Ekosistem Inovasi Nasional di Indonesia Belum Terbangun Baik
Sabtu, 29 Juni 2024 - 19:03 WIB
JAKARTA - Rendahnya penguasaan sains dan teknologi di Indonesia saat ini karena belum terbangunnya ekosistem inovasi nasional yang kondusif, baik itu aspek regulasi, tata kelola, alokasi sumberdaya maupun pengaturan kelembagaan. Padahal sains dan teknologi merupakan kunci utama untuk mentransformasikan diri dari perekonomian berbasis ekstraktif, pertanian tradisional, dan manufaktur konvensional menuju ekonomi berbasis sains dan teknologi (knowledge based economy).
Demikianlah dikatakan Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dalam FGD bertema 'Peta Jalan Penguatan Dunia Usaha dalam Pengembangan Ekonomi Berbasis Pengetahuan (Knowledge Based Economy)', Jumat (28/6/2024). Dia menjelaskan, dalam laporan Indeks Inovasi Global (Global Inovation Index) tahun 2023 yang dirilis oleh World Intellectual Property Organization (WIPO) pada November 2023, Indonesia masih berada pada peringkat 61 dari 132 negara di dunia. Dengan kapasitas penguasaan sains dan teknologi seperti itu, rasanya sulit bagi Indonesia untuk menumbuhkan kemandirian dan kemakmuran ekonomi secara berkelanjutan, serta daya saing dalam percaturan global.
"Sehingga Indonesia perlu meningkatkan kapasitas sains dan teknologinya serta berkontribusi memajukan perekonomian. Karena hanya dengan pemanfaatan sains dan teknologi yang maksimal, visi pergeseran ekonomi ekstraktif menjadi ekonomi berbasis pengetahuan dapat tercapai," kata Pontjo.
Dia mengungkapkan, di era perkembangan sains dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini, potensi sumber daya alam yang dimiliki sebuah negara tidak menjamin keberhasilan dalam menumbuhkan dan mengembangkan ekonominya secara berkelanjutan. Terbukti, negara-negara yang mengembangkan ekonomi berbasis sains dan teknologi, memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk menumbuhkembangkan ekonomi nasionalnya yang berkelanjutan.
"Negara-negara yang telah menjalankan ekonomi berbasis sains dan teknologi, seperti negara-negara Eropa pada umumnya dan beberapa negara Asia seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan ternyata lebih mampu mensejahterakan rakyatnya daripada negara-negara yang hanya bersandar pada kekayaan sumberdaya alam," kata Pontjo.
Demikianlah dikatakan Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dalam FGD bertema 'Peta Jalan Penguatan Dunia Usaha dalam Pengembangan Ekonomi Berbasis Pengetahuan (Knowledge Based Economy)', Jumat (28/6/2024). Dia menjelaskan, dalam laporan Indeks Inovasi Global (Global Inovation Index) tahun 2023 yang dirilis oleh World Intellectual Property Organization (WIPO) pada November 2023, Indonesia masih berada pada peringkat 61 dari 132 negara di dunia. Dengan kapasitas penguasaan sains dan teknologi seperti itu, rasanya sulit bagi Indonesia untuk menumbuhkan kemandirian dan kemakmuran ekonomi secara berkelanjutan, serta daya saing dalam percaturan global.
"Sehingga Indonesia perlu meningkatkan kapasitas sains dan teknologinya serta berkontribusi memajukan perekonomian. Karena hanya dengan pemanfaatan sains dan teknologi yang maksimal, visi pergeseran ekonomi ekstraktif menjadi ekonomi berbasis pengetahuan dapat tercapai," kata Pontjo.
Dia mengungkapkan, di era perkembangan sains dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini, potensi sumber daya alam yang dimiliki sebuah negara tidak menjamin keberhasilan dalam menumbuhkan dan mengembangkan ekonominya secara berkelanjutan. Terbukti, negara-negara yang mengembangkan ekonomi berbasis sains dan teknologi, memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk menumbuhkembangkan ekonomi nasionalnya yang berkelanjutan.
"Negara-negara yang telah menjalankan ekonomi berbasis sains dan teknologi, seperti negara-negara Eropa pada umumnya dan beberapa negara Asia seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan ternyata lebih mampu mensejahterakan rakyatnya daripada negara-negara yang hanya bersandar pada kekayaan sumberdaya alam," kata Pontjo.
(abd)
tulis komentar anda