MUI Larang Salam Lintas Agama, Ketum PBNU: Tidak Tepat

Rabu, 12 Juni 2024 - 15:04 WIB
Gus Yahya juga menyoroti pentingnya perubahan mindset di kalangan ulama dan pemikir Islam soal lintas agama. Gus Yahya menilai sebagian besar fuqaha masih terpengaruh oleh mindset era Turki Utsmani dan belum sepenuhnya menginternalisasi konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Ke depan ini menjadi krusial lagi karena sekarang ini berbagai aktor yang sangat kuat bertarung melakukan mainstreaming dari gagasan-gagasan agar menjadi mindset dari masyarakat," ungkapnya.

Gus Yahya mengajak semua pihak untuk berpikir jernih dan tidak terjebak dalam upaya mainstreaming yang tidak jelas asal-usulnya sehingga seolah-olah gagasan tersebut merupakan bagian dari fatwa agama.

“Gagasan-gagasan yang asal-usulnya tidak jelas seperti sekularisme dapat menjadi bagian dari strategi mainstreaming yang memengaruhi tokoh agama dan ulama untuk memberikan persetujuan, sehingga seolah-olah gagasan tersebut merupakan bagian dari agama. Ini sejak lama, dan kita harus berpikir jernih dalam soal itu,” tandasnya.

Rais Syuriyah PBNU KH Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur) berpendapat persoalan mengenai fiqih adalah persoalan yang rumit sehingga kerap menimbulkan perbedaan pendapat. “Kalimat assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh itu adalah doa, doa yang dalam keputusan MUI itu dianggap ibadah, doa itu ibadah tapi fiqihnya sendiri itu ada persoalan yang rumit,” terangnya.

Gus Ghofur mengatakan, terkait persoalan ayat-ayat mutasyabihat (ayat yang maknanya belum jelas) dalam fiqih, sebaiknya semua pihak menahan diri agar tidak saling mengafirkan dalam menyikapi perbedaan.

"Perbedaan antara MUI dan Kementerian Agama sebaiknya dianggap biasa saja. Karena dalam MUI dan Kementerian Agama itu hidup dalam satu ruang yaitu pemerintah. Kita bisa mencontoh perbedaan Fatwa Al-Azhar dan Arab Saudi dalam hal ini. Al-Azhar lebih longgar dalam memberikan fatwa dibandingkan pemerintah Saudi," kata Gus Ghofur.

Sedangkan, Gus Ulil menegaskan salam lintas agama yang diucapkan saat seseorang berpidato adalah wujud dari upaya memupuk persaudaraan kebangsaan. Gus Ulil menyebut persaudaraan kebangsaan atau ukhuwah wathaniyah merupakan salah satu dari trilogi ukhuwah (persaudaraan) yang dikemukakan Rais Aam PBNU 1984-1991.

"Salah satu cara untuk memupuk persaudaraan kebangsaan dunia kebijakan yang ditempuh oleh negara adalah mengadakan salam lintas agama,” ungkap Gus Ulil.

Gus Ulil juga menekankan pertimbangan mengenai bentuk negara. Ia mengatakan, jika seseorang sudah menerima bentuk negara maka harus juga menerima konsekuensinya dalam hidup bernegara.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More