Buang Egosentris KY dan MA
Sabtu, 22 Agustus 2020 - 07:17 WIB
Atas pelanggaran teknis yudisial dan sanksi yang direkomendasikan KY, sering kali MA menyatakan bahwa untuk teknis yudisial baik MA maupun KY tidak ada yang bisa ikut campur. MA selalu menyampaikan harusnya kalau para pihak dalam perkara tidak sepakat atau misalanya terdakwa merasa haknya diciderai, maka silakan mengajukan upaya hukum lain. (Baca juga: Setelah 25 Agustus Segera Cek Saldo Anda, Pastikan Itu Gaji atau BLT yang Masuk)
"Tapi di kasus lain, MA bisa beda tuh. Mereka bilang kasus itu teknis yudisial tapi MA bisa masuk didalamnya. Jadi lucu nih. Dalam implementasinya MA sendiri nggak konsisten menerapkan apa itu teknis yudisial," ungkapnya.
Kedua, kode etik hakim tidak operasional dalam artian cukup abstrak. Ketiga, komunikasi kelembagaan KY dan MA maupun komunikasi antarpimpinan kedua lembaga tidak berjalan baik. Hingga saat ini MA dan KY tidak mau duduk bersama, membahas, dan menyelesaikan segala permasalahan yang ada.
Menurut dia, ada dua solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan antara KY dengan MA termasuk terkait dengan pengawasan hakim dan pelaksanaan MA atas rekomendasi yang disodorkan KY. Pertama, dengan adanya Ketua MA baru periode 2020-2025 Muhammad Syarifuddin dan nantinya akan ada para komisioner baru KY maka ini menjadi momentum. Kedua lembaga dan masing-masing pimpinannya harus benar-benar memanfaatkan memontum tersebut untuk membuat hubungan menjadi lebih harmonis.
"Karena menurut aku, gontok-gontokan selama ini atau friksi-friksi selama ini merugikan satu sama lain. Terutama merugikan hakim. Kedua lembaga ini harusnya sama-sama mendukung dan menegakkan harkat dan martabat hakim, untuk memikirkan hakim bisa sejahtera dan segala macam," tegasnya.
Praktisi hukum Rudy Alfonso menilai, titik masalah utama aspek pengawasan hakim antara KY dengan MA sama-sama memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan. Di MA, kata dia, terdapat Badan Pengawasan (Bawas) dan Ketua Kamar Pengawasan yang juga memiliki tugas dan kewenangan melakukan pengawasan terhadap para hakim. (Baca juga: Tak Ingin Solo Jadi Ajang Coba-coba, PKS Siapkan Lawan Gibran)
Sedangkan KY merupakan lembaga yang melakukan pengawasan eksternal. Dua fungsi yang sama antara MA dengan KY tersebut mengakibatkan terjadi konflik antar-lembaga. "Lebih baik sinergi saja antara Bawas MA dan KY. Mereka kan menjalankan fungsi dan objeknya sama yakni mengawasi hakim. Kemudian juga KY baiknya supervisi aja kalau Bawas awasi hakim," kata Rudy.
Menurtu dia, untuk sinergi dan supervisi KY dan MA harus kembali duduk bersama dan intens melakukan komunikasi serta perbaikan pola komunikasi dua pimpinan lembaga. Pasalnya, kata dia, dengan tumpang-tindih fungsi atau kewenangan dan tugas maka akan terus terjadi kompetisi terselubung antara KY dengan MA.
"Kalau tumpang tindih dan kompetisi yang terselubung terus ya nggak akan selesai. Saya kira MA dan KY itu harus punya duduk bersama untuk kepentingan hakim, kemudian harkat dan martabat hakim," bebernya.
Rudy menambahkan, solusi terakhir yang bisa ditempuh adalah melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) MA dan KY. Di dalam revisi nanti dapat dimuat penguatan kewenangan KY serta putusan KY atas pelanggaran etik hakim bersifat final dan mengikat untuk dijalankan MA.
"Tapi di kasus lain, MA bisa beda tuh. Mereka bilang kasus itu teknis yudisial tapi MA bisa masuk didalamnya. Jadi lucu nih. Dalam implementasinya MA sendiri nggak konsisten menerapkan apa itu teknis yudisial," ungkapnya.
Kedua, kode etik hakim tidak operasional dalam artian cukup abstrak. Ketiga, komunikasi kelembagaan KY dan MA maupun komunikasi antarpimpinan kedua lembaga tidak berjalan baik. Hingga saat ini MA dan KY tidak mau duduk bersama, membahas, dan menyelesaikan segala permasalahan yang ada.
Menurut dia, ada dua solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan antara KY dengan MA termasuk terkait dengan pengawasan hakim dan pelaksanaan MA atas rekomendasi yang disodorkan KY. Pertama, dengan adanya Ketua MA baru periode 2020-2025 Muhammad Syarifuddin dan nantinya akan ada para komisioner baru KY maka ini menjadi momentum. Kedua lembaga dan masing-masing pimpinannya harus benar-benar memanfaatkan memontum tersebut untuk membuat hubungan menjadi lebih harmonis.
"Karena menurut aku, gontok-gontokan selama ini atau friksi-friksi selama ini merugikan satu sama lain. Terutama merugikan hakim. Kedua lembaga ini harusnya sama-sama mendukung dan menegakkan harkat dan martabat hakim, untuk memikirkan hakim bisa sejahtera dan segala macam," tegasnya.
Praktisi hukum Rudy Alfonso menilai, titik masalah utama aspek pengawasan hakim antara KY dengan MA sama-sama memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan. Di MA, kata dia, terdapat Badan Pengawasan (Bawas) dan Ketua Kamar Pengawasan yang juga memiliki tugas dan kewenangan melakukan pengawasan terhadap para hakim. (Baca juga: Tak Ingin Solo Jadi Ajang Coba-coba, PKS Siapkan Lawan Gibran)
Sedangkan KY merupakan lembaga yang melakukan pengawasan eksternal. Dua fungsi yang sama antara MA dengan KY tersebut mengakibatkan terjadi konflik antar-lembaga. "Lebih baik sinergi saja antara Bawas MA dan KY. Mereka kan menjalankan fungsi dan objeknya sama yakni mengawasi hakim. Kemudian juga KY baiknya supervisi aja kalau Bawas awasi hakim," kata Rudy.
Menurtu dia, untuk sinergi dan supervisi KY dan MA harus kembali duduk bersama dan intens melakukan komunikasi serta perbaikan pola komunikasi dua pimpinan lembaga. Pasalnya, kata dia, dengan tumpang-tindih fungsi atau kewenangan dan tugas maka akan terus terjadi kompetisi terselubung antara KY dengan MA.
"Kalau tumpang tindih dan kompetisi yang terselubung terus ya nggak akan selesai. Saya kira MA dan KY itu harus punya duduk bersama untuk kepentingan hakim, kemudian harkat dan martabat hakim," bebernya.
Rudy menambahkan, solusi terakhir yang bisa ditempuh adalah melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) MA dan KY. Di dalam revisi nanti dapat dimuat penguatan kewenangan KY serta putusan KY atas pelanggaran etik hakim bersifat final dan mengikat untuk dijalankan MA.
tulis komentar anda