Landasan Hukum untuk CCS Belum Ada, Akademisi: Perlu Dibentuk Regulasi Khusus
Senin, 08 Juli 2024 - 18:16 WIB
JAKARTA - Landasan hukum terkait aturan Carbon Capture Storage (CCS) dinilai sangat diperlukan di tengah kondisi saat ini. Pandangan ini disampaikan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Parulian Paidi Aritonang.
Kata Haposan, saat ini belum ada landasan hukum khusus yang mengatur mekanisme pelaksanaan CCS di sektor ketenagalistrikan. Peraturan yang ada, seperti Perpres Nomor 14/2024, hanya mengatur skema penyelenggaraan CCS di sektor hulu.
"Oleh karena itu, diperlukan regulasi khusus untuk penanganan emisi CO2 dengan pemanfaatan teknologi CCS di sektor ketenagalistrikan agar tidak berdampak pada peningkatan BPP," kata Haposan saat menggelar FGD Pemanfaatan Teknologi CCS dengan para pakar di Jakarta, Senin (8/7/2024).
Dia meminta pemerintah untuk mewadahi kepentingan yang lebih luas terkait dengan aturan CCS guna menangkap peluang, terutama pada sektor ketenagalistrikan.
"Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat sambil mengurangi jejak karbon. Pemerintah juga harus menjaga agar harga listrik tetap terjangkau bagi konsumen dan dunia usaha," ujarnya.
Diketahui, FGD ini diselenggarakan menyusul terbitnya dua regulasi penting terkait CCS, yaitu Perpres Nomor 14/2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon serta Permen ESDM Nomor 2/2023 tentang Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Menurut Parulian, teknologi CCS memiliki potensi tidak hanya untuk menyimpan emisi karbon dari pembangkit listrik tetapi juga untuk mendukung percepatan transisi energi di Tanah Air.
"Saya berharap FGD ini dapat menghasilkan kajian kelayakan, potensi manfaat, tantangan, serta bagaimana teknologi ini dapat membantu meminimalkan risiko kenaikan tarif listrik yang penting bagi perekonomian masyarakat," ucapnya.
Masih dalam FGD, Haposan Napitupulu Expert Advisor PT ESSA, menyatakan bahwa implementasi CCS pada bisnis hulu migas tidak mengalami kendala karena biayanya sudah diakomodasi dalam cost recovery.
Kata Haposan, saat ini belum ada landasan hukum khusus yang mengatur mekanisme pelaksanaan CCS di sektor ketenagalistrikan. Peraturan yang ada, seperti Perpres Nomor 14/2024, hanya mengatur skema penyelenggaraan CCS di sektor hulu.
"Oleh karena itu, diperlukan regulasi khusus untuk penanganan emisi CO2 dengan pemanfaatan teknologi CCS di sektor ketenagalistrikan agar tidak berdampak pada peningkatan BPP," kata Haposan saat menggelar FGD Pemanfaatan Teknologi CCS dengan para pakar di Jakarta, Senin (8/7/2024).
Dia meminta pemerintah untuk mewadahi kepentingan yang lebih luas terkait dengan aturan CCS guna menangkap peluang, terutama pada sektor ketenagalistrikan.
"Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat sambil mengurangi jejak karbon. Pemerintah juga harus menjaga agar harga listrik tetap terjangkau bagi konsumen dan dunia usaha," ujarnya.
Diketahui, FGD ini diselenggarakan menyusul terbitnya dua regulasi penting terkait CCS, yaitu Perpres Nomor 14/2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon serta Permen ESDM Nomor 2/2023 tentang Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Menurut Parulian, teknologi CCS memiliki potensi tidak hanya untuk menyimpan emisi karbon dari pembangkit listrik tetapi juga untuk mendukung percepatan transisi energi di Tanah Air.
"Saya berharap FGD ini dapat menghasilkan kajian kelayakan, potensi manfaat, tantangan, serta bagaimana teknologi ini dapat membantu meminimalkan risiko kenaikan tarif listrik yang penting bagi perekonomian masyarakat," ucapnya.
Masih dalam FGD, Haposan Napitupulu Expert Advisor PT ESSA, menyatakan bahwa implementasi CCS pada bisnis hulu migas tidak mengalami kendala karena biayanya sudah diakomodasi dalam cost recovery.
tulis komentar anda