Influencer Dibayar Rp90 Miliar, Demokrat Contohkan Cara SBY Sosialisasi Program
Sabtu, 22 Agustus 2020 - 10:16 WIB
JAKARTA - Temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) soal adanya anggaran sekitar Rp90,5 miliar untuk para buzzer dan influencer terus dikritik. Kepala Departemen Hukum dan HAM DPP Partai Demokrat Didik Mukrianto mengaku kaget ada anggaran jumbo dari uang rakyat hanya untuk sosialisasi program melalui influencer.
"Lantas apa peran kehumasan yang ada disetiap kementerian dan lembaga yang dimiliki pemerintah? Bukankah mereka secara institusional baik perangkat dan sumber daya manusianya mempunyai tugas dan kapasitan yang lebih dari cukup untuk mensosialisasikan setiap kebijakan pemerintah," kata Didik kepada SINDOnews, Sabtu (22/8/2020).
(Baca: ICW Sebut Dana Aktivitas Digital Pemerintah Meningkat Sejak 2017)
Didik mengatakan, dengan sarana dan sumber daya yang sangat besar tersebut logikanya pemerintah akan mampu dan tidak bisa dikalahkan oleh siapapun. Terlebih, jika kebijakan dan program pemerintah tersebut orientasinya untuk kepentingan rakyat, dan bukan sebaliknya tanpa influencer rakyat akan mengakses dengan sendirinya.
Menurut dia, mestinya ukuran kebijakan dan program yang baik bukan seberapa capaian infuencer 'mengendorse' setiap produk pemerintah, tapi seberapa banyak rakyat mengafirmasi dan merasakan manfaat atas kebijakan dan program tersebut.
(Baca: Politikus Demokrat Kutuk Pembajakan Twitter Pentolan KAMI Din Syamsuddin)
Lebih lanjut Didik mengatakan, apabila kebijakan tersebut dibuat secara transparan dan akuntabel serta berpihak kepada kepentingan rakyat, secara otomatis dengan sarana dan sumber daya yang dimiliki negara, rakyat bukan hanya menjadi infuencer pemerintah, tapi lebih dari itu, rakyat akan membanggakan produk pemimpinnya.
"Contoh yang paling konkret adalah pada era SBY ketika ada program prorakyat yang inline dengan kebutuhan rakyat, memori rakyat tidak akan pernah hilang atas kemanfaatan Program pro rakyat yang dibingkai dalam 4 klaster (kelompok), yaitu klaster 1 (bantuan dan perlindungan sosial), klaster 2 (Pemberdayaan Masyarakat), Klaster 3 (Kredit Usaha Rakyat), Klaster 4 ( Program Pro Rakyat)," tutur dia.
"Lantas apa peran kehumasan yang ada disetiap kementerian dan lembaga yang dimiliki pemerintah? Bukankah mereka secara institusional baik perangkat dan sumber daya manusianya mempunyai tugas dan kapasitan yang lebih dari cukup untuk mensosialisasikan setiap kebijakan pemerintah," kata Didik kepada SINDOnews, Sabtu (22/8/2020).
(Baca: ICW Sebut Dana Aktivitas Digital Pemerintah Meningkat Sejak 2017)
Didik mengatakan, dengan sarana dan sumber daya yang sangat besar tersebut logikanya pemerintah akan mampu dan tidak bisa dikalahkan oleh siapapun. Terlebih, jika kebijakan dan program pemerintah tersebut orientasinya untuk kepentingan rakyat, dan bukan sebaliknya tanpa influencer rakyat akan mengakses dengan sendirinya.
Menurut dia, mestinya ukuran kebijakan dan program yang baik bukan seberapa capaian infuencer 'mengendorse' setiap produk pemerintah, tapi seberapa banyak rakyat mengafirmasi dan merasakan manfaat atas kebijakan dan program tersebut.
(Baca: Politikus Demokrat Kutuk Pembajakan Twitter Pentolan KAMI Din Syamsuddin)
Lebih lanjut Didik mengatakan, apabila kebijakan tersebut dibuat secara transparan dan akuntabel serta berpihak kepada kepentingan rakyat, secara otomatis dengan sarana dan sumber daya yang dimiliki negara, rakyat bukan hanya menjadi infuencer pemerintah, tapi lebih dari itu, rakyat akan membanggakan produk pemimpinnya.
"Contoh yang paling konkret adalah pada era SBY ketika ada program prorakyat yang inline dengan kebutuhan rakyat, memori rakyat tidak akan pernah hilang atas kemanfaatan Program pro rakyat yang dibingkai dalam 4 klaster (kelompok), yaitu klaster 1 (bantuan dan perlindungan sosial), klaster 2 (Pemberdayaan Masyarakat), Klaster 3 (Kredit Usaha Rakyat), Klaster 4 ( Program Pro Rakyat)," tutur dia.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda