterapkan aturan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. Sistem pendidikan pun mengalami perubahan, kegiatan belajar dengan tatap muka di sekolah pun ditiadakan. Diganti dengan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) alias belajar dari rumah, yang menggunakan fasilitas internet.
Sistem belajar jarak jauh ini membutuhkan kuota internet. Buat sebagian kalangan, penggunaan kuota internet cukup memberatkan. Muhammad Rizki, bapak dua anak yang tinggal di Kemayoran Jakarta Pusat menceritakan kepada SINDONews, dua anaknya yang masih duduk di bangku SD dan SMP itu belajar Daring mulai dari pukul 08.00 pagi hingga sekitar pukul 14.00.
Agar bisa mengikuti PJJ setiap anak menghabiskan kuota internet antara 1,5 GB hingga 2 GB setiap hari. Kuota sebanyak itu dibeli dengan harga antara Rp 15 ribu hingga Rp 24 ribu tergantung dari providernya. Jika setiap minggu ada 5 hari belajar, maka Rizki harus merogoh kocek antara Rp300 ribu hingga Rp480 ribu untuk menyediakan kuota internet per anak.
Untuk 2 anak sekitar 600 ribu hingga 960 ribu. Buat Rizki yang saat ini masih dirumahkan oleh perusahaan tempatnya bekerja, pengeluaran sebesar itu cukup berat. Ada memang cara yang lebih hemat, yakni dengan berlangganan Wifi di rumah. Tarifnya sekitar Rp 330 ribu hingga Rp 400 ribu per bulan. Dibandingkan dengan tarif spesial yang disediakan oleh perusahaan provider itu masih lebih terjangkau dan sangat membantu bagi keluarga seperti Rizki.
Persoalan yang dihadapi para siswa dan orang tua saat pandemi bukan hanya harga kuota internet, namun juga kelengkapan lainnya seperti, smart phone atapun laptop. Belum lagi kekuatan jaringan internet di masing-masing daerah berbeda. Beruntung bagi yang tinggal di kota besar dengan jaringan signal internet yang kuat. Untuk yang tinggal di daerah terpencil, mencari signal jaringan internet saja sangat sulit, bagaimana bisa belajar secara Daring. Baca Juga: Ia tergerak untuk menghibahkan jaringan internet di rumahnya
Menurutnya, apa yang dilakukannya ini bukan untuk menggantikan fungsi sekolah, tetapi semata-mata membantu memfasilitasi para siswa megikuti pembelajaran daring. Awalnya para siswa yang memanfaatkan internet gratis ini belajar di dalam rumah Imam. Karena yang memanfaatkan internet gratis in makin banyak, mereka pun disediakan tempat untuk belajar di halaman rumah, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. "Awalnya, setiap siswa diberi password. Sekarang password-nya saya tempel biar semua orang bisa mengakses," ungkapnya.
Selain jaringan internet, Imam pun memfasilitasi printer bagi siswa yang ingin menge-print tugasnya. "Selama fasilitasnya ada, silakan manfaatkan. Insya Allah, saya bantu semaksimal mungkin," katanya.
Imam sendiri berprofesi sebagai pedagang peralatan elektronik. Sebagai pedagang ia memang butuh keuntungan, namun sebagai orang tua dan masyarakat, ia merasa ikut bertanggung jawab dalam memajukan pendidikan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda