Upaya Diplomasi Strategis Indonesia dalam Menghadapi Ancaman Kedaulatan di LCS

Jum'at, 31 Mei 2024 - 13:31 WIB
Direktur Eksekutif Cakramandala Institute Adhe Nuansa Wibisono, Ph.D. Foto/SINDOnews
Adhe Nuansa Wibisono, Ph.D

Direktur Eksekutif Cakramandala Institute

Alumnus Program Studi Keamanan Internasional - Turkish National Police Academy

Klaim Nine Dash Line China

SALAH satu masalah keamanan yang paling serius di Asia Tenggara saat ini adalah konflik klaim teritorial antara China dengan negara-negara ASEAN di Laut China Selatan. China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan yang membentang sekitar 3,3 juta kilometer persegi dan sejak 2014 telah membangun pulau-pulau buatan yang dilengkapi dengan pangkalan militer di Kepulauan Spratly dan Paracel. Setidaknya terdapat enam negara yang memiliki klaim teritorial yang tumpang tindih di perairan tersebut yaitu Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, Indonesia dan Taiwan (Asia Maritime Transparency Initiative, 2021).



Klaim teritorial China di wilayah perairan tersebut pertama kali dinyatakan pada tahun 1947 melalui konsep “11 garis putus-putus” pada peta yang diterbitkan oleh pemerintahan nasionalis China. Partai Komunis China kemudian mengadopsi peta tersebut pada tahun 1949 dan menghapus dua garis untuk memberikan Semenanjung Tonkin kepada kelompok komunis Vietnam Utara. Oleh sebab itu, Eleven Dash Line berubah menjadi Nine Dash Line. Dalam klaim itu terdapat kepulauan utama termasuk kepulauan Spratly dan Paracel dan termasuk Scarborough Shoal yaitu sekumpulan terumbu karang di dekat Filipina (Steve Mollman, 2016).

Indonesia, Vietnam dan Filipina keberatan dan menegaskan bahwa klaim China itu tidak memiliki landasan pada Konvensi UNCLOS 1982. China telah menandatangani UNCLOS pada tahun 1996, dimana negara-negara pesisir mendapatkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 200 mil laut dari pantai mereka. Pada zona itu, mereka memiliki hak eksplorasi tunggal atas sumber daya alam dan negara lain memiliki kebebasan navigasi dan penerbangan. Perairan dalam jarak 12 mil laut adalah perairan teritorial dimana negara-negara memiliki kedaulatan penuh. ZEE juga berlaku untuk perairan di sekitar pulau, jadi siapapun yang bisa mengontrol Kepulauan Spratly dan Paracel juga akan mendapatkan wilayah perairannya. Klaim Nine Dash Line China tidak hanya mencakup kepulauan strategis di wilayah tersebut tetapi juga tumpang tindih dengan ZEE beberapa negara ASEAN (UNCLOS,1982).

Pada sisi lainnya, laporan dari Pentagon AS menyebutkan bahwa China memiliki angkatan laut terbesar di dunia dengan total kekuatan tempur sekitar 350 kapal perang dan kapal selam, dibandingkan dengan 293 kapal perang AS. Laporan itu juga menyebutkan adanya pembangunan lapangan terbang dan hanggar di Kepulauan Spratly yang memperluas wilayah operasi penerbangan militer China hingga mencapai Samudera Hindia. Selain itu pangkalan militer China di Kepulauan Spratly seperti Subi Reef, Fiery Cross Reef, Mischief Reef dan Cuarteron Reef memiliki sistem rudal anti-pesawat dan anti-kapal (Office of the Secretary of Defense, 2020).

Upaya Diplomasi Indonesia di Natuna
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More