Hari Raya Keagamaan Momentum Penguatan Nilai Toleransi dan Perekonomian Masyarakat
Jum'at, 21 Juni 2024 - 18:41 WIB
JAKARTA - Hari Raya Iduladha 1445 Hijriah baru saja dirayakan umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, Iduladha dirayakan pada Senin, 17 Juni 2024. Ada yang berbeda pada Iduladha tahun ini, di mana banyak umat nonmuslim ikut menyumbangkan hewan untuk dikurbankan.
Seperti di Masjid Istiqlal dari 55 ekor sapi kurban yang diterima, 22 ekor di antaranya dari sumbangan non-muslim, termasuk 1 ekor dari Gereja Katedral. Kemudian di Papua Barat, Ketua Adat Suku Arfak menyerahkan 21 ekor sapi untuk kurban di Kota Manokwari. Hal sama juga terjadi di Tolikara, Pj Bupati yang notabene nonmuslim juga menyerahkan satu ekor sapi untuk kurban.
Fenomena sekaligus mengulang war takjil yang terjadi pada bulan Ramadan lalu. Saat itu, umat Nonis berbondong-bondong ikut menyerbu tempat penjualan makanan berbuka puasa di berbagai tempat di Indonesia. Tidak hanya itu, banyak kaum Nonis yang menyediakan takjil dan membagikan secara gratis di pinggir-pinggir jalan. Ini menjadi bukti dan gambaran sebenarnya Indonesia yang Berbhinneka Tunggal Ika dengan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi.
Kepala Bidang Penyelenggaraan Peribadatan Masjid Istiqlal Jakarta, KH Bukhori Sail At-Tahiri menjelaskan, hari raya keagamaan seperti Iduladha dan Idulfitri adalah momentum untuk saling berbagi kepada sesama. Ini penting agar kaum tidak beruntung yang kesulitan ekonomi bisa mendapatkan makanan yang layak. Apalagi kondisi ekonomi yang sulit bisa menjadi pintu masuk seseorang untuk masuk pada kelompok intoleran.
"Mereka yang terjaring untuk masuk terkadang merasa lebih diperhatikan oleh sesama kelompoknya ketimbang masyarakat pada umumnya. Di sinilah pentingnya Iduladha yang baru saja kita rayakan kemarin sebagai wadah saling berbagi antar masyarakat, agar intensitas pengaruh kelompok intoleran bisa ditekan," ujar Kiai Bukhori di Jakarta, Jumat (21/6/2024).
"Saya setuju dengan yang berpendapat bahwa masuknya seseorang pada kelompok radikal berbasis kekerasan itu diantaranya karena kondisi ekonomi yang terpuruk, sehingga mereka lari kepada radikalisme. Hal yang demikian perlu kita perhatikan bersama," katanya.
Menurutnya, seluruh organisasi masyarakat serta lembaga keagamaan harus memperhatikan mereka yang dianggap rentan terpapar agar tidak mengikuti kelompok radikal. Salah satu caranya adalah dengan memberikan bantuan-bantuan ketika even besar keagamaan, seperti ketika bulan Ramadan dan perayaan Idul Adha. Dan itu tidak hanya buat umat Muslim, tapi seluruh bangsa Indonesia.
Ia beranggapan jika kesejahteraan umat perlu diperhatikan, sehingga mereka tidak mudah dipengaruhi. Ibadah kurban adalah salah satu cara untuk berkontribusi pada lingkup yang lebih luas dan membantu masyarakat sekitar mengakses sumber protein dari daging hewan yang dikurbankan.
Selain dibagikan pada sesama muslim, daging kurban sebenarnya diprioritaskan untuk mereka yang lemah secara perekonomiannya. Hal ini bisa berarti warga ataupun tetangga yang beragama Islam, ataupun dari agama lain. Terkadang daging kurban juga dibagikan pada mereka yang baru menyatakan keislamannya, sebagai penghibur dan bentuk bantuan.
Seperti di Masjid Istiqlal dari 55 ekor sapi kurban yang diterima, 22 ekor di antaranya dari sumbangan non-muslim, termasuk 1 ekor dari Gereja Katedral. Kemudian di Papua Barat, Ketua Adat Suku Arfak menyerahkan 21 ekor sapi untuk kurban di Kota Manokwari. Hal sama juga terjadi di Tolikara, Pj Bupati yang notabene nonmuslim juga menyerahkan satu ekor sapi untuk kurban.
Fenomena sekaligus mengulang war takjil yang terjadi pada bulan Ramadan lalu. Saat itu, umat Nonis berbondong-bondong ikut menyerbu tempat penjualan makanan berbuka puasa di berbagai tempat di Indonesia. Tidak hanya itu, banyak kaum Nonis yang menyediakan takjil dan membagikan secara gratis di pinggir-pinggir jalan. Ini menjadi bukti dan gambaran sebenarnya Indonesia yang Berbhinneka Tunggal Ika dengan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi.
Kepala Bidang Penyelenggaraan Peribadatan Masjid Istiqlal Jakarta, KH Bukhori Sail At-Tahiri menjelaskan, hari raya keagamaan seperti Iduladha dan Idulfitri adalah momentum untuk saling berbagi kepada sesama. Ini penting agar kaum tidak beruntung yang kesulitan ekonomi bisa mendapatkan makanan yang layak. Apalagi kondisi ekonomi yang sulit bisa menjadi pintu masuk seseorang untuk masuk pada kelompok intoleran.
"Mereka yang terjaring untuk masuk terkadang merasa lebih diperhatikan oleh sesama kelompoknya ketimbang masyarakat pada umumnya. Di sinilah pentingnya Iduladha yang baru saja kita rayakan kemarin sebagai wadah saling berbagi antar masyarakat, agar intensitas pengaruh kelompok intoleran bisa ditekan," ujar Kiai Bukhori di Jakarta, Jumat (21/6/2024).
"Saya setuju dengan yang berpendapat bahwa masuknya seseorang pada kelompok radikal berbasis kekerasan itu diantaranya karena kondisi ekonomi yang terpuruk, sehingga mereka lari kepada radikalisme. Hal yang demikian perlu kita perhatikan bersama," katanya.
Menurutnya, seluruh organisasi masyarakat serta lembaga keagamaan harus memperhatikan mereka yang dianggap rentan terpapar agar tidak mengikuti kelompok radikal. Salah satu caranya adalah dengan memberikan bantuan-bantuan ketika even besar keagamaan, seperti ketika bulan Ramadan dan perayaan Idul Adha. Dan itu tidak hanya buat umat Muslim, tapi seluruh bangsa Indonesia.
Ia beranggapan jika kesejahteraan umat perlu diperhatikan, sehingga mereka tidak mudah dipengaruhi. Ibadah kurban adalah salah satu cara untuk berkontribusi pada lingkup yang lebih luas dan membantu masyarakat sekitar mengakses sumber protein dari daging hewan yang dikurbankan.
Selain dibagikan pada sesama muslim, daging kurban sebenarnya diprioritaskan untuk mereka yang lemah secara perekonomiannya. Hal ini bisa berarti warga ataupun tetangga yang beragama Islam, ataupun dari agama lain. Terkadang daging kurban juga dibagikan pada mereka yang baru menyatakan keislamannya, sebagai penghibur dan bentuk bantuan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda