Agar Ramah Lingkungan, Penerapan EBT Dinilai Butuh Komitmen Bersama

Sabtu, 15 Juni 2024 - 09:07 WIB
CEO Pertamina NRE, Jhon Eusebius Iwan Anis mengatakan, saat ini masyarakat dua tengah berada di masa transisi energi, harus tetap menggunakan energi yang ada yang jumlahnya terus meningkat tetapi harus dengan dekarbonisasi.

Namun, ia melihat transisi energy dalam praktiknya sulit karena biayanya mahal. Sehingga saat ini yang harus dilakukan adalah bagaiman membuat energi terbarukan ini lebih ekonomis.

Sementara Komaidi melihat analisis transisi energi selama ini sering kali hanya aspek lingkungan saja. “Tapi, setelah itu kita masuk ke aspek UUD alias ujung-ujungnya duit, bisa beli atau tidak, itu sering kali berhenti,” tegasnya.

Bicara EBT, menurutnya, ketika sudah bersentuhan dengan daya beli, inflasi, akan terhenti. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara-negara maju.

Menurut Komaidi, sumber energy terbarukan panas bumi memiliki keunggulandengan sumber yang tidak terbatas dan tidak tergantung dengan cuaca sehingga sangat dapat diandalkan untuk jangka panjang.

"Kita bicara EBT, energi air akan terganggu di musim kemarau, energi surya akan tergangu saat musim hujan, sedang angin juga debitnya tidak sama, artinya tergantung cuaca," jelasnya.

Selain itu, energi panas bumi atau geothermal merupakan satu satunya EBT yang membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Namun, ia meligst tantangannya EBT panas bumi dihadapkan pada biaya yang besar, degan waktu yang lama.
(maf)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More